Pages

SECANGKIR KOPI BULLY-COMING SOON

Dua hari yang lalu, SMS-an sama Mbak Luky (editor dari Quanta). Katanya, draft saya yang berjudul Secangkir Kopi Bully akan terbit paling lambat November dan paling cepat Oktober tahun ini.

Cepet banget yaaa! Emang sih dari awal Mbak Luky bilang ngeditnya Agustus awal kemaren. Udah selesai sih. Tapi, kupikir tuh prosesnya masih panjang, ternyata udah masuk proof 1 sekarang sisa bikin cover dan matengin tata letak bukunya trus dikirim ke percetakan berarti. Kereen deeeh Mbak Luky. Dapat editor yang kinerjanya cekatan, detil, cepat tapi tegas itu surga banget buat saya yang memang sangat cocok dengan cara kerja cepat tapi detil. 

Bukannya cepet-cepetan mau cepet terbit. Semua penulis tentu juga mau kaleees bukunya cepetan brojol di toko buku. Namun, alasan saya dan Mbak Luky mau cepet itu karena awal September besok saya udah mulai masuk kuliah (lebih tepatnya didahului oleh matrikulasi dan pelatihan psikodiagnostik). Jadi, kemungkinan besar fokus dan waktu saya untuk sementara akan lebih banyak dihabiskan di kampus. Selain itu, berhubung saya belum ganti smatphone, jadi saya bakalan nggak bisa buka sosmed atau e-mail selama kuliah berlangsung (kalau pun bawa si Fujitsu lifebook paling juga dipake buat ngerjain tugas).

Sekadar selentingan niih. Buku SKB ini bergenre nonfiksi disertai secuil kisah-kisah bullying di dalamnya. Tadinya mau dimasukkan sekitar 20 kisah sesuai draft aslinya. Namun karena Mbak Luky minta di-crop menjadi 10 saja, akhirnya, kisah di dalamnya hanya tersedia 10 tapi masih mencakup topik yang akan dibahas tentunya. Kisah-kisah tersebut adalah dokumen pribadi saya sebagai penulis. Dulu saya pernah cerita kalau saya ini adalah salah satu korban bullying. Nah, di buku ini saya nyoba untuk berbagi inspirasi dan semangat untuk korban bullying lainnya berdasarkan pengalaman saya semenjak TK hingga SMA. Trus, masih sama dengan konsep buku #CKUS (walau beda penerbit), saya juga menyisipkan sejumput tip inspiratif di belakang kisah tersebut biar ada semacam bahwan review atau evaluasi dari apa yang sedang atau pernah dialami.

Berhubung buku tentang bullying pun sekarang rada susah dicari, jadi saya terpikirlah untuk menerbitkan buku tema sejenis. Harapannya, semoga buku ini bisa mengempaskan rasa dahaga orang-orang yang lagi nyari buku bullying atau untuk referensi skripsi pun bisa karena ada teori-teori juga di dalamnya beserta conclusion (bagaimana mengatasi bullying dan cara menyembuhkan diri sendiri).

Kalo covernya udah jadi, udah fix... pasti akan saya posting di sosmed. Naah, buat para pembaca Paresma, jangan lupa yaaa koleksi lagi buku Secangkir Kopi Bully ini. Insya Allah akan tetap ada manfaat, keberkahan dan kebaikan di dalam buku tersebut.

So, stay tune with me yaak :D

APA KAMU MENYELIDIKIKU?

Kira-kira bulan lalu, ada salah satu adek tingkat zaman S1 yang curhat seputar jodoh. Lalu, di tengah-tengah perbincangan, dia juga menanggapi "nasib" single yang masih melekat pada diri saya.

Katanya begini, "Mbak, mungkin aja niih mungkin ajaaa, ternyata di luar sana ada ikhwan yang diam-diam memperhatikan gerak-gerik Mbak. Entah itu dia ngamatin Mbak di sosmed atau gimana. Karena sekarang Mbak mutusin untuk kuliah lagi, akhirnya si ikhwan yang entah siapa itu malah jadi ragu untuk maju ngelamar Mbak. Mungkin aja loh ya."


Hmmm.. kalo masalah S2 sudah saya tekankan sebelumnya. Saya ngelanjutin kuliah bukan untuk niat menunda nikah. Kalo masih semester satu atau dua sih emang sebaiknya saya nggak nikah dulu karena masih awal-awal. Tapi, mungkin kalo udah semester 3 ke atas udah bisa (liat dari pengalaman temen yang nikah di tengah semester gitu).

Nah, saya terpikir lagi dengan insiden April lalu di mana ada seorang perempuan yang nggak jelas asal-usulnya, stalking blog saya.

Yaaa... bukannya mau su'udzan sih, tapi saya udah terus-menerus berpikir positif semoga nggak terjadi hal buruk bagi saya atau perempuan itu. Tapi, makin ke sini, saya jadi makin mikir.... Setelah saya selidiki, memang ada beberapa kejanggalan sana-sini tentang Mbak itu. Akunnya sama sekali asing. Mbak itu nggak bisa terlacak di sosmed manapun. Namanya juga menurut saya sangat akurat bahwa itu nama samaran. Hari gini gitu ada orang yang nggak punya sosmed minimal profil email ajaa gitu, mustahil banget, kecuali hidupnya di hutan belantara. Lhaaa.. Mbak itu kan bisa internetan. Nggak masuk akal banget kok dia bisa ujug2 nemu blog saya dan berpikir macam-macam tentang saya.

Alhasil, saya berpikir.... sepertinya ada seseorang yang dulu sedang ngerjain atau nyelidikin saya. Saya harap siiih semoga "otak" di balik semua perkara itu bukanlah seorang pria atau beberapa orang yang ada dalam prediksi kepala saya. Semoga tidak ya.

Entah harus bilang apa...

Kalo dibilang ada orang yang menyelidiki saya sampai sekarang (mungkin), yaa itu sih hak dia. Namun, motifnya apa gitu loh? Yaa saya juga bukan orang yang mau gampang ge-er kalo motif dari perkara itu adalah ada orang yang suka sama saya sampe nyelidiki segala.

Saya juga bukan tipe orang yang parno. Kalo memang di luar sana ada seseorang yang diam-diam menaruh perhatian sampai menyelidiki saya, saya juga nggak mau membatasi. Biarkan saja, toh itu haknya. Kalu dia memang mau tahu apakah saya selalu memakai topeng sejak punya sosmed dari 2008 lalu, terserah sih dia mau nyelidiki kayak gimana, saya nggak peduli.

Saya apa adanya saya. Bagi temen-temen dekat di sosmed yang memang sahabat saya dan selalu tatap muka sama saya, tentu udah sangat paham. 

Apapun yang saya tulis dalam sosmed pribadi, itu murni dari pikiran dan perasaan saya. Nggak ada campur tangan manapun, nggak ada motif untuk nyari perhatian. Nyari perhatian? Sekarang coba kroscek lagi kepribadian saya yang udah pernah saya ceritain secara gamblang. Untuk apa sih orang introvert kayak saya nyari perhatian di sosmed? Lagipula, saya ini orangnya jarang banget mau tampil depan umum, keluar menemui orang banyak kalo emang nggak bener-bener mendesak dan nggak ada keperluan amat penting. Coba deh tanya sahabat dan keluarga, pasti mereka bilang, saya ini orang yang gemar berada di rumah. Yaa itulah aslinya saya.

Sebenarnya, saya ini punya satu kekurangan lagi yaitu kurang peka pada titik-titik tertentu. Maksud saya, ketika ada cas cis cus atau hal apapun yang awalnya sama sekali nggak menarik minat saya, maka saya nggak akan "peka" untuk bertanya atau tahu lebih lanjut mengenai hal itu meski mungkin bagi orang lain hal itu tuh termasuk perlu sedikit diperhatikan. 

Duuh, jangan salah paham ya. Saya nulis ini nggak sambil marah-marah. Saya memang seperti ini, ketika ada hal yang mengganggu pikiran dan itu tidak saya senangi, maka saya akan frontal mengatakannya tanpa basa-basi. Sudah tahu juga kan kalo dulu saya pernah bilang, saya bukan orang yang suka basa-basi, kecuali kalo sedang ada dalam lingkup konseling.

Sekarang, gini saja. Kalo saja di luar sana atau di lingkungan sosmed ini, ada seseorang yang ingin mengenal saya lebih dalam, suka sama saya atau ingin melamar saya, kenapa nggak langsung datang ke rumah saya aja? Tentu, hal pertama yang mungkin akan saya ceritakan adalah kekurangan saya daripada kelebihan. Kenapa? Karena orang tersebut tentunya pasti ingin tahu titik kelemahan saya juga, bukan? Kalau memang bersedia menjadi bagian dari hidup saya, pasti dia juga akan menerima kekurangan saya, mengajari dan membimbing saya untuk menjadi lebih baik lagi selain saya mengusahakannya sendiri selama ini.

Saya mah santai aja...
Saya sudah sering menghadapi orang-orang yang dulu tidak suka atau suka pada saya
Saya juga bukan orang yang ingin menutup-nutupi diri saya.
Tahu sendiri kan kalau pake topeng itu bisa bikin kepanasan dan berdampak hal buruk.

Terima kasih ^_^

MINTA LEGALISASI EUTHANASIA?

Beberapa waktu lalu tersiar berita seorang lulusan magister UI bernama R meminta Mahkamah Konstitusi untuk melegalkan bunuh diri dengan cara euthanasia. 

Euthanasia itu apa sih? Gampangnya biasa disebut dengan suntik mati. Kalau dalam dunia medis, euthanasia ini bertujuan untuk memperingan penderitaan atau rasa sakit pasien yang sudah tak punya harapan hidup atau mempercepat kematian seorang pasien. 

Adapun negara yang melegalkan euthanasia adalah Belanda, Swiss, Belgia dan beberapa negara bagian di Amerika seperti Oregon. Indonesia sendiri termasuk dalam beberapa negara yang melarang adanya euthanasia karena tidak sejalan dengan konsep ideologi negara, Pancasila.


Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman, "Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar." (QS. Al-Isra' : 33).

Dalam Islam, membunuh jiwa yang tak berdosa saja sama halnya dengan membunuh seluruh umat. Tindakan pembunuhan atau bunuh diri sudah jelas tidak sesuai dengan etika Islam.

Kebanyakan orang atau pasien memilih euthanasia bukan karena semata tidak adanya harapan untuk bisa sembuh dari penyakit, melainkan disebabkan oleh keputusasaan. Hak hidup dan mati seseorang tidak berada di tangan dokter atau siapapun, melainkan hak Sang Pencipta.

Saya pribadi sangat menyayangkan langkah yang hendak ditempuh oleh si R itu. Katanya, dia putus asa sebab tidak kunjung memperoleh pekerjaan. Secara gamblang, faktor ekonomi lah yang membuatnya berpikir untuk bunuh diri.

Please deh, lulusan Magister berbicara dan bertindak seperti itu???!! Bukannya saya mau nge-judge, tapi kenapa sih hanya karena masalah belum dapat pekerjaan sudah mau minta bunuh diri. Dulunya sih, dia pernah bekerja sebagai dosen tapi sekarang sudah tidak.

Hmmm... soal lapangan pekerjaan di Indonesia memang tidak merata jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada. Sebenarnya kita juga nggak bisa menyalahkan sistem atau pemerintah sih tapi harus lihat dari berbagai sudut. 

Dulu, saya juga pernah merasakan apa yang dirasakan oleh R. Lulus dari bangku kuliah S1 ternyata nggak langsung membuat saya mudah mencari pekerjaan sesuai passion. Di-underline ya, sesuai passion. Kalau mencari pekerjaan untuk memperoleh uang yang banyak, mungkin sudah dari dulu saya menerima tawaran kerabat keluarga untuk kerja di Bank atau di kantor lain. Mungkin sudah dari dulu saya getol ngurus buat daftar PNS sesuai informasi yang sering banget saya dapat dari sanak saudara serta tetangga. Tapi, cara berpikir saya tidak mengarah ke situ. Kenapa? Karena tujuan utama saya adalah mencari pekerjaan yang mana saya bisa nyaman bekerja di bidang itu dan jika perlu sesuai dengan passion serta latar belakang pendidikan. Saya sudah berkali-kali apply pekerjaan menjadi HRD, tapi tak ada perusahaan yang melirik. Itu mungkin karena saya kurang lihai membuat mereka tertarik. Tapi, dalam masa pengangguran itu, saya sadar ada sesuatu yang paling tidak bisa saya lakukan untuk mengisi kekosongan.

Akhirnya di titik terendah itulah saya kembali kepada-Nya. Alhamdulillah, saya dipertemukan kembali dengan dunia kepenulisan. Meski tidak langsung menembus jalur besar, tapi saya tetap bersyukur, inilah yang saya rindukan. Melalui wadah-wadah sharing kepenulisan indie, saya terus belajar mengasah keterampilan menulis. Saya pun mulai memberanikan diri untuk menulis draft buku walau pada kenyataannya sering menemui penolakan. Justru saya sangat bersyukur pernah ditolak sampai sepuluh kali mungkin ya. Berkat penolakan itu, akhirnya saya jadi tahu bagaimana sih menulis buku yang baik hingga bisa diterima di penerbit besar. Alhamdulillah, di sela waktu tak punya pekerjaan tetap itu, Allah juga memberikan saya tawaran untuk bekerja sebagai dosen muda di kampus dekat rumah (Parepare). Senangnya bukan main.

Jadi, untuk apa sih cepet-cepet putus asa? Kalo emang kita merasa susah nyari kerja di instansi umum, kenapa nggak mencoba menciptakan sendiri lapangan pekerjaan di bidang kreatif atau di bidang yang kita senangi? Kenapa harus melulu berharap pada orang lain?

Saya pernah sih merasa sangat malu. Saya belum pernah nyeritain ini tapi semoga bisa ngasih hikmah. Dulu saya sempat sangat malu mengetahui di belakang, orang tua sampai meminta tolong banget pada salah satu kerabat/saudara kami yang kebetulan bekerja di perusahaan asing agar menerima saya untuk bekerja di bagian HRD. OMG Hello, mau ditaruh di mana muka saya??!! Saya juga sering mendapat cibiran dari partner bisnis dan rekan kerja Bapak karena mereka tahu saya belum kerja waktu itu. Ujung-ujungnya, bantuan ortu pada saudara yang kaya raya itu tidak digubris. Saya merasakan dua sisi mata uang. Satu sisi merasa bersyukur karena kerabat tersebut tidak mendengar permohonan ortu dan di sisi lain saya merasa kok ya sama saudara sendiri gitu ya. Paling nggak ya paling nggak sih bilang apaaa gitu kalau memang nggak bisa. Yaa saya paham sih, orang yang kaya raya seperti dia tuh banyak yang kayak gitu. Tapi mbok ya jangan kebangetan sombongnya. Kalaupun saya waktu itu diminta kerja di perusahaan asingnya, saya juga sangat mungkin menolak tawaran itu. Kenapa? Karena saya merasa masih mampu berdiri di kaki sendiri.

Bukan berarti saya memilih masuk S2 karena nggak bisa nyari kerjaan lain setelah pindah ke Malang. Justru kepindahan saya ke sini sangat disayangkan oleh pihak kampus tempat saya dulu kerja. Mungkin bisa dibilang, sedikit lagi langkah saya baru bisa dapat tawaran dosen tetap. Namun, hati ini lebih memilih passion yang dulu hilang. Saya pengen jadi penulis di Malang. Di mana aja bisa sih. Tapi di Parepare kan akses toko buku nggak memadai. Trus, kalau mau update buku bacaan untuk nyari inspirasi tuh susah banget. Jadi, mungkin saja di Malang, impian saya akan tercapai. Eh, masya Allah, setelah di Malang, saya kemudian dapat banyak tawaran nulis dan jadi pemateri/pembicara. Walau "gaji" nya nggak konsisten, tapi saya merasa puas ketika bekerja di bidang yang saya sangat impikan dari kecil. Suatu bentuk kepuasan ketika bisa berbagi pengetahuan itu adalah hal yang luar biasa buat saya.

Emang sih, jadi penulis itu, gajinya sama kayak honorer, tiap enam bulan sekali. Setidaknya, saya tetap mensyukuri berapa rupiah pun yang saya peroleh. Saya juga bersyukur, setidaknya royalti yang ada bisa saya gunakan untuk sedikit membantu biaya kuliah meski sebagian besar jumlahnya lagi lagi dari ortu. Tapi, paling tidak, uang hari-hari, saya usahakan tidak meminta.

Kalau saja dulu saya nggak mencoba melihat ke dalam diri, mungkin sudah bunuh diri dari dulu. Naudzubillah deh. Jadi, sekali lagi, masalah apapun yang mendera, coba hadapi dengan bijak. Jangan berputus asa deh dari rahmat Allah. Saya sangat yakin, ketika kita mau berserah meminta pada-Nya, Allah pasti akan membantu kok. Pertolongan Allah itu sangat dekat, kawan.

Buat yang udah lulus magister, jangan sampai bertindak kayak si R itu. Kamu bisa kok mendapatkan pekerjaan yang layak asalkan kamu tetap yakin sama Tuhan. Allah itu Maha Mendengar dan Melihat. Jadi, sekecil apapun usaha yang kita lakukan, in sya Allah akan mendapat balasan yang lebih baik dari-Nya.

Semoga ngasih manfaat ya ^^

FIKSI: SADARLAH

Pagi-pagi sekali, kau sudah duduk di depan kolam sambil menyeruput es jeruk nipismu. 
Tak biasanya kau memilih es jeruk nipis.
Biasanya, kau akan menyeduh kopi luwak yang kau bilang itu sangat mahal.
Mengapa?

Oh, aku mengerti.
Hatimu sedang kecut, bukan?
Iya, kecut karena kau sedang memikirkan seseorang yang ternyata tidak mencintaimu.

Dulu, kalian adalah teman baik.
Dibilang pacaran juga tidak, dibilang adik dan kakak juga bukan.
Tapi, beribu pasang mata selalu memanahkan busur cemburu jika melihat kalian berbincang.

Dia, lelaki yang kau bilang dia begitu karena mencintaimu.
Cinta? Benarkah itu cinta?
Kau bilang, dia suka memujimu. 
Memuji itu kau anggap sebagai sinyal cinta.
Apa benar itu cinta?
Terkadang, kau harus paham bahwa pujian itu bisa saja hanya bermakna sebagai pujian.
Kau bilang, dia suka memberimu kado spesial.
Hadiah-hadiah istimewa itu kau tumpuk tanpa pernah kau buka karena terlalu sayang.
Seperti perasaanmu padanya.
Tapi, apa kau sadar bahwa terkadang memberi itu hanya bermakna sebagai memberi, tak lebih, tak kurang.

Setelah waktu berlalu dan kau tak lagi melihatnya, kau menjerit rindu.
Kau bilang, dia akan tetap mengingatmu.
Kau bilang, dia akan selalu berada di sampingmu, entah sebagai kakak atau sebagai sahabat, tak jelas.
Tapi ujungnya, impianmu dan dia membuat janji-janji dulu pudar seketika.
Dia pergi mengejar mimpinya ke selatan.
Dan kau, pergi ke timur untuk berpetualang mencari harta karun dambaan.
Lama sekali kau tak pernah mendengarnya bersuara walau hanya lewat sambungan kabel selular, bukan?
Lalu, apa kau masih yakin, dia masih mengingatmu?
Lalu, apa kau masih yakin, kau masih lebih berharga dari impiannya?
Lalu, apa kau masih yakin, dia akan kembali untukmu ketika kau meminta?
Mungkin tidak.
Mungkin kau belum sadar bahwa semua yang kau lalui dengannya hanya seperti bayang ilusi.
Not-not cinta yang pernah dia lagukan sebenarnya bukan sepenuhnya untukmu.

Sebentar.
Kau bukannya pernah bilang bahwa dia pernah cerita padamu.
Dia pernah menceritakan seorang gadis padamu.
Gadis yang diam-diam telah merampok perhatian dan perasaannya.
Tapi bodohnya, kau bersikukuh mengira itu hal biasa.
Apa kau belum sadar juga bahwa itu tandanya dia mencintai gadis itu, bukan kau.
Apa kau belum sadar juga bahwa itu bisa menjadi tanda kalau kau hanyalah sosok yang tak lebih spesial dari gadis itu, dari cerita ngalor-ngidulnya tentang cintanya itu.

Sudahlah.
Kau tak perlu lagi meragukan dirinya yang memang tidak pernah menyisihkan sehelai namamu dalam lemari hatinya.

Sadarlah.
Untuk apa kau memikirkan dia lagi?
Untuk apa kau mengharapkan kehadirannya sebagai sesuatu yang baru di masa nanti?
Sudah, sadarlah bahwa dia bukan takdirmu.
Sudah, sadarlah.... dia hanyalah bagian masa lalu
Sudah, sadarlah... maafkanlah segala salah pengertianmu terhadapnya dulu.
Dengan begitu, kau bisa tenang.
Dengan begitu, besok kau tak lagi menyesap aroma jeruk nipis, melainkan jeruk manis.
Dengan begitu, Tuhan pun akan memberimu jalan untuk bertemu dengan pengganti dirinya.

PRIA TAMPAN

Pria tampan, cewek cantik. Siapa sih yang nggak suka? Siapa sih yang nggak bakal klepek-klepek? Menyoal pria tampan, saya pernah menyukai beberapa pria tampan. Itupun saya juga nggak paham kenapa saya jadi suka sama dia. Mungkin karena saya kena batunya kali ya. Yang tadinya saya cuek-cuek aja, lama-lama teman-teman pake nympahin suatu saat bakalan suka sama pria tampan yang mereka maksud.

Kesempurnaan fisik itu adalah anugerah dari Pencipta. Tapi, zaman sekarang banyak disalahgunakan. Jadi, buat yang punya wajah "sempurna" gitu, kudu hati-hati majang foto di sosmed, bisa-bisa dimanfaatkan oleh oknum (orang yang tak bertanggung jawab).

Saya pribadi sebenarnya lebih suka dengan wujud seorang yang sederhana aja tapi rapi (baik itu cewek atau cowok). Mata saya ini paling sensitif kalau lihat orang pake baju blink-blink, seolah gemerlap dunia tuuuh ditemplekin semua di anggota badannya. 

Ketampanan itu ada enaknya juga sih. Pria tampan, pasti banyak yang naksir, lebih mudah mencari pekerjaan berbasis entertainment dan bisa jadi idola orang banyak. Tapi.... kelebihan kayak gini, menurut saya malah bisa menjadi malapetaka. -__- Saya nggak kebayang kalau saja nanti punya suami yang cakepnya kayak Kim Bum, Siwon atau Kim Jeong Hoon. Hedeuuuh.. pasti repot ngejagainnya dari mata liar cewek lain, kan?

Dari beberapa yang pernah saya sukai diam-diam, ada satu di antara mereka yang paling tampan. Yaaa malas juga nyeritainnya soalnya dulu udah pernah ceritain. Euum disingkat aja deh. Intinya kami sekampus, sering ketemu secara kebetulan, dia bukan cuman cakep tapi juga pinter. Sejak saya "disumpahin" bakalan suka sama dia, pas ternyata saya mulai suka diam-diam, saya jadi paham bahwa apa yang diamati dari bungkus luar tuuuh nggak selamanya bagus. Euum, dia memang baik. Tapi juga saking cakepnya, dia juga suka tebar pesona, hobi selfie dan kesannya dia tuh pilih-pilih teman. Saya aja sampai pernah dicuekin padahal pengen minta bantuan udah ndesak, tapi dia malah menawarkan bantuan buat orang lain. Ya sudah lah. 

Trus, belum lama ini, saya juga (kasarannya) hampir kena tipu. Saya dikenalin sama kerabat keluarga pada seorang pria. Dari fotonya sih emang tampan pake banget. Malah lebih tampan dari model-model yang pernah saya lihat. Cuman entah kenapa, saya jadi sanksi selama perkenalan itu. Untunglah semua kedoknya terbongkar setelah saya selidiki. Ternyata pria yang dikenalin ke saya itu aslinya bukan itu fotonya, melainkan itu foto hasil rampokan (foto wajah orang lain). Kok tega dan licik banget ya, manfaatin ketampanan orang lain untuk mendapat simpati cewek apalagi niatnya mau nikah.. hadooooh naudzubillaaah nggak lagi-lagi. Langsung saya delete deh dari hidup saya setelah tahu semuanya. Yaa kasihan juga jadinya sama pramugara yang fotonya dicuri sama pria itu. 

Waktu kenalan pun yang mana memang kami ini hampir bertemu, dia sempat nanya, gimana tertarik nggak dengan dia pas lihat dari wajahnya? Hhh.. haha, saya frontal bilang, biasa aja tuh, saya nggak lihat orang dari situnya. Dia langsung kikuk dan cari cara lain biar saya klepek-klepek. Hedeuuh mau ketemu gimana, wajahnya dari foto yang dikasih aja palsu.

Saya nggak bakal henti-hentinya berpesan buat temen-temen cewek. Please, jangan mudah terpancing deh sama kulit luar orang. Kalau ada seseorang yang ingin serius berkenalan (untuk tujuan menikah), maka kita wajib mencari tahu sedetil mungkin tentang dia. Kalau perlu, nyewa intel, heheh. Intinya, jadi cewek, jangan gampang kemakan rayuan deh ya. Kasihan dan eman.. emaan nanti kalau pada akhirnya ketipu trus dimintain ini itu hingga berujung kata goodbye alias ditinggal gitu aja. Duuuh.. naudzubillaaah!!

Punya suami tampan mungkin jadi impian sebagian besar cewek ya. Tapi bagi saya, apalah artinya sebuah ketampanan, kalo hatinya jelek, matanya jelalatan daaan hobi tebar pesona. Syukur-syukuuur gitu kalo ada orang yang punya suami tampan tapi mampu menjaga dirinya dengan baik.

CURHAT AJA

Boleh kan kalau saya curhat lagi?

Menulis itu memang bisa menjadi salah satu terapi. Satu hal yang saya ingat malam ini, novel. Iya draft novel yang sebentar lagi akan terbit itu sebenarnya adalah hasil dari terapi yang dulu saya lakukan. Yaaa meski memang hanya sebagian kecil cerita nyatanya, tetap saja dulu sempat bikin saya nyesek sendiri.

Selama menulisnya, teman dan sahabat di sekeliling pada sering nanyain, gimana kabarnya dengan tokoh utama laki-laki yang saya tulis dalam novel tersebut? Atau, pertanyaan sejenis yang mengarah pada maksud apakah saya masih berharap akan terjadi sesuatu atau saya justru telah benar-benar membuang "tokoh" itu jauh-jauh.

Sekarang semua telah berbeda. Walau takdir mengharuskan saya bermukim di Malang, tapi alhamdulillaah tak pernah ada tanda atau kejadian apapun yang bisa mempertemukan saya dengan tokoh tersebut. Toh, juga dia sedang tidak di Malang. Yaaa itu info terakhir yang saya tahu pasca KKN dulu.

Hehehe... maaf.. maaf... Saya nggak bermaksud mengingat-ingat ini untuk membuat diri saya galau maksimal. Saya juga tak ingin menyebut namanya. 

Memang, tak pernah ada sesuatu yang terjadi antara saya dengan tokoh tersebut. Tapi, apa yang dulu pernah tersurat dalam kenyataan, semua itu adalah ujian dari-Nya. Pertemuan itu adalah ujian pendewasaan diri. 

Bagaimana rasanya memendam perasaan selama bertahun-tahun. Bagaimana rasanya dicuekin dan tak dianggap oleh orang yang kita suka diam-diam walaupun itu kita adalah teman dalam sebuah forum. Bagaimana rasanya ketika tahu orang yang kita suka diam-diam ternyata justru mencintai orang lain dan orang lain itu berbeda keyakinan dengannya. Bagaimana rasanya.... Yaah... semua itu memang tidak saya ceritakan dalam novel. Malah sebaliknya. Saya menceritakan kebalikan dari hal-hal negatif yang pernah saya alami di kehidupan nyata. Itu siiih salah satu siasat agar terapi yang saya jalani dapat berjalan lancar.

Alhamdulillaah.. saya bersyukur pernah melalui proses tersebut. Saya bersyukur karena proses self-help therapy yang saya jalani mencapai titik hasil yang signifikan baiknya.

Sudah dua tahun dari 2012 lalu. Sekarang sudah 2014. Tak dirasa, dua tahun sejak move on alias bangkit dan meninggalkan rasa yang tidak jelas ini. Semua berubah total. Yang sama hanyalah pertanyaan-pertanyaan dari teman-teman yang memang ada pula yang tidak tahu kalau saya sudah tak lagi memendam perasaan pada tokoh tersebut.

Ada sebuah pepatah. Cinta itu boleh pergi ke mana saja. Tapi, cinta itu tahu ke mana ia harus pulang karena cinta selalu punya rumah.. Cinta pasti akan pulang ke rumahnya. 

Pepatah di atas ini, mungkin ada benarnya. Tapi, untuk saya sendiri, cinta itu ada di luar dan belum pulang-pulang juga. Ke mana yee? ehehe. Saya yakin, tokoh tersebut bukanlah rumah yang hendak saya tuju dan tinggali. Begitu juga sebaliknya, saya bukanlah rumah yang akan dituju serta ditempatinya. Kalau disuruh untuk berubah pikiran kembali menumbuhkan harapan padanya, itu tidak akan saya lakukan. Kenapa? Masa lalu biarlah terbingkai rapi di atas rak masa lalu. 

Setelah dua tahun lamanya, novel yang penggarapannya pernah saya harapkan, akan terbit juga. Ending dan sebagian kisah lain di dalamnya memang fiktif alias tak nyata. Saya menuliskannya bukan karena saya berharap akan berakhir demikian. Saat memutuskan endingnya pun, saya harus melawan ego sendiri, mencoba untuk tidak memungut kembali masa lalu. Jadi, jika ada yang bertanya, mengapa endingnya seperti itu. Itu murni dari hasil pemikiran objektif. Tapi jika masih ada yang menganggap itu adalah suatu harapan baru, terserah orang mau bilang apa, itu hanya fiktif yang mungkin tak akan pernah nyata. Lagipula, cuman novel. Jangan terlalu dihayatin akan kenyataan, hehehe.

Aaah.. sudahlaah.
Jika ada yang bertanya, apalah jadinya jika saya dipertemukan sekali lagi dengan tokoh tersebut? Kalau memang ditakdirkan bertemu di jalanan, itu hak Allah. Tapi yang jelas, masa lalu tak berhak sepenuhnya menentukan apa yang akan menjadi masa depan. Ketemu lagi? Cuek aja. Kalau perlu, saya berharap, saat bertemu lagi, masing-masing dari kami sudah memiliki pendamping. 

Selamat tinggal...

JUST HAPPY

Aku tak lagi mencari-cari
Tak lagi bertanya-tanya
pada rumput yang bergoyang
pada angin yang kempis kembang

Sekarang, hatiku bahagia
Meski kekasih halal belum ada
Meski pribadi ini sederhana saja
Tak banyak gaya
Tak banyak kata

Di luar sana
Aku menerawani dunia
Tak ada artinya dunia jika tanpa ridha-Nya
Allah, peluklah aku dengan cinta
Allah, Engkaulah yang membuatku damai sentosa

Meski tak pernah ada seorang pujangga yang menyematkan namanya di dada
Meski tak pernah ada mantan yang membuat tangisku makin dahaga
Meski tak pernah kukecup kenikmatan semu yang kata orang itu sempurna
Bukan... bukan itu yang kupinta
Aku tahu, aku merindunya
merindu dia yang entah siapa
tapi, aku tahu Allah kan pertemukan kita
suatu ketika
dan, bersemilah cinta

Aku tak lagi merana
dengan bayang-bayang ilusi cinta
Aku bahagia
dengan begini, aku bahagia
Apa adanya
Karena Allah senantiasa menyerta
dalam doa
dalam bait-bait cinta-Nya kuhaturkan asa


UCAPAN SELAMAT BUAT SAHABAT

Alhamdulillah wasyukurilah...

Satu per satu teman-teman sudah pada nikah, terutama yang cewek-cewek. Sahabat kental saya Nawira, akan menyusul lagi teman SMA juga si Imha, lalu kemarin Ria Hidayah si temen blogger dan masih banyak lagi.

Alhamdulillah... terima kasih Allah, Engkau telah mempertemukan mereka dengan pasangan hidup masing-masing. Saya pribadi mengucapkan congratulation buat mereka semua. Semoga bisa menjadi keluarga Sakinah, Mawaddah dan Warahmah. Mudah-mudahan rumah tangga mereka senantiasa diberikan keberkahan dan ketentraman, aamiin aamiin.

Bahagia rasanya meski secara fisik emang kagak bisa nongol langsung ke acara nikahan mereka tapi doa ini in sya Allah akan selalu menyertai mereka.

Hayo, siapa lagi niiih sahabat yang akan menyusul? Semoga diberi kelancaran yaa sama prosesnya aamiin.

Saya? Kalian nanya, saya kapan? Hehehe... saya lagi-lagi cuman bisa jawab in sya Allah kalau Allah sudah berkehendak. Bukan berarti saya kuliah lagi lalu nunda nikah, nggak. Cuman untuk tahun ini emang mungkin saja, waktunya bleum tepat karena urusan kuliah yang baru akan dimulai. Jadi, saya pasrahkan saja sama Allah. 
^__^

JANGAN KESERINGAN MENJUDGE DIRI SENDIRI

TERPURUK. UNDERDOG. GUILTY. ANGRY. SADNESS. Pasti semua orang pernah merasakannya. Dan, kata-kata negatif ini menginspirasi saya untuk menulis blog saat ini.

Barusan saya nonton infotainment. Berita tentang perceraian seorang artis muda yang pernah terlibat masalah "kejiwaan". Kalau nggak salah, dia juga anak psikologi. Tapi... dia juga manusia biasa sama seperti lainnya. Dia pernah mengalami gangguan pada jiwanya. Saya yakin, kalian pasti paham siapa yang dimaksud.

Masa-masa terpuruk juga pernah saya alami. Dulu, ketika kecil, saya adalah seorang anak ingusan yang pernah di-bully oleh lingkungan pergaulan. Tentu nggak ada yang mau terus-terusan jadi korban bullying dari TK sampai SMA, bukan? Ketika SMA, saya pernah mengalami underdog feelings. Saya hampir putus asa, hampir minggat dari rumah, hampir terpikir untuk bunuh diri. Dan, masalahnya hanya satu: bullying. Saya jengah dan jenuh melihat tindakan teman-teman yang suka jahil terhadap saya. Mau punya prestasi atau tidak, mereka tetap menganggap saya korban paling "enak" untuk diuji, karena kepolosan dan kesabaran yang saya miliki. Begitu kata mereka.

Namun, keputusasaan itu lenyap seketika saya menyadari betapa saat itu saya lupa pada Allah. Betapa saya lupa menyadari, masih ada orang-orang dan sahabat yang menyayangi meski tidak banyak.

Ketika kita larut dalam alam kesedihan, pikiran dan perilaku juga akan terpengaruh. Kita tak dapat berpikir jernih, sulit mengambil keputusan, inginnya memutuskan sesuatu dengan jalan pintas, menganggap sekeliling adalah sama buruknya dengan hal yang dialami, merasa tidak ada yang peduli, merasa semuanya menjauhi kita padahal kita sendiri lah yang menciptakan jarak dalam kesunyian. Parahnya, kita malah sering memberikan sanjungan negatif pada diri sendiri dengan kata caci/maki seolah kita sudah tak cinta lagi pada diri ini.

Kesedihan itu adalah emosi yang normal. Tapi, jika sudah berlebih dan larut ke dalamnya, itu akan menjadi pembunuh bagi diri sendiri. 

Ketika membaca blog artis tersebut, saya mengamati mayoritas isinya menguarkan aroma negatif terhadap diri sendiri. Ada kalanya menyanjung diri setinggi-tingginya dan ada momen di mana dia mencaci diri hingga berani menjudge bahwa dirinya adalah seorang yang "depresi".

Apakah kalian tahu? 
Betapa aneh, banyak orang yang merasa enjoy ketika menyebut dirinya frustrasi atau depresi
Betapa aneh, banyak orang yang bangga menjadikan kata-kata itu sebagai julukan untuk dirinya dan orang lain
Padahal, seorang pasien yang jelas-jelas menderita depresi ringan, menengah hingga berat saja tak ingin di-judge begitu
Mengapa?
Sebab pasien tersebut paham, betapa buruknya kata itu: depresi
Ahhh... sudahlah!
Tak perlu men-judge diri sebagai pribadi depresi
Karena biasanya pasien depresi tak akan sudi menerima bahwa dirinya depresi
Tak perlu laah men-judge diri sebagai pribadi depresi
Itu hanya akan membuat jiwamu stuck dalam lingkaran setan tersebut

Ketika kita merasa sedih
Sebutlah nama-Nya
Jangan terlalu lama menyelam dalam lautan negatif
Bukalah jendela dan pintu rumah kita
Lihatlah, betapa hari ini dan esok sangat indah daripada apa yang kita terka

Kau tahu?
Berbicara pada diri sendiri itu cukup perlu
Saat kita sedang introspeksi
Saat kita sedang menyesali kesalahan diri
Tapi, takarannya tentu tak boleh berlebih
Berbicaralah pada diri sendiri dengan kalimat positif
Bukankah Tuhan mengajarkan kita untuk tak putus asa?

Kalo diri kita berbuat salah, memang tak ada salahnya introspeksi dan menyesali. Namun, jangan pernah menyalahkan diri. Saat terkena musibah, ingatlah bahwa Allah tuh sedang ngasih ujian buat diri kita biar bisa naik ke level yang lebih tinggi. Diri kita juga butuh dipuji tapi juga jangan berlebihan. Semua kudu seimbang ya.

Oh ya, jangan lagi pake kata depresi buat unjuk-unjukan, julukan apalagi ejekan. Kalo belum paham apa itu depresi, tentu kita nggak akan mau disebut apalagi dicaci atau mencaci diri sendiri sebagai orang "depresi". Arrrghh mengerikan!

CERITA LEBARANKU

hehe ini kostumku pada saat lebaran hari pertama di Malang
Bergonya kegedeaan tapi gak papa lah ya yang penting masih syar'i hihi
Hampir seminggu off dari sosmed berhubung kemarin lebaran dan sekalian bertandang ke Madiun. Bukan Madiun kotanya sih tapi lebih tepatnya Desa Setren, Maospati, yang masuk ke kompleks Kopaskas itu looh (ada yang tau nggak ya? hihi).

Lebaran pertama, kami full seharian di Malang. Keluarga besar termasuk Mbah-Mbah pada berkunjung ke rumah. Yaa maklum laah ya rumah baru dan perabotnya juga udah penuh jadi itung-itung biar mereka juga tahu kami tinggalnya di sebelah mana (nggak jauh juga sih dari rumah Mbah di Sawojajar Gang 7).



Di rumah, Mama masak Coto Makassar (soto daging sama coto beda looh ya). Coto Makassar itu pake campuran bumbu kacang tanah yang diblender sampai halus beserta rempah lainnya. Sementara saya sendiri (karena nggak makan daging) jadi saya masak opor ayam sepanci kecil aja. Alhamdulillaaah lumayan laah ya, daripada saya nggak makan -__-.

Rumah Mbah yang di Ds Setren. Aslinya luaaas banget termasuk pekarangannya
tapi emang sengaja nggak pernah direnovasi jadi interiornya pun juaduul banget

Lebaran kedua, kami berlima menuju Setren, rumah ortunya Mama dan adik-adiknya. Sama dengan Bapak, Mama itu juga anak sulung dan punya banyak saudara/adik. Kami menuju ke Madiun melewati jalur biasanya. Niatnya kan pengen lewat Kertosono, naaah ternyata di tengah jalan, polisi mengalihkan jalan ke arah lain. Ini sih diduga karena udah terjadi kemacetan di Kertosono sana. Ya udah deh, akhirnya pas baru nyampe Kediri, kami muter-muter kebingungan nyari jalur lain. Setelah sampai Nganjuk pun, macetnya makin parah. Untunglah ada jalan tikus yang nerabas ke daerah Bagor. Nggak tahunya kami nyaris tersesat karena Bapak nggak pernah lewat jalur pedesaan kecil kayak gitu. Tapi untunglah jalanannya sepi dan kami bisa bertanya sama penduduk sekitar selain mengandalkan papan penunjuk arah. Nyampe Madiun akhirnya sore hampir jam lima an gitu lah (padahal berangkatnya jam 7 loooh). Amazing! Perjalanannya melebihi waktu target biasanya. 

Di tengah jalan pun kedua adek saya pada mabuk, muntah-muntah. Saya mah slow nyantai aja tapi suka ngantuk dan masuk angin karena terpapar AC mobil. Untung bawa bantal (si ijo) jadinya bisa nutupin badan biar sedikit lebih hangat hehehe.

---

Sesampai di Setren, kami nggak jalan ke mana-mana juga sih. Cuman nyambangin sanak saudara yang bejibun jumlahnya, yang memang tinggalnya semua yaaa di desa itu juga.

Adik sepupu si Chomel Ratna, saya bawain Cielo Cokelat dari Malang 4 kotak. Ehh nggak tahunya, yang lain pada suka. Sayangnya kata Mas dok Bram belum ada reseller di Madiun jadi kalo mau pesan dari sana masih susah. Ragu juga sih kalo ngirim via paketan gitu, takutnya cokelatnya ancur ketindih nanti. Cokelat kurmanya enak, semua pada suka, besok paling udah ludes sisanya :D

----

Saya nggak mau banyak cerita sih jadi di-skip aja wes ya pas pulang ke Malang. Nah, pas balik ke Malang, kami ngelewatin jalur Selatan. Tepatnya melewati Ponorogo-Trenggalek-Tulungagung-Blitar-Malang (Kepanjen). Agak lebih jauh sih tapi maknyus banget dah lancar jayaaaa dan nggak ramai juga.

Meskipun kondisi jalannya sangat mendukung, sayangnya di pertengahan jalan pas di Ponorogo mau ke Trenggalek gitu, kami mengalami kecelakaan. Mobil kami ditabrak sama pengendara sepeda motor dari belakang. Bamper belakang sebelah kanan lumayan parah beset-beset sampai cat-nya ngelupas gitu. Yang salah pun juga si pengendara Bapak itu. Udah tahu di belakang dan depan banyak mobil, dia malah ngotot mau nyalip dari belakang. Nggak tahunya nyerempet mobil kami akhirnya sampai anak perempuan yang diboncengnya pun terjatuh ke aspal. Pas anak ceweknya itu berdiri, kakinya sampai pincang gitu. Malah Bapak itu meringis cengengesa nggak jelas. Karena jalanan sempit dan rame, kami memutuskan untuk jalan terus. Nggak ada spot juga buat berhenti ngurusin permasalahan tadi. Ya sudah, dalam hati, kami stay woles aja daaah, yang penting kami baik-baik saja dalam mobil.

Trus beberapa menit kemudian, ada lagi mobil dari arah berlawanan gitu kenceeeeeng banget. Trus mobil itu tuh udah keluar dari garis putih pembatas jalan. Kami pikir spionnya yang patah, nggak tahunya spion mobil kami yang lepas kap penutupnya -__-. Kami baru menyadarinya ketika udah mau nyampe Malang, ngetem bentar shalat di masjid. Hedeeeuuuh parah banget udah yang bamper belakang tuuh. Kalo spion yang ketabrak siiih untung cuman kap tutupnya yang terbang melayang, setidaknya masih bisa diganti (ya semoga saja bisa diganti penutupnya).

Miris..miris..miriiiisss.... Ini nih, kalo arus mudik begini, kita kudu berhati-hati di jalan. Yang lebih membahayakan itu bagi pengguna kendaraan motor. Kalo kecelakaan kayak tadi kaan malah lebih mudah membuat nyawa orang melayang. Saya nyampe rumah aja masih kepikiran si anak cewek tadi. Duuh kasihan, masih anak-anak gitu, ortunya juga ngeyel, nggak cerdas bawa motornya, akhirnya si anak jadi korban. Masih untung loh ya di belakang mereka kagak ada yang nabrak si anak itu pas jatuh. Coba kalo ada mobil yang ikutan nyalip, hedeeeeh gak kebayaaang deh kalo harus ada pertumpahan darah di waktu itu juga.

Oke deh cukup sekian cerita lebaran saya. Gimana denganmu? 


Minal aidzin wal faidzin mohon maaf lahir batin yaa bloggers ^__^