Pages

BESOK BEDAH BUKU

Teman-teman SMPIT Al-Uswah Bangil ^___^ sampai ketemu besok ya di sana...
Sudah lama sekali gak bener-bener ngerasa "naik panggung". Beda rasanya dengan presentasi di depan kelas, ngajar di depan mahasiswa atau jadi pemateri di kelas-kelas. Naik panggung yang saya maksud bukan bener-bener naik ke atas panggung. Maksud saya... udah lam sekali nggak ngerasain berdiri di depan orang banyak. Terakhir saya berdiri di depan orang banyak itu pada waktu ikut lomba pidato terakhir di bangku SD kelas 6. Mudah-mudahan besok nggak grogi dan bisa lancar menyampaikan materi. Aamiin... aamiin...

Wish me luck, chingu ^_^

PERUBAHAN JADWAL BEDAH BUKU #CKUS

Bedah buku selanjutnya, insya Allah di Bangil. Rupanya terjadi perubahan jadwal dari yang tadinya tanggal 24 Mei, berpindah ke 31 Mei 2014 karena ada bentrokan jadwal dari pihak sekolah.

Insya Allah, 31 Mei 2014 bedah buku #CKUS di SMPIT AL-USWAH BANGIL (acaranya pagi mungkin sekitar jam 9 atau 10-an, hanya setengah hari dan mungkin sampe ba'da Zuhur).

Sampe ketemu di sana ya teman-teman SMPIT ^__^

GOMAWO 의사

Terima kasih atas perkenalan itu walau tanpa disengaja, walau memang tak berarti apa-apa
Terima kasih atas segala bantuannya 
Terima kasih atas pengertiannya
Terima kasih...

Tetaplah berbaik sangka meski tak mengenalku
Kumohon
Karena hanya dengan berbaik sangka, setidaknya bisa membantuku untuk tetap bernapas dan kebaikan itu akan sangat kuhargai

Sekarang, diam adalah lebih baik
Esok, aku berharap, semoga tak lupa...
berharap aku tak lagi menorehkan kata-kata dalam ruang itu
Bukan menghindar, hanya menjaga agar tak ada yang merasa tersakiti diam-diam di luar sana

Entah bagaimana cara menjelaskannya
Cuma kata terima kasih yang ingin kuhaturkan

Terima kasih

Gomawo 의사 :)

당신은 내가 만난 성질이 좋은 의사이다

TAK HARUS LARI

Tidak tahu pasti... tapi... ketika kau mencintai seseorang dengan tulus, mungkin akan ada saat di mana kau akan menghilang dari hadapannya. Kau mungkin akan sengaja menjauhinya. Itu kau lakukan agar dia tak pernah tahu bagaimana perasaanmu yang sebenarnya.
Tapi, kau tak harus lari dari kenyataan.
Di saat dia adalah takdir yang Tuhan beri untukmu,
di saat itulah kau harus menunjukkan dirimu di hadapannya, seutuhnya 
dan... tak ada celah lagi untuk menghindari darinya.

TENTANG DOSEN DAN MAHASISWA

Intermezzo dulu. Hari ini saya baru saja pulang dari kampus. Niatnya pengen ngejar dosen untuk minta surat rekom (masih kurang 1 lagi). Tapi, ternyata saya pulang dengan tangan hampa.

Awalnya saya mendapat masukan dari pembimbing I sekaligus dosen yang udah ngasih saya 1 rekom untuk nyari dosen lagi yang lebih mengenal demi 1 surat rekom lainnya. Saya pun bergegas menemui Bu Heni (nama disamarkan) untuk minta surat rekom pada beliau. Eh, nggak tahunya saya ditolak. Memang sih aturannya minta ke dosen wali atau pembimbing. Sama pembimbing I udah tapi pembimbing II saya kan lagi studi S3 di Inggris jadi gak mungkin dong saya ngejar sejauh itu sampe Inggris. Lalu dosen wali saya Bapak Tulus (nama sebenarnya) udah jarang ketemu semenjak beliau studi lagi di kampus lain. Jadinya Bu Heni minta saya untuk menghadap ke Pak Erik (nama disamarkan). 


Saya pun melangkah ke kubikel Pak Erik yang hanya berjarak dua meter dari kubikel Bu Heni. Saya tahu dan paham bahwa Pak Erik tidak begitu mengenal saya meski dulu pernah mengajar di kelas saya. Beliau hanya mengenal orang-orang tertentu yang menurut saya mudah dihapalnya. Tidak dengan saya. Saya memang tidak enak hati harus minta surat rekom pada orang yang tidak begitu mengenal saya. Beginilah konversasi saya dengan Pak Erik tadi:

Pak Erik: "Loh, saya kan nggak mengenal Mbak."
Me: "Enng iy.. iya sih, Pak tapi kan Bapak pernah jadi dosen saya, hehehe..."
Pak Erik: "Ya, kan semuanya dosen Mbak juga toh bukan cuman saya hehehe..."
Me: "Saya bingung, Pak mau minta ke siapa lagi. Pak Sal kan lagi studi di Inggris trus Pak Tulus udah jarang lihat dan gak pernah kontak lagi semenjak saya lulus."
Pak Erik: "Kalau saya kan memang nggak begitu kenal dengan Mbak. Dan menurut saya, Mbak ini masuk dalam kategori kelompok eksklusif."
Me: "Ha? M-maksud Bapak eksklusif apa ya?"
Pak Erik: "Kalau saya kan tahu si Indah, Anggun dan teman-teman Mbak lainnya. Sedangkan Mbak sendiri, menurut saya hanya orang-orang tertentu yang bisa memahami dan mengenal. Begitu maksud saya."
Me: (Dalam hati saya bertanya-tanya, sekali lagi, apa sih maksud eksklusif itu? Apakah itu konotasi atau denotasi? Apakah karena saya ini adalah mahasiswi yang gak begitu ingin menonjolkan diri dalam kelas dan cenderung introvert makanya Pak Erik berkata bahwa hanya orang-orang tertentu saja yang bisa memahami saya? Heeu.. entahlah!)
Pak Erik: "Begini, kalo dilihat dari segi nilai, mungkin saya bisa ngerekomendasikan Mbak, tapi kan di persyaratan suratnya ada faktor lain selain itu yang tidak saya ketahui. Jadi, mungkin Mbak nya lebih baik minta ke yang lain, yang lebih berhak. Coba Mbak hubungi Pak Tulus lagi, barangkali beliau bisa ketemu. Bisa kok itu."
Me: "Oh gitu ya, Pak. Iya juga sih, Pak. Nanti saya coba hubungi beliau. Makasih banyak ya, Pak. Eum, oh ya Pak.. apakah surat rekom itu harus minta ke yang jabatannya PD 1, PD 2 gitu kah?"
Pak Erik: "Gak juga kok, Mbak. Tapi, lebih baiknya sih dosen wali."
Me: "Oh, baik, Pak."

Nah setelah ngebahas soal surat rekom, sempat mata saya hampir berkaca-kaca tapi untungnya Pak Erik tuh baik dan seru orangnya. Beliau pun mengalihkan obrolan ke hal lain. Bukan hal lain tapi tentang teman kelas saya semasa S1 yang belum juga menyelesaikan skripsinya hingga detik ini. Dia perempuan, aktivis dakwah juga. Pak Erik sangat kecewa karena menurutnya Si Rani (nama samaran) pernah bilang jenuh tapi bukan itu lagi alasan yang dapat dipercaya oleh Pak Erik.

Pak Erik memprediksikan, Rani tampaknya seolah melarikan diri dari skripsi dan mengalihkan kesibukannya pada aktivitas rohisnya. Setahu saya sih ya, kalau udah semester atas itu seharusnya udah pergantian kader dan kader lama seharusnya udah nggak masuk anggota inti lagi melainkan dipensiunkan... ya kira-kira seperti saya. Sejak 2012 lalu, setelah masuk skripsi, saya sudah jarang ikut di lingkaran rohis untuk kegiatan inti karena sudah ada pergantian kader, kecuali hanya untuk silaturahmi tentu saya akan datang. Namun, berbeda dengan Rani. Saya juga kurang tahu pasti sekarang apa yang benar-benar membuatnya menghilang dari peredaran.

Saya kasihan dengan Rani sebab Pak Erik berniat akan memanggil orangtua Rani untuk membahas kelanjutan nasib Rani di kampus. Saya sempat bilang ke Pak Erik, "Rani itu padahal pintar sih, Pak cuman ya gitu memang banyak sekali kegiatan yang dimasuki." Lalu, saya memperoleh satu pandangan dari Pak Erik. Pak Erik berkata, "Kalau soal pintar... menurut pengamatan saya tidaklah cukup sebagai bekal. Kalau dalam skripsi, tentu semua dosen akan melihat sisi penelitiannya sejauh mana kemampuannya. Tapi, untuk soal perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Kalau laki-laki, memang kepintaran itu harus diperhitungkan. Tapi, untuk mahasiswi (perempuan), tidaklah cukup berbekal kepintaran saja. Ada yang namanya faktor terpenting yaitu task commitment, sejauh mana si mahasiswi ini mampu mengerjakan tanggung jawabnya, komitmen, tekun, ulet terhadapnya. Dan, itulah yang tidak saya temukan pada diri Rani. Saya juga nggak tahu apakah ada sebab lain yang mungkin mengenai pribadinya lalu menyebabkan dia seperti itu atau lainnya. Makanya, sekarang saya berniat memanggil orangtuanya setelah saya berhasil menghubunginya."

Waaah!! Saya juga sependapat dengan Pak Erik. Tak dimungkiri, Rani memang tipikal orang yang berani memikul amanah sebanyak mungkin tapi cenderung mengesampingkan atau mengorbankah hal lain. Saya juga nggak menyalahkan Rani karena memang seorang aktivis dakwah yaa begitu kerjaannya. Tapi, keliru juga jika Rani sampai mengorbankan akademik untuk persoalan dakwah. Kan, urusan dunia dan akhirat harus seimbang, bukan? Tentu, Rani sudah sangat paham itu. Tapi, memang dia adalah orang yang harus selalu dikasih tahu serta diingatkan. Dia itu pelupa tapi saya juga jadi kasihan padanya. Kasihan pada Pak Erik yang kecewa akibat sikap Rani yang menghilang dan nggak pernah bimbingan skripsi lagi.

Akhirnya, Pak Erik meminta bantuan saya untuk mencari tahu tentang Rani. Semoga Rani bisa ditemukan dan persoalannya bisa segera selesai. Kasihan kan kalau ortu Rani harus dilibatkan. Apa jadinya nanti? Saya tak berani membayangkan ekspresi masing-masing pihak.

----

Di sisi lain, saya pernah diceritakan oleh salah satu teman. Teman saya, sebut saja Uni (samaran) punya teman sepermainan namanya Diah (nama samaran). Diah ini sekarang semester 8 S1 dan Uni S2 sementara penelitian. Uni cerita bahwa Diah sempat dibantai habis-habisan oleh dosen pembimbingnya. Parahnya, saya ilfil banget ketika mendengar bahwa dosen Diah pernah mengejek Diah dengan perkataan tak senonoh dan jorok. Awalnya Diah menuruti kemauan dosennya untuk ganti judul. Tapi ketika sudah ganti judul, dosennya ini malah nggak sreg dan menyuruhnya untuk ganti lagi dan lagi. Siapa yang nggak sebal kan?

Malah, pernah dosennya ini nyuruh dia penelitian di hotel. Disuruh nyari hotel yang bagus (ceritanya si Diah ini anak manajemen). Eh, pas Diah menghadap bimbingan ngelaporin penelitian di hotel tersebut, dosen ini malah bercetus, "Kamu kok penelitian di hotel ini sih? Memangnya kamu mau jual diri apa?" Astaghfirullah.... Nggak nyangka kok adaaaa gitu dosen kayak Bapak itu. Entah terbuat dari apa hati dan otaknya sehingga perkataan kotor seperti "sili*" (bahasa Jawa dari--maaf--Bokong) dijulurkan ke arah Diah. Pantaskah dosen sebegitu killer terhadap mahasiswanya apalagi Diah cewek loh.

Dan, Diah bahkan sempat frustrasi, hampir depresi lalu meninggalkan skripsinya selama 1 bulan. Dia pulang kampung untuk menenangkan diri. Diah pun menjadi trauma acap kali melihat hari jadwal bimbingannya. Tapi, lambat laun, meski masih dengan tabiat sang dosen yang begitu, Diah akhirnya berhasil melangkah ke bab selanjutnya. Ckckck... sungguh tega dan kurang ajar nian dosen seperti itu. 

Saya sangat menyayangkan bila ada dosen yang berpurpura menghindari atau segitu killer-nya terhadap mahasiswa, mempersulit mahasiswa dan menjatuhkan harga diri mahasiswa. Saya sempat bergumam, alhamdulillah, setegas-tegasnya saya dulu pada mahasiswa, tapi saya alhamdulillah masih dijaga untuk tidak menyakiti hati. Malah, beberapa mahasiswa saya yang meninggalkan saya dan enggan menerima tawaran terakhir dari saya waktu itu hingga membuat saya kecewa. Saya pikir, saya perlu memberikan kesempatan kedua bagi mahasiswa yang gagal ikut ujian akhir lantaran sebab-sebab yang belum diketahui. Saya pun berusaha menghubungi dan memberitahukan secara baik-baik hingga menawarkan kesempatan kedua. Tapi, sayang seribu sayang, mereka yang justru tega meninggalkan dan menolak tawaran saya. Dan, saya tentunya tidak akan menarik kembali ucapan saya setelah ada keputusan dari mahasiswa untuk menolak seperti itu. Ya, saya juga pikir, perlu untuk bersikap tegas pada mahasiswa agar mereka belajar untuk disiplin dan komitmen. Jika mereka tidak mau, saya hanya perlu membujuk dan menawarkan untuk yang terakhir kalinya. Bila tak juga dimanfaatkan dengan baik, maka saya lah yang harus menutup pintu untuk mereka, agar mereka mau berkaca pada kesalahan lalu, agar mereka jera. Ternyata, itu juga salah. Zaman sekarang, banyak sekali polemik mahasiswa yang sulit untuk ditafsirkan "maunya apa sih". 

Heuuum... demikianlah cerita inspiratif hari ini. Poin penting yang harus kau pegang sebagai mahasiswa apalagi jika kau masih S1, jangan pernah kau bertindak sok pada dosenmu, meninggalkan pembimbingmu tanpa sepatah kata atau mematahkan hati dosen-dosenmu. Jujur saja, tak ada dosen yang ingin melihat mahasiswanya terpuruk. Dan, jika kau sudah S2, maka amanahmu akan bertambah berat. Bukan hanya harus komitmen/amanah, rajin dan pandai. Kau juga harus paham dengan pelajaran di luar universitasmu, aplikasi dan implikasinya seperti apa dan bagaimana. Ya, semakin tinggi strata yang kau tempuh, maka ujiannya pun akan semakin berat dan rumit. Dari situlah kau harus melaluinya, belajar darinya. Sesungguhnya, tak ada celah bagimu untuk benar-benar melarikan diri. Karena jika kau melarikan diri dari tanggung jawab, itu sama saja melarikan diri dari dirimu. Itu bullshit karena tak ada seorang pun di dunia ini bisa melarikan diri dari dirinya sendiri, termasuk melarikan diri dari bayangannya. Sekalipun kau bunuh diri, rohmu tentu masih akan mempertanggungjawabkan jasad yang kau selalu lari darinya dan enggan terhadapnya.

So, cerdas saja tak cukup. Kau harus pertahankan attitude-mu. Demikian pula dengan dosen, attitude juga penting!!

BILA CINTA, HARUSKAH ADA CEMBURU?

pic by riaroidaminarta
Mungkin, ini tak penting untuk dibaca. Malam ini saya tak punya bahan yang psikologis banget untuk ditulis. Request dari teman untuk nulis tentang skizofrenia untuk sementara saya tunda. Saya kudu recall lagi untuk itu, hehe maklum lah, nggak semua bagian dari skizofrenia saya hapal, jadi harus baca buku lagi.

Mendadak, di kepala saya melayang-layang sebuah tanya. Cinta itu bagaimana sih? Pertanyaan itu pun melahirkan anak-anak tanya lainnya.  

Ah, saya nggak mengerti mengapa semua ini bisa terjadi. Kalau ditanya selama hidup, berapa kalikah saya mencintai seseorang? Jawabannya sangat bisa dihitung jari. Hanya segelintir. Saya juga nggak tahu apakah itu benar-benar cinta atau hanya rasa yang numpang lewat. Tapi, kalau dirunut dari kronologis beberapa tahun ke belakang hingga sekarang, hanya ada tiga momen yang membuat saya terjebak dalam perasaan itu. Di antara ketiganya, satu di antara itu hanya perasaan palsu, satunya lagi hanya kekaguman yang sangat dangkal dan sisanya, satu lagi... yang terakhir... inilah yang nggak saya pahami.

Kata orang, kalau kita mencintai, tentu akan ada rasa cemburu. Benarkah? Uhtukke? Bagaimana prosesnya? Tapi, saya selalu menyadari... saya tak pernah benar-benar memiliki rasa itu. Dulu, ketika mengagumi seseorang, dulu ketika entah gimana caranya bisa suka sama seseorang yang tak pernah saya sukai dan sekarang ketika perasaan itu hadir dalam diam... saya merasa tak pernah sedikit pun cemburu. Ketika orang yang pernah saya sukai ternyata memiliki kekasih, ketika orang yang saya kagumi ternyata menyukai teman dekat saya dan ketika orang yang saya cintai diam-diam ternyata begitu banyak yang mengagumi dan memproklamirkan diri sebagai calon istrinya, rasa cemburu itu... nihil. Apakah saya yang abnormal? Apakah cemburu itu tanda cinta yang absolut, yang harus selalu hadir sebagai indikator valid? Jika begitu, apakah saya yang tidak normal karena tak pernah merasakannya?

Saya sempat memvisualisasikannya dalam bayangan. Andai orang lain menjadi saya, apakah ia akan cemburu ketika tahu orang yang dicintainya mungkin... akan menikah dengan orang lain? Bagaimana cemburu itu sebenarnya? Apakah jika ia tak cemburu, itu masih bisa disebut cinta?

Kata orang, rasa cemburu itu mungkin memang belum dialami sekarang, tapi nanti. Nanti ketika saya telah benar-benar memiliki seorang pendamping berpangkat "suami". Pasti! Kecemburuan itu akan menghampiri. Entah dengan cara saya marah ketika ada orang lain yang mengaguminya atau dengan saya yang mendadak berubah menjadi istri posesif yang selalu ingin tahu di mana dan dengan siapa suami saya berada. Tapi, apakah benar, saya akan memiliki perasaan dan bersikap seperti itu nantinya? Jika tidak, bagaimana saya akan menjelaskan kepada suami saya nantinya bahwa saya mencintainya? Bukankah cinta itu tak cukup dikatakan dengan untaian kata? 

Kendatipun suatu hari, saya akan mendengar kabar bahagia orang yang saya kagumi.... menikah dengan yang lain, apakah jika saya tak cemburu itu bukanlah sebuah cinta? Tapi, hanya karena saya selalu menganggap semua adalah kehendak Tuhan, bahkan sebelum semua bayangan itu terjadi. Apakah masih salah bila saya tak juga cemburu? Tentu tidak, begitulah saya menampik.

Nggak semua orang di dunia ini bisa menonjolkan rasa cemburunya. Mungkin, saya adalah salah satu di antaranya. Salah satu di antara mereka yang tidak paham bagaimana cara menunjukkan kecemburuan, bagaimana cemburu itu bekerja. Sejak kecil pun, ketika semua kakak sulung di dunia ini melihat adik-adiknya dibelikan mainan lantas dia tidak, mereka akan merasa iri dan merengek untuk meminta dibelikan yang serupa bahkan yang lebih bagus. Tapi, saya tak pernah melakukan itu. Bukan berarti saya percaya sepenuhnya pada ingatan sendiri. Saya memang tidak menampik bahwa ingatan saya akan masa kecil masih cukup kuat. Hasil tes psikologi ingatan saya pun lulus tanpa cacat. Mungkin itu juga didukung oleh kondisi tubuh yang sehat. Tapi, terus terang saja, saya tak pernah meminta orangtua membelikan sesuatu hanya karena iri pada yang lain. Saya melakukan itu, meminta in itu, hanya ketika saya bisa berhasil meraih sesuatu. Jika tidak, saya pun jarang memaksa.

Jika hari ini orang akan bilang ini klise. Jika orang-orang mengatakan ini bullshit, biarlah! Mungkin, beginilah hati saya bekerja. Mungkin benar... mungkin nanti ketika saya telah memiliki sebuah keluarga kecil, akan saya rasakan hal bernama cemburu itu. Jika suami saya adalah seorang pengacara, saya akan cemburu bila ia setiap hari menyambangi kliennya yang wanita. Jika suami saya adalah dokter, saya akan cemburu bila ia tersenyum manis di hadapan pasien wanita. Jika suami saya guru, saya akan cemburu bila ia lebih menyayangi muridnya daripada saya. Ketika saya punya anak, maka mungkin saya akan cemburu jika anak laki-laki saya sudah menambatkan hatinya pada seorang wanita (istrinya). Aigoo... Bagaimana bila semua itu hanya ilusi? Bagaimana bila saat itu juga saya tak juga cemburu? 

Ya sudahlah! Semoga ini bukanlah gejala abnormalitas. Mungkin, hanya karena saya belum benar-benar menemukan seseorang yang akan sangat dan suangaaaat saya cintai. Makanya, belum pernah merasa cemburu.

SHARING KEPENULISAN BARENG CENDEKIA KEMARIN

"Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi, selama ia tak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dalam sejarah." (Pramoedya Ananta Toer, Rumah Kaca hlm.352)

27 April 2014 kemarin, saya diundang sama temen-temen Cendekia UMM buat jadi pemateri kepenulisan. Haha oh my God, sungguh saya nggak ada prepare apa-apa selain ilmu yang sudah saya rekam di "buku sakti" (sebutan untuk buku agenda yang berisi all about writing) dan yang ada di otak tentunya.

Sampai di TKP, lebih tepatnya pukul 9 pagi di ruang 304 GKB 1 UMM. Pesertanya? Alhamdulillah nggak banyak tapi juga nggak sedikit. Meski gitu, tetap rame.

Pas dipanggil ke depan, saya sempat blank. Karena berhubungan waktu yang dikasih mepet banget, akhirnya kami tanya jawab gitu. Di antara teman-teman yang hadir, ada yang sudah berkali-kali ngirim cerpennya ke media, ada yang berkali-kali ditolak dan ada pula yang diterima. Ada juga satu peserta yang sukanya gonta-ganti fokus. Tiap nemu ide trus gak pernah istiqamah nyambungin karya dari idenya itu malah berpindah nulis atau ngerjain yang lain.

Eum, btw, saya nggak punya dokumentasi. Lupa nanya ding, apa panitia waktu itu sempet foto peserta atau nggak.

Nah, skip deh. Dari sharing kita kemarin, adalah writer's block yang paling sering digandrungi oleh mereka. Saya bilang, WB itu hanya mitos. Ya, seperti yang disampaikan oleh Pak Edi Akhiles pada saat ikut KF Malang. Saya juga share beberapa tips dan trik menulis.

Di akhir, saya bawa buku #CKUS. Cuman 1 eks. emang karena sisanya mau saya bagi untuk bedah buku nanti di Bangil dan Surabaya. Alkisah nih, acaranya udah ending. Pas saya nunjukin buku saya ke mereka, semua pada angkat tangan pengen minta bukunya. Ada satu peserta, cewek, namanya Arin sampe nyamperin saya biar bukunya untuk dia aja, ngebet amat yaak :D. Karena limited edition, akhirnya saya pun ngasih tantangan untuk bikin kalimat dari dua kata yang berlawanan. Hitung-hitung sebagai latihan dan pengen tahu juga seberapa luas jangkauan imajinasi mereka untuk membuat sebuah quote dari 2 kata berbeda makna itu.

Setelah lama nunggu dan mereka udah pada ngumpulin kertas. Akhirnya, pilihan saya jatuh pada 4 orang. Unik, aaaahh tapi saya lupa bawa pulang kertasnya jadi nggak bisa posting di sini. Di antara 4 itu, hanya 1 yang menggetarkan hati. Dua kata yang dia pakai adalah "HIDUP DAN ANGKA NOL" Dirangkai ke dalam sebuah kalimat quotes hingga terciptalah sebuah pandangan baru tentang "NILAI DARI ANGKA POSITIF".Oh ya, yang nulis itu adalah Wawan, peserta yang tadinya curhat masih belum istiqamah tiap nemu ide, yang suka gonta-ganti fokus hingga tulisannya gak pernah ada yang selesai.

Berikut ini quote dari saudara kami--Wawan:

Hidup dan angka nol Hidup adalah dinamika yang tak hanya perlu disangka tetapi perlu dicoba. Semuanya butuh usaha dan doa, jangan terus menunda. Ibarat angka nol, jika dijumlahkan dengan berapapun maka akan menghasilkan dirinya sendiri. Kita tidak akan berubah karena operasi dengan bilangan nol. Ubahlah angka nol itu menjadi bilangan positif yang akan menambah nilai, nilai hidup, kualitas hidup, dan kuantitas hidup. Bilangan positif itu adalah usaha, doa, dan mencoba. by:Wawan Cendekia

Di akhir, saya cipika-cipiki sama peserta cewek *ini kebiasaan untuk anggota/alumni antar LSO kampus karena mayoritas para akhwat jadi dibiasain salamnya pake cipika-cipiki. Trus, saya pesan aja ke temen-temen, kalo mau baca bukunya, boleh aja pinjem ke Wawan (kalo nggak bisa beli) yaa kalo Wawannya mau. Haha terus si Arin bilang, "Iya, Mbak. Pasti itu, ntar tak teror si Wawan kalo gak mau minjemin."

Hhehehe... mohon maaf ya temen-temen Cendekia. Karena waktunya terbatas, saya juga ga bisa buru-buru ngasih coaching yang lebih memadai. Berhubung juga hari itu ada LDL dari LISFA (organisasi tempat saya bernaung dulu), saya pun bergegas ke masjid AR. Fachruddin nyamperin kader baru dan kader lama LISFA buat nostalgia. Setelah shalat Zuhur dan adek--yang kebetulan kemaren masih nginap di kos temennya/di depan kampus--pun datang jemput untuk pulang bareng. Pake motor, trus saya yang nyetir ditambah bawa parcel dan laundry-an adek, huaaah udah kayak mau pulang kampung aja penampakan kami haha.

So, terima kasih yaa buat temen-temen Cendekia. Semoga kelak, ada di antara kalian yang bakal jadi penulis sukses. I'll wait for your books anda your works, guys! ^___^

YES OR NO

by google
Judul postingan ini adalah judul sebuah drama Thailand, Yes or No. Saat search di youtube, awalnya saya ikuti saja alurnya. Tapi, sudah saya duga. Film ini menyibak tentang sebuah fenomena cinta seorang Lesbian.

Ye or No ada volume 1, 2 dan 3. Untuk sementara ini ada 3 volume. Nggak tahu apa ada volume 4 atau tidak nanti.

Jika kalian sedang menganalisis kasus atau ingin observasi perilaku Lesbi, mungkin film ini cocok masuk list. Tapi, film ini tidak menguak penyebab tokoh Kim mengapa ia menjadi Lesbi. Di volume 1, ia sempat bercerita sekilas mengenai keadaan orangtuanya. Itupun masih dangkal untuk dijadikan sebagai salah satu daftar analisis penyebabnya. 

Makin ke sana, film ini makin absurd saja. Lihat saja cewek-cewek yang dekat dengan Kim. Mulai dari Pie yang udah mendeklarasikan dirinya sebagai "girlfriend" Kim lalu si Yam (teman internship Kim di Provinsi Nan). 
Saat Kim menyebut "I like jam" dengan pronouns "Jam" (selai) disebut menjadi "Yam" (nama temen magangnya, membuat si Yam salting dan jatuh cinta pada Kim. Padahal di teks percakapan ada kata "her" sebagai penyebut Kim. Seharusnya sih Yam tahu kalau si Kim itu cewek tulen, bukan cowok. Hanya memang Kim ini tomboinya kebangetan dan only attracts to girl. 


Cckckck.... Selama menonton, saya selalu cekikan. Memang tidak ada komedinya. Yang saya tertawakan adalah seluruh perilaku absurd Pie-Yam-Kim. Saya kasihan pada Kim. Kalau menurut pengamatan saya, ayah si Kim terlalu cuek dengan "penampakan" Kim. Ayahnya justru sering menyebut Kim sebagai "A tiger" (sebutan yang sebenarnya untuk kaum laki-laki). Nah, dari satu hal itu setidaknya bisa kita tarik benang merah bahwa pola didik ayah Kim dari awal sudah salah. Sejak ibunya Kim tiada, Kim tentu mengimitasi sang ayah secara menyeluruh sebagai figur seorang laki-laki. Absurdnya lagi, saat ayahnya tahu kalau Kim suka sama Pie, sang ayah malah menyetujui hubungan mereka sebagai sepasang kekasih. Memosisikan Kim sebagai seorang "pria" dan Pie sebagai wanitanya. 

LGBT memang sebuah "aib" tersendiri. Meski sekarang di kitab DSM-V telah menghapus LGBT dari list sexual disorder, tapi hal tersebut, menurut saya pribadi tetaplah menjadi disorder selamanya. Namun, dalam menghadapi kasus seperti ini, sebagai seorang Psikolog atau calon Psikolog memang tidak mudah. 

Saya pernah menghadapi satu kasus dan mungkin pernah mempostingnya tapi lupa kapan. Saat itu memang hanya konseling via email. Tapi, perlu ditekankan, sebagai seorang Psikolog tidaklah boleh ujug-ujug langsung "men-judge" ini salah, itu benar. Itu susahnya. Sehingga dalam setiap kasus apapun, kami memang harus dan wajib bersikap netral. Bukan berarti kalau terjadi penyimpangan berarti mendukungnya. Tidak begitu. Maksud netral di sini adalah berusaha seobjektif mungkin dalam mengamati dan memahami alur kasus itu sendiri. Kudu open-minded terhadap segala sebab-musabab dari sebuah kasus.

Jujur, saya selalu kasihan dengan para pelaku LGBT. Terlebih jika mereka demikian akibat salah didikan dari keluarga. Lagi lagi keluarga. Karena sejauh ini selain faktor lingkungan, keluarga-lah yang paling sering terindikasi sebagai pemicu dari masalah semacam ini. Yaa memang masih banyak faktor lainnya.

Kembali ke film Yes or No. Dalam film itu, seolah-olah lingkungan pun makin kondusif saja. Tentu ada yang tidak setuju, dari pihak ortu si Pie, teman laki-laki Pie yaitu si Van dan anak geng laki-laki di kampus. Namun, coba lihat sikap dan perilaku Bibi Inn terhadap Kim. Makin mengesahkan Kim untuk melampaui kodratnya saja. Terlebih saat Bibi Inn bilang pada Kim, "Kau cukup bertindak sebagaimana kata hatimu. Kau adalah apa yang ada dalam hatimu."

Memang.. memang. Masalah cinta dan LGBT itu adalah dua hal berbeda. Dan, di film tersebut memang lebih bercerita betapa kokohnya cinta si Kim dan Pie. Walau begitu, saya masih bingung. Untuk saat ini, saya berpikir bahwa faktor "cinta" tidak bisa dikatakan sebagai faktor penyebab yang valid untuk masalah LGBT. Sebab cinta itu terlalu luas dan merupakan salah satu bagian dari faktor emosional. Tentu, kita nggak bisa menjadikan "cinta" sebagai pembanding alat ukur. Itu sih menurut saya. Tapi anehnya, di luar sana, termasuk klien yang pernah konseling pada saya seringkali mengucap, "Karena cinta.. Karena saya cinta .. Karena rasa itu muncul tiba-tiba dan tidak terkendali sehingga segalanya pun dengan begitu mudah diterobos."

Sampai saat ini, belum ada ya penelitian eksperimen klinis untuk "menyembuhkan" kasus LGBT. Rada "mengerikan" juga sih kalau menangani kasus ini karena sering kami mendengar pengalaman kakak-kakak tingkat yang malah hampir "terjerumus" sebagai incaran LGBT kala penelitian. Huhu... apalagi menghadapi lesbian itu masih agak susah dibanding menghadapi seorang gay. Ya mungkin karena kita perempuan kali ya, jadi faktor emosional juga dipakai. Heheh...

Heum, untuk kasus yang pernah saya tangani pun, sayangnya klien saya malah "kabur" sendiri sebelum sempat masuk sesi eksekusi akhir. Memang saat itu dia tengah dirundung masalah. Jadinya, saya juga nggak pernah memaksa. Kalau memang diteruskan sampai tuntas ataupun tidak, semua kembali pada klien. Saya juga belum berani memberikan treatment apapun. Hmm... masih harus belajar keras nih. Semoga kelak akan ada penelitian klinis untuk penyembuhan LGBT. Kalaupun tidak ada, yaaa saya cuma bisa berdoa, semoga tragedi kaum LUTH zaman modern khususnya di Indonesia nggak sampai membuat negeri ini mendadak "Hujan batu". Hiii.. ngeri, kan? Naudzubillah. 

Saya juga turut prihatin dengan seluruh pelaku LGBT. Berharap, jika masih ada kesempatan, semoga Tuhan menunjukkan jalan dan cara terbaik-Nya untuk menggiring mereka kembali.

DUA TAHUN D'PARESMA

Saya sampai lupa kapan tepatnya blog ini saya aktifkan tapi setelah ngulik tanggal postingan, kayaknya Maret 2012. Alhamdulillah, berarti sudah dua tahun d'Paresma berkelana di dunia maya. Dan, dua tahun sudah, pemiliknya masih saja betak dengan status "single" hehehe.

Biasanya teman-teman akan ngadain giveaway ya tiap pertambahan usia blog. Tapi, berbeda dengan saya. Tadinya maunya begitu namun karena ini sedang persiapan kuliah, uangnya disimpan dulu untuk yang lebih urgent.

Dua tahun. Kalau manusia, tentu masih bayi. Sama juga dengan blog ini yang menurut saya masih terlalu muda eksistensinya. Walau begitu, terima kasih yang dalam selalu saya haturkan untuk blog ini. Sejak skripsi dulu, blog ini saya buka dengan awal yang bisa dibilang "buruk". Penuh dengan kesedihan dan rada faking. Iya, karena di sela-sela menyelesaikan bab 4 dan 5 skripsi, banyak sekali masalah yang mengetuk dan saya tumpahkan dalam blog ini. Mungkin lebih mirip "tempat sampah". Namun, seluruh postingan "sampah" itu telah saya hapus semenjak saya memutuskan untuk move on dari semua masalah itu. Saya mulai merawat blog ini dengan kesungguhan hati sampai seperti sekarang.

Untuk soal tampilan atau background, layout dan sejenisnya, memang masih terlihat simple. Bagi saya, blog adalah cerminan diri saya. Jadi, sebisa mungkin, saya selalu mengkondisikan agar blog ini terlihat rapi, bersih dan simple. Pernah saya memasang template blog yang aduhai (aduhai riweuh dan unyu) tapi hati saya tidak sreg. Sebuah bisikan meronta-ronta dalam benak saya, "Ini bukan kamu, Emma!"

Dulu, saya begitu mudahnya terpancing rasa bosan. Hingga berkali-kali saya mengganti latar warna dan template-nya. Saya pun pernah sekali memasang template SEO. Aiiih! Ini benar-benar faking. Memang bukan saya. Setelah saya banyak belajar mengenai blog, setidaknya sekarang saya tidak perlu lagi memusingkan hal-hal teknis begituan. Cukup tulisannya bisa dibaca, space-nya tidak sempit, rapi serta nyaman untuk dikunjungi. Itu saja!

Selain itu, dari aktivitas nge-blog ini, saya belajar banyak hal. Dulu saya ini gaptek banget, nggak tahu apa itu giveaway, apa itu blog walking dan sejenisnya. Berkat blogging, saya jadi paham semua itu dan mulai menerapkannya sebagai salah satu bagian dari blogging. Kata orang sih, kalau mau blognya dikunjungi banyak orang, maka rajin-rajinlah silaturahmi ke blog orang lain juga. Hohoho, ya ya ya... saya mulai rajin BW sejak tahu soal itu.

Huuuumm.. Saya pun tak habis pikir. Dari blog ini, ada saja masalah baru yang hadir. Seperti tempo hari, ada stalker yang mengaitkan blog saya dengan masalah pribadinya. Ada seseorang yang mengaitkan blog ini dengan masalah percintaannya dan banyak lagi. Dulu, saya pun pernah melakukan kesalahan bodoh melalui blog ini. Yang tadinya saya ingin diam saja, tapi malah menguak kejujuran lewat blog ini. Syukurlah, tidak ada "bencana" setelah itu. Tapi, pada akhirnya, saya berpikir, lain kali mending diam aja daripada jujur yang kemudian tidak tahu akhirnya akan baik-baik saja atau justru malapetaka.

Ynag jelas.. yang jelas... semoga ke depannya, blog ini bisa terus eksis, bisa lebih baik lagi kontennya dan bisa terus dinikmati oleh para pembaca meskipun kelak raga saya telah tiada. Hehehe...

Happy writing. Happy blogging.

BAD GUY

Hampir dalam setiap film yang ditonton, saya cenderung suka dengan tokoh yang kedunya. Seperti halnya dalam drama Korea Goong (Princess Hours), saya lebih senang dengan tokoh Pangeran Yeol yang diperankan oleh Kim Jeong Hoon. Ettss... ini bukan karena saya emang suka sama KJH loh ya tapi saya memang mulai suka KJH sejak nonton drama PH heheehe :D.

Lalu di drama The Heirs, pasti semua pada suka Kim Tan yang diperankan Lee Min Ho, kan? Iya apa iyooo? Kalau saya, nggak tahu kenapa malah suka sama pemeran cowok kedua. Yap, yang jadi si Choi Young Do. 

Awal nonton The Heirs, saya emang sebel sama Young Do. Sebab, dia itu sukanya nge-bully. Tapi, sejak ada Eung Sang, sikapnya mulai berubah perlahan tapi pasti (pasti agak baik dari sebelumnya). Tentu, di balik tingkahnya yang suka nge-bully itu menyimpan tanda tanya. Yaa namanya juga film, pasti akan ada teka-tekinya. Haha, tebakan saya benar, pasti gegara masalah keluarga, lagi dan lagi. 

Saya suka karakter Young Do saat beradu akting  dengan Eun Sang. Caranya menyukai Eun Sang. Ya emang sih terlihat sangar, tapi saya salut dengan dia yang tidak lantas show up rasa patah hatinya di depan semua orang termasuk Eun Sang. Gayanya tetap cool dan calm walau masih jerk (begitu kata Kim Tan di film itu). Saya terenyuh ketika Eun Sang ngasih band-aid ke Young Do. Waktu itu Young Do terluka, tapi nggak langsung dipake plasternya malah disimpan lama. Di episode akhir, pas dia ngebayangin pertama kali ngelihat Eun Sang dan tangannya tergores lalu berdarah, baru deh dia pakai. Yang saya kagumi juga dari YOung Do, nggak tahu kenapa ya, tapi kebanyaakan bad guy di film atau di kehidupan nyata emang gitu apa gimana ya? Mereka itu di depan bilang "Nggak, saya nggak suka sama kamu" tapi di belakang, ketika si cewek tengah dalam bahaya, dia--si bad guy--itu malah selalu jadi penolong/penyelamat pertama untuk si cewek.

Hehehe, itu sih kekaguman saya hanya pada kisah dalam film semata. Kalau di kehidupan nyata, saya malah pusing banget kalo ketemu dengan bad guy. Sering malah dulu ketemu sama bad guy. Ampuuuun... jahilnya itu gak ketulungan. Tapi, di antara seluruh memori mengenai bad guy yang pernah ada, hanya satu yang pernah benar-benar menyentuh saya. Dia memang bukan pure bad guy, tapi memang rada jahil, sama siapapun, gak peduli ke cewek atau cowok. Kami memang satu fakultas tapi belum pernah saling mengenal sebelumnya. Kami mulai kenal itu sejak saya magang dan dia part-time. 

Di balik sikapnya yang jahil, dia adalah sosok penolong yang sangat perhatian. Mungkin, kalau ada cewek yang suka ge-er, pasti akan salah paham. Untunglah saya tidak hehe karena saya tahu bahwa dia menyukai sahabat saya. Yaa... walau dulu saya sempat mengaguminya. Ah.. sudahlah. Itu hanya rembesan masa lalu yang nggak perlu terkuak lagi dan emang antara kami nggak pernah ada apa-apanya juga, just friend, just it.

Tapi, saya kagum dengan caranya mencintai sahabat saya. Dia emang nggak pernah bilang langsung, meski gosip kalau dia emang suka sama sahabat saya itu benar adanya. Di balik itu, dia sangat perhatian. Perhatiannya itu selalu ditunjukkan dengan tindakan yang secara tidak langsung melindungi sahabat saya. Aaahhh.. entahlah, saya tak banyak tahu tentang itu. Entah sekarang dia masih suka sama sahabat saya atau tidak, itu urusannya. Saya nggak mau lagi 

Bad guy.. bad guy... walau di balik sikap mereka yang kadang weird, tapi sebenarnya hati mereka masih menyimpan ketulusan. Butuh waktu untuk mengenali penyebab mengapa mereka dicap sebagai "bad guy". Yaaa... but overall, masih lebih baik anak shaleh lah ya dibanding bad guy :D hehehe.

HATI DAN LIDAH

"Hati itu laksana periuk yang mendidihkan apa yang ada di dalamnya, sedangkan lisan itu ibarat alat ciduknya. Maka lihatlah kepada seseorang ketika berbicara karena lisannya menciduk apa yang terdapat di dalam hatinya, dia bisa manis asam, tawar, asin dan sebagainya. Dan, yang menjelaskan kepadamu, tentang keadaan hatinya adalah cidukan (ungkapan) lisannya."

(Dalam Mukaddiman Shahih Muslim, dikutip dari Buku Misteri Lidah Manusia karangan Nurul Mubin) 

TENTANG NOVEL SAYA (YANG MAU TERBIT)

Novel ini (judulnya Candy Rendy), saya meminjam beberapa karakter orang yang saya kenal dan latar tempat yang juga akrab dengan diri saya. Tapi, semua kisah di dalamnya tidak seratus persen "nyata". Hanya ada sekelumit saja yang nyata, selebihnya, konflik dan lain sebagainya hanya ilusi belaka.

Saya mendadak ingin membahas beberapa sisi dari novel sendiri. Saya tahu, ini masih tahap belajar. Entah nanti respon pembaca bagaimana, tapi saya sudah siap bila ada yang mengkritik. Namanya juga masih debut jadi saya yang harus berlapang dada.


Saya... entah memulainya dari mana. Tapi, jujur saja, saya menulisnya di kala sedang move on habis-habisan. Mungkin novel itu lebih pantas dikatakan sebagai hasil dari "terapi jiwa" yang saya lakukan. Ada kalanya rasa sakit yang tertanggung selama menulis. Apalagi, setiap menulis draft buku, saya selalu pakai alarm konsistensi "menulis setiap hari". Jadi, bisa dibayangkan bagaimana perasaan saya harus berhadapan dengan tokoh-tokoh itu.

Saya belum tahu bagaimana penilaian pembaca mengenai konflik yang saya hadirkan. Mungkin kelak ada yang akan berkata, "Terlalu flat. Kurang nendang." atau apalah. Sungguh awalnya saya tak berpikir untuk membangun sebuah konflik yang membahana. Saya hanya menulis dengan cara yang sederhana, dengan ketulusan dan kejujuran hati. Dan, saat menawarkannya ke penerbit pun, saya tidak pernah berharap lebih akan diterima. Malah santai dan pasrah saja, mau diterima atau ditolak, toh saya masih harus belajar lebih tekun lagi. 

Bukannya mau menyambung-nyambungkan dengan tragedi yang saya alami tempo hari. Namun, dengan adanya kabar penerimaan naskah itu, saya merasa Allah tengah membukakan petunjuk-Nya untuk kisah asli di dunia nyata (bukan pada kisah real dalam novel tersebut). Atau, Allah justru akan memberikan ujian terbaru-Nya untuk saya. Entahlah, tapi saya menunggunya terbit dulu. Setelah itu, saya siap apapun petunjuk yang akan saya peroleh lagi. Biarkanlah semua berjalan alami sebagaimana mestinya.

Sebagian besar tokoh di dalamnya, ada beberapa yang saya rindukan. Itu karena mereka sahabat saya dan kami saling berjauhan. Dan beberapa lainnya bukan dirindukan tapi justru menyentak hati saya lagi.

Saya tahu dulu adalah episode-episode melelahkan. Hampir mirip dengan yang ada dalam novel, saya tertatih mencari jalan untuk bisa keluar dari jeratan kisah itu. Heuum.. saya ini sebenarnya susah mau ngungkapinnya tapi silakan nanti dibaca sajalah ya novelnya hehe.

--
Teruntuk tokoh-tokoh dalam novel Candy Rendy:

  • Untuk tokoh Mas Angga: Maafkan saya ya Mas bila dulu pernah mendadak berbuat "onar" dengan apa yang pernah saya ungkapkan. Kamu pernah bilang, saya tak perlu dan memang tak harus meminta maaf. Tapi, saya tetap harus minta maaf karena tanpa sengaja berada di antara kamu dan orang yang kamu cintai. Ya, saya mengerti bahwa orang yang kamu cintai adalah sahabat saya. Entah perasaanmu padanya masih sama hingga sekarang, yang pasti aku sangat berterima kasih padamu. Saya berterima kasih karena dengan tragedi itu, kita tidak lagi saling bersinggungan seperti dulu. Saya sudah cukup tenang karena berhasil menjauhkan diri darimu. Terima kasih, Mas. Terima kasih, kawan (ya, kalimat inilah yang seharusnya saya ucapkan).
  • Untuk tokoh Rendy: Apa kabar, Ren? Lama sekali tak pernah berjumpa. Semoga co-ass mu sukses dan bisa menjadi dokter hebat. Ren, entah kamu tahu atau tidak, tapi saya juga bingung mendefinisikannya bagaimana. Pertemuan kita yang selalu tak terduga ditambah terakhir kalinya nama kita tertaut dalam kelompok KKN dan daftar wisudawan yang sama, saya jadi paham bahwa itu semua adalah ujian dari-Nya. Rendy, terima kasih atas sikap cuekmu. Jujur, dulu saya tidak pernah punya alasan mengapa saya menyukaimu. Tapi, sekarang saya sadar bahwa dulu saya tidak benar-benar menyukaimu. Menyukaimu hanya membuatku seperti seorang bertopeng, bukan menjadi diri saya sebenarnya. Saya juga sadar, kau bukanlah pria yang akan kucintai dalam hidup, untuk sementara pun untuk selamanya. Bukan! Jadi, kau tenang saja. Tetaplah cuek pada saya atau sekaligus saja berpura-pura tidak mengenal saya lagi di kemudian hari. Namun, lebih baiknya semoga kita tak akan bertemu lagi ya. Sudah cukup, sudah sangat cukup saya lelah mendefinisikan semua teka-teki yang kau bawa. Semoga hasil pembelajaran saya tentangmu dulu telah diluluskan oleh Allah. Dengan begitu artinya kita tak akan bertemu lagi dalam bingkai "masalah".
  • Untuk tokoh Mas Bram: Terima kasih ya, Mas. Saya tidak punya banyak kata yang tepat untuk diungkapkan. Dalam novel, kita pura-pura mengenal, tapi sesungguhnya tidaklah seperti itu. Terlalu rumit untuk saya jelaskan bagaimana situasi saat ini. Anggap saja Mas tidak pernah tahu nama saya dan hal lainnya tentang saya meski sifatnya permukaan sekalipun. Saya tidak cukup mampu mengutarakannya tapi mudah-mudahan tak akan ada yang salah paham. Mengenai ending novel tersebut, itu hanyalah fiktif alias imajinasi belaka. Saya pun tak berani memantiknya ke kehidupan nyata. Jodoh itu misteri. Tidak semudah merangkai akhir kisah novel. Jodoh itu terlalu rumit untuk dilukiskan bagaimana alurnya karena  tak ada yang dapat memastikan kapan dan bagaimana datangnya.
Sudahlah. Biarkan semua situasi ini move on sebagaimana mestinya. Biarlah Allah saja yang melukiskan awal dan ending kisah dalam kehidupan nyatanya.

SELAMAT TINGGAL SURGAKU

Kalau orang memilih pantai, gunung atau kawasan luar negeri sebagai tempat yang paling berkesan untuk dikenang, maka berbeda dengan saya. Blok H no. 29, itulah satu-satunya tempat yang paling saya rindukan. Semua kenangan terukir di sana. Semuanya pun harus rela untuk ditinggalkan.

Blok H No. 29 BTN Soreang Permai, kota Parepare, Sulawesi Selatan adalah rumah pertama kami. Sejak Bapak dan Mama merantau lalu menikah di sana, rumah itulah yang menjadi prasasti hidup kami berlima. Saat masih kecil, rumah itu masih sangat kusam. Sekitar tahun 1990an, betapa menyedihkan tempat yang kami tinggali itu. Rumahnya memang sederhana. Sangat sederhana. Awalnya, tak ada lantai keramik, melainkan ubin biasa. Atapnya banyak yang bocor sana-sini. Kamar saya pun bocor. Saya bahkan pernah kehujanan di tengah tertidur. Saya pikir sedang ngompol, ternyata air hujan merembes dari plafon dan membasahi setengah dari badan saya. Jadi, setiap hujan tiba, saya pasti akan mengungsi ke kamar Mama.


Bukan karena Bapak tak punya uang untuk membenahi berbagai kerusakan, melainkan kami terbiasa hidup berhemat. Saat itu, Bapak dan Mama memang sedang merencanakan renovasi besar-besaran (total). Jadi, mereka gigih menabung untuk itu. Saya pun tak pernah protes. Selama saya masih bisa lari sana-sini dan main di dalam rumah bersama teman, itu tak masalah.

Dari segi lokasi, rumah tersebut cukup strategis. Beberapa kilometer di belakang kompleks rumah, ada bentangan pantai yang panjang. Daerah belakang rumah disebut tanggul oleh kebanyakan orang tapi sebenarnya itu adalah pesisir pantai dari laut utama kota Parepare. Enak kan bisa lihat laut gratis? Tiap weekend, saya sering olahraga bersepeda keliling kompleks hingga ke jalan raya sekitar pantai di belakang. Jalan tersebut menghubungkan kawasan perumahan dengan bagian belakang pasar Lakessi (pasar sentral kota Parepare). Jadi, kalau dulu Mama masih berdagang pakaian di sana, tidak perlu susah-susah lagi lewat bagian depan pasar. Cukup hanya 7 menit saja (dengan motor), sudah bisa sampai ke pasar. Dulu, saya juga sering jalan-jalan bareng dengan beberapa mahasiswi saya ke pantai itu sekadar foto-foto atau jalan-jalan sore. Kebetulan, di kafe pinggir pantai sana ada beberapa mahasiswaku yang kerja part-time, jadi sekalianlah kami bertemu di tengah-tengah jalan.

Andai kawasan tersebut adanya di Jakarta, mungkin sudah termasuk kawasan yang mahal. Lihat saja di kota-kota besar, asal dekat pantai/laut saja, rumahnya dibanderol dengan nilai yang cukup fantastis. Alhamdulillah, saya sangat beruntung bisa tinggal di pesisir pantai.

Kemudian selanjutnya adalah faktor cuaca. Iklim tropis di daerah pantai memang sangat berbeda dengan cuaca panas di daerah yang banyak gunungnya seperti Jawa. Dulu waktu saya kuliah, kulit saya mudah kusam, jarang keringat meski sudah berolahraga dan jalan kaki dan kayaknya perawatan apapun tidak begitu maksimal hasilnya. Ketika sempat pulang ke Parepare, saya semacam mengalami pergantian kulit. Kulit wajah dan tubuh mulai kembali normal (cerah dan berenergi), mudah keringat (keringat kan siklus ekskresi untuk membuang racun dari dalam tubuh) dan segar bugar.

Di Parepare juga banyak ragam seafood. Saya adalah salah satu kaum yang tidak makan daging merah seperti kambing, sapi dan sebangsanya (kalau ayam pun tidak begitu doyan, sesekali saja). Saya lebih suka seafood tapi yang benar-benar dari laut (kalau ikan air tawar saya kurang begitu suka). Semenjak pindah ke Malang, harus makan tahu tempe ayam dan ikan air tawar tiap hari. Benar-benar shock therapy lagi buat saya. 

Heum, pokoknya banyak hal yang tak bisa digantikan oleh kota Malang terhadap kota kecil Parepare. 

Dan, memori yang tertambat di rumah lama kami itu semakin kaya saja ketika telah selesai renovasi total. Rumahnya lebih berwarna dibanding sebelumnya. Yang lebih penting, saya punya kamar sendiri. Kamar depan di lantai dua yang mengarah ke balkon/teras atas. Ventilasinya sangat memadai sampai-sampai matahari siang dan senja tak pernah absen mampir ke kamar saya. Dan, itulah yang tidak saya dapatkan di rumah baru sekarang (karena memang pembangunannya belum selesai).

Berikut ini foto-foto rumah kami (foto-foto ini saya ambil sejak tiga tahun lalu) jadi ada sedikit perubahan dan tidak sempat saya foto lagi sejak pindah ke Malang.

Ini penampakan dapur plus ruang tengah
Ini saya take sekitar 3 tahun lalu saat libur kuliah dan pulang ke sana

Ini penampakan teras. Sebenarnya masih luas dan
banyak tanaman cuma tidak saya foto semuanya

Ini ruang menonton TV yang ada di lantai dua.
Warna catnya sekarang sudah diganti kuning semua dan di sisi kanan itu sebenarnya ada meja,
tempat saya biasanya ngetik atau bekerja (kerjain laporan RPP dan memeriksa tugas/ujian mahasiswa).
Saya suka menonton sambil mengetik.
Nah, ini kan kentara ada palang pintu. Palang pintu ini adalah bekas dari kusen pertama saat rumah ini di bangun. Kusen tersebut dipasang di lantai dua sebagai pemisah antara ruang dua kamar adik saya dan ruang tengah itu.
Sebenarnya di bagian belakang, dekat tangga pas di samping kusen ini ada ruang kecil yang merupakan rute menuju kamar adek-adek saya tapi tidak saya foto.

Sekarang akuarium itu tidak ada lagi. Ini adalah ruang depan yang
tepat berada di samping kamar saya dan mengarah ke balkon.
Ruang ini biasanya dipakai untuk shalat (jama'ah atau shalat sendiri2).

Dulu mobil kami memang Aerio tapi sekarang sudah ganti dan Aerio ini sudah lama sekali dijual.
Penampakan teras depan ini pun masih sama hingga sekarang.
Seluruh tembok terasnya memang sengaja dikeramik agar tidak lembab saat musim hujan.

Ini adalah potongan ruang kecil dari sisi kiri ruang tamu. Pintu itu adalah akses kamar ortu kami. Bufet itu sekarang sudah diungsikan ke kamar saya yang di atas dan di tembok itu sekarang dipajangin cermin raksasa seukuran pintu.
Sayangnya tidak saya foto, tapi kalian bisa membayangkan seberapa besar cermin raksasa yang saya maksud.
Gara-gara cermin gede itu, para tamu kadang kecele, dikiranya pintu padahal cermin biasa hehe. Saya juga kadang suka narsis foto di depan cermin itu karena full body.
Lalu di bagian kiri dari gambar ini tuh sebenarnya ada sekat ruang kecil. Kentara kan? Ruang itu dulunya dipakai untuk shalat individual, tapi sekarang nggak dipakai apa-apa, hanya untuk menaruh layar LCD Bapak dan beberapa keramik serta barang kecil lain.

Ini adalah semacam gerbang, akses dari ruang tamu menuju ruang keluarga+dapur.
Lukisan di atasnya itu udah diganti kaligrafi Ayat Kursi. Dan lukisan di atas ini diungsikan ke lantai dua.
Lukisan rusa ini bisa nyala looh, ada suaranya pula, persis seperti situasi yang ada di lukisannya, hehe.

Nah inilah ruang nonton. TV-nya sekarang sudah ganti LED. TV yang lawas di foto ini diungsikan ke lantai dua, menggantikan TV pada foto saya sebelumnya itu loh.
Tangga inilah yang mengarah ke lantai dua. Di bawah tangga ini dibikinkan konsep lemari. Dua paling depan itu tempat baju-baju kerja Bapak dan baju formal Mama, terus lemari selanjutnya itu tempat sepatu dan tempat pompa air diletakkan (airnya pakai air bor, jadi mesinnya kalau mau dinyalain harus buka lemari paling kecil di bawah tangga itu).

Nah ini penampakan ruang tamu yang baru. Lukisannya kaligrafi. Ini saya ambil beberapa bulan lalu saat masih kerja. Tiap mau berangkat kerja/ngajar di kampus, saya selalu duduk sambil memandang ke teras luar, hehehe.
Yang saya suka dari ruang tamu karena tembok cor atasnya dicat warna hijau pupus (hijau kan warna kesukaan saya hehe).

Nah ini juga foto ruang tamu yang baru saya unggah beberapa bulan lalu waktu masih ada di Parepare.
Lukisan di sebelah kiri itu adalah lukisan ka'bah besar yang Mama beli waktu naik haji.

Ini penampakan kamar saya. Foto ini saya unggah sudah lama.
Di kamar saya tidak banyak perabotan. Cuma ada bufet, spring bed, lemari box dan lemari belajar.
Simple, ya kayak orangnya hehe

Ini diunggah oleh mahasiswi saya pake hapenya waktu kami lagi JJS ke belakang kompleks saya.
Mereka sering mampir panggil saya jalan-jalan bareng ke pantai kalo ada waktu senggang.

Nah ini jalan yang saya ceritakan barusan. Jalanan ini yang menghubungkan kompleks rumah kami dan beberapa kompleks rumah baru di sekitarnya dengan pantai dan pasar Lakessi.
Kalau jemput Mama dari pasar, saya pasti lewat sini terus doong, kan jalan pintas sekalian cuci mata.

Ini saya dan mahasiswi waktu lagi JJS tahun lalu.

Inilah sekelumit kenangan yang saya punya di Parepare. Kenangan akan surga yang saat ini harus kami tinggalkan untuk mengecap kehidupan yang lebih besar lagi di kota Malang, tempat lahir Bapak.

Keputusan pindah ke Malang memang bukanlah hal yang tergesa-gesa. Sudah Bapak kami pikirkan sejak belasan tahun lalu dan baru kesampaian 2012 akhir lalu. Bapak pindah duluan sembari mencari rumah baru di Malang, disusul adek saya yang cewek kuliah di UMM juga. Sedangkan saya, Mama dan adik bungsu masih di Parepare karena kemarin saya masih ada kontrak kerja dan adik saya yang cowok masih SMA.

Hari ini, kami berlima berkumpul di rumah baru (di Malang). Belum ada perabot, masih berantakan jadi lebih baik tidak saya foto hehe.

Saya memang tidak tega meninggalkan Parepare. Selain karena itu adalah kota kelahiran saya dan adek-adek, banyak sekali peristiwa yang tak bisa saya sebutkan satu per satu, terjadi dan membekas di sana. Teman, sahabat, makam Mbah dan mahasiswa harus saya tinggalkan.

Saya pernah bergumam dalam hati, seandainya saya punya uang ratusan juta, tentu saya akan membeli rumah kami yang dulu. Saya tidak akan ingin menjualnya kepada siapapun, meski kami telah pindah. Saya ingin menjaganya sebagaimana menjaga seluruh kenangan yang terprasastikan di sana. Tak ada satupun orang asing yang akan saya biarkan untuk menyentuh rumah itu. Tak ada.

Tapi, mungkin... ini hanya angan. Walau berat, saya dan kami sekeluarga mencoba untuk ikhlas. 

Sampai kapanpun, H 29 akan selalu di hati, tak akan pernah terganti. 

Selamat tinggal H 29. 

Semoga kau menemukan jodoh penghuni baru yang dapat menjagamu seperti kami menjagamu, yang dapat merawatmu sebaik-baiknya sebagaimana kami merawatmu, yang bisa melindungimu dan bisa menegakkan nama baikmu selayaknya kami dulu melakukan hal itu padamu. Juga untuk pohon Belimbing yang buahnya berbuah terus, semoga bisa memberi kehangatan untuk penghuni baru. Serta untuk pohon Salam yang daunnya tak henti bertumbuh, yang sudah membantu menyembuhkan banyak orang, yang berkahnya tak henti dirasakan seluruh tetangga dan masyarakat luar Soreang, semoga bisa tetap hidup hingga akhir hayatnya tiba.

Aku rindu
Sangat rindu
Kelak jika ada kesempatan dan kehenda-Nya
Akan kurebut engkau kembali
Berapapun hargamu, akan kubayar
Karena harga berapapun itu tentu tak dapat menandingi nilai yang sebenarnya
Tapi, jika kenyataan tak sesuai harapan,
Aku akan terus mengenangmu
Sesekali akan kukunjungi dirimu ke sana
Ke telatah Parepare sambil menyaksikan keindahan sunshine dan sunset dari pantai belakang rumah, lagi.

Tulisan ini diikutsertakan dalam event “A Place to Remember Giveaway”

http://nurulnoe.com/a-place-to-remember-give-away/