Pages

RAMADHAAAAN TIBAA

Alhamdulillah masih diberi umur dan kesempatan untuk bergabung dalam bulan yang suci nan berkah ini. 

Dosa dan kesalahan saya banyaaaak banget ya Allah. Semoga di Ramadhan tahun ini bisa meng-upgrade kualitas diri dan akhlak jadi lebih baik lagi. Semoga selepas Ramadhan, kebaikan yang dijalankan dapat terus berjalan. Bisa istiqamah maksudnya, aamiin... aamiin...

Belajar dari insiden kemarin, mungkin tahun ini jodoh saya memang belum waktunya untuk dihadirkan. Lagipula, tahun ini saya juga baru mendaftar program profesi. Saya yakin maksud Allah ini adalah tanda pemberian waktu luang bagi saya untuk kembali inrospeksi. Insya Allah, saya berharaaaap banget ya Rabb, usia 25 tahun 2015 mendatang bisa nikah. Bukan karena "ngebet". Saya ingin menyempurnakan separauh agama, ingin menjalankan sunnah Rasul-Mu dan visi saya, membuka lembaran peradaban baru didasarkan niat lillahi ta'ala dengan berbagai misi bersama menuju surga. Nggak mudah memang. Tapi, insya Allah, saya lagi belajar parenting nabawiyah juga. Alhamdulillah, ada adik tingkat yang mau share beberapa ilmu yang diperolehnya mengenai hal tersebut. Semoga nggak sia-sia ya Rabb.

Kalau insya Allah tahun depan ada ikhwan yang benar-benar hanif agama dan akhlaknya datang meminta secara baik-baik, saya sudah siap. Tapi memang risikonya, saya masih kuliah. Saya juga belajar dari kakak-kakak tingkat dan murabbi saya yang sementara masih kuliah udah nikah juga. Sulit? Iya, karena harus bagi waktu. Apalagi, seandainya Allah ngasih jodoh orang yang kerjanya di luar kota Malang. Harus LDR? Yaa wallahu 'alam... semoga Allah ngasih petunjuk-Nya. Kalaupun Allah ternyata mendatangkan jodoh saya selepas lulus S2, itu berarti nunggu 2,5 tahun, minimal ketentuan HIMPSI segitu dan usia saya sudah beranjak 27 tahun menjelang 28. Ya Rabb, mudahkanlah niat awal ini. Usia 25 tahun pengen nikah. Pengen belajar dan menerima tantangan serta amanah yang lebih besar lagi. Aamiin

RASA TAKUT PADA ANAK

Assalamu'alaikum

Menjawab request-an berikutnya yaitu dari Mak Dhona Chandra. Mohon maaf bila terlambat karena lappy baru sembuh.

Oke, pertanyaan dari Mak Dhona seperti ini: 

Mak...bahas gimana supaya anak gak suka takut...misal sama hantu dan lain-lain.Dirumah sih gak suka nakut-nakutin, tapi di sekolah banyak temannya yang suka cerita hantu gitu. Mo disegerakan menempati kamar sendiri tanpa harus ditemani dulu Mak

Jadi, langsung saja ya jawabannya.

Eum, kalau dari artikel dan buku yang pernah saya baca, rasa takut pada anak atau pada orang dengan usia berapapun itu merupakan hal wajar. Rasa takut ini bahkan sangat dibutuhkan sebab merupakan salah satu bagian dari ekspresi emosi yang alamiah pada seorang manusia. Dengan rasa takut, manusia bisa lebih waspada dan juga sebagai sirine untuk bertindak melindungi diri dari kecaman bahaya pemicu rasa takut itu. Kalau ada orang yang nggak pernah merasa takut, berarti emosinya perlu dipertanyakan.

Namun, rasa takut atau ketakutan ini akan berbahaya apabila tidak tertangani. Jika ketakutan itu makin berlanjut, bisa jadi, si anak malah akan mengalami fase fobia (rasa takut yang tidak wajar).

Sebenarnya, masih ada banyak hal atau data yang perlu dikumpulkan mengenai detil ketakutan yang dialami pada anaknya Bunda Dhona. Kalau dari tulisan beliau di atas, Di rumah nggak ada yang suka nakut-nakutin tapi di sekolah banyak temannya yang suka cerita hantu. Nah, dari sedikit penjelasan ini, bisa ditarik problem bahwa rasa takut yang dialami si anak ini disebabkan oleh adanya penularan dari lingkungan.

Teman-teman anak di sekolah suka ceritain soal hantu, nakut-nakutin atau ngagetin dari belakang atau bentuk lain, jika ini terjadi berulang-ulang dan terus-menerus dalam periode panjang, maka orangtua kudu waspada terhadap rasa takut pada anaknya.

Kalau virus dari teman-temannya itu udah sering dibawa ke dalam rumah. Di rumah pun si anak suka takut-takut sendiri atau berperilaku seperti orang dengan sindrom paranoid, bisa jadi ini tidak wajar. Cara untuk mendeteksinya, sangat mudah. Tinggal diobservasi aja perilaku anak setiap hari di rumah dan di tempat lain. Kalau sudah ada indikasi adanya rasa takut yang tidak wajar, ortu harus bertindak cepat. 

Misalnya nih, di sekolah, si anak ini suka ditakut-takutin pake karet gelang, balon, bola atau benda-benda nyata lainnya, lalu saat anak melihat kembali benda-benda tersebut di rumah dan sama takutnya saat di sekolah, berarti ada pertanda rasa takut anak disebabkan oleh trauma pada benda-benda tertentu. Kalau anak takut karena suka diceritain soal hantu atau sesuatu yang tak bisa dilihat secara kasat mata, ini juga kudu diwaspadai karena ketakutan pada hal yang tak nampak malah bisa mempengaruhi fungsi lain kayak pendengarannya juga. Eum maksud saya, hantu itu kan gak nampak di mata. Tapi, kalau orang udah takut hantu, biasanya juga malah jadi sensitif dan curigaan pada suara-suara. Khawatirnya, malah berkembang sebuah halusinasi.

Solusinya gimana? Tentunya peran orangtua sangat dibutuhin. Caranya dengan memberikan dukungan dan empati. Kalau si anak sudah memunculkan tanda-tanda ketakutan, ortu kudu gesit, tanyakan pada anak, apa sih yang bikin dia takut. Kalau dia nunjuk sesuatu yang menjadi sumber ketakutannya, coba dicek dulu, benda atau hal macam apa sih yang ditakutin. Kalau itu bukan sesuatu yang berbahaya, coba pelan-pelan dijelasin pada anak itu tuh nggak apa-apa. Kalau perlu, dekatkan dia pada sumber rasa takut tersebut agar bisa mencermati dan menyelidiki sendiri, sebenarnya apa sih itu. Kalau anak enggan kompromi, jangan paksa anak untuk menjelaskan.

Ortu juga sebaiknya jangan menambah-nambahi atau memperburuk situasi. Biasanya ortu kan suka tuh ngelarang-larang anak ini itu. "Eh, jangan main kucing, ntar digigit. Eh, Adek jangan lari-lari, ntar jatuh, ntar dikejar hantu loh!" Perkataan persuasi negatif kayak gini sebaiknya kalau bisa jangan dilakukan.

Cara selanjutnya, kalau si anak udah takut keluar rumah karena ingin menghindari hal yang ditakuti, coba kasih waktu anak untuk rehat dan tenang sejenak. Setelah itu, pelan-pelan latih anak untuk mengurangi rasa takutnya. Contoh kecilnya, kalau awalnya anak juga takut ke kamar mandi sendiri, nggak apa-apa, ortu menemani sekali dua kali. Tapi, selanjutnya, pas nganterin anak ke kamar mandi, coba pelan-pelan tinggalin dia sendiri. Besoknya, coba ajarkan anak agar dia ke kamar mandi sendiri. Bisa dengan cara menjelaskan dulu bahwa di kamar mandi atau di ruang manapun dalam rumah itu tuh nggak akan membahayakannya. Baiknya lagi, mengajarkan dengan cara memberi contoh. Jadi, ortu ngasih contoh real perilaku kepada anak. MInta anak untuk menyimaknya dengan tenang. Ini memang tidak bisa sekali, tapi kudu telaten, sabar dan berkali-kali.

Selain itu, pastikan untuk selalu bangun komunikasi yang lancar dan positif pada anak. Kayak contoh tadi, jangan suka melarang-larang anak untuk melakukan ini itu. Kalaupun si anak punya dorongan untuk melakukan hal yang benar-benar berisiko/berbahaya, jangan pakai kalimat larangan, tapi ganti dengan kalimat positif.

Selanjutnya, jangan membatasi ruang gerak anak. Jangan mentang-mentang dia takut terus nggak mau diajak jalan-jalan keluar rumah dan ortu juga ikut-ikutan mengiyakan. Besok-besok, ketika emosi anak sudah mereda, ajaklah ia untuk lebih mengenal dunia luar. Sebaiknya jangan terlalu lama mengajak anak keluar rumah. Kalau terlalu lama, biasanya risiko mengalami hal membahayakan malah lebih mungkin terjadi. Yaa secukupnya saja waktunya.

Apabila cara-cara yang saya uraikan ini belum membantu, dan anak masih saja mengalami ketakutan yang makin tak wajar, maka sebaiknya ortu segera mengontak ahli terdekat dalam kota. Segera konsultasi dan bawa anak ke dokter, psikiater atau psikolog terdekat untuk memastikan atau mengetes apakah ketakutan anak sudah berkembang pada fase fobia ataukah belum/tidak. 

Nanti setelah dikroscek atau dites dan di-anamnesisi, psikiater atau psikolog akan memutuskan dengan menawarkan treatment yang tepat untuk si anak tersebut. Kalau sudah ada kecenderungan fobia, biasanya akan dikasih treatment CBT (terapi kognitif-behavior) untuk "menyembuhkan" fungsi kognitif, psikis dan perilaku anak dalam keadaan normal kembali. Kadang ada juga sih yang pakai hipnoterapi, cuman itu masih langka dan tidak sembarang psikolog yang bisa ngasih. Biasanya memang ada ahli hipno dengan gelarnya tersendiri. Atau mungkin akan diberi alternatif solusi lainnya, semua tergantung pada kondisi atau tingkat keparahan problemnya.

Jadi, Bunda Dhona, kalau mau lebih jelas lagi, jika memang cara-cara minimalis tidak dapat cukup membantu, maka lebih baik, segera bawa langsung anak ke psikiater/psikolog ya agar bisa lebih jelas dan tahu, kira-kira anak harus diberi terapi atau gimana-gimananya.

Mohon maaf bila ada kekurangan karena masih tahap belajar. Terima kasih :)



Best regards,





LIBURAN KE DESA

Hari Minggu kemarin, kami sekeluarga (berlima) pergi nyambangin Mbah putri dan Mbah kung ke desa (ortu Bapak).

Desa Gajahrejo. Bener-bener gunung, jalanannya masih banyak yang belum diaspal, nanjak, jalannya sempit bingit dan di sepanjang jalan hingga desa itu buanyyyaaak banget kebun tebu.


Dulu, saya pernah ke sana, waktu keluarga Bapak belum pindah ke kota seperti sekarang. Dulu... kalau tidak salah SD apa SMP gitu saya ke sana, pas libur lebaran. Haha, beneran jadi anak desa. Mandi di kali, tidur di gubuk, maen di lapangan, nimba ke sumur. Kalau hujan, parah banget, karena tanah, jadi pada becek berlumpur.

Ini penampakan rumah Mbah di Desa. Mungil kan, tapi kiri kanan belakang itu tanah kebun semua, ada si embek kambing juga di sebelah kiri rumah tapi gak saya foto hehe

Kemarin untuk ketiga kalinya saya ke sana setelah libur lebaran tahun-tahun lalu sudah ke sana.

Mbah tuh kadang nginap di desa, kadang juga di rumah paman di Sawojajar 1. Di desa, Mbah masih punya tanah dan aneka macam tumbuhan di kebunnya. Ada singkong, ubi jalar, kopi, cokelat, tanaman untuk bahan pembuatan minyak wangi (saya lupa namanya), salak, tebu dan lain-lainnya. 

Ortu Bapak gak jauh beda sama ortu Mama. Mereka alhamdulillah masih hidup semua. Mereka juga sama-sama petani. Mbak di Madiun (ortu Mama) juga masih punya tanah, rumahnya masih rumah jadul yang bener-bener jadul, masih punya lahan kebun macem-macem.

Positifnya, kalo mau makan ubi, singkong dan lain-lainnya, gak perlu beli. Tinggal minta dan petik sendiri aja :D hehe. Trus, hasil kebun mereka juga kadang masih dijual gitu. Mereka juga punya ternak kambing. Kalo di Mbah Madiun, dulu masih punya sapi, tapi udah diopeni sama orang lain karena Mbah di Madiun fisiknya gak begitu kuat lagi.

Mbah di Malang ini subhanallah sekali masih kuat kerja. Mbah kung gitu sering banget bantuin nguli di rumah (rumah kami di Malang kan masih belum selesai pembangunannya). Beliau nggak pernah ngeluh, paling capek doang atau masuk angin, tapi besoknya ngebun lagi. Betul juga sih kata para orangtua, kalo diem aja gak ada kerjaan malah bisa bikin sakit. Makanya gerak dong! :D hehe

Di desa, kami juga masih punya banyak kerabat. Alhamdulillah masih pada sehat. Dan, semoga seterusnya demikian ya :) aamiin.

Bedanya Mbah di Malang dan Madiun, kalo Mbah di Malang, aku pribadi jarang dikasih sangu hehe. Biasanya sangu hasil kebun, bukan uang. Tapi, kalo Mbah di Madiun, tiap ke sana masiiiih aja suka ngasih sangu, walau saya udah segede ini, Mbah kung Madiun muaraaah besar kalo saya nolak pemberian uang dari beliau. Duuuh, antara malu dan gak enak juga. Tapi, Mbah tuh bakal marah dan keukeuh buat ngasih, jadi akhirnya saya terima juga. Tapi, tetep bagi sama adek juga hoho. Kalau dulu waktu Mbah Madiun masih suehaat bugaar, Mbah kung ngasih sangunya gede banget, hehehe... sampe pernah ngasih sekian gitu saya pake sebagian buat ongkos kuliah hehe. Mbah.. Mbah... tetep ya nganggap saya ini cucu "kecil" yang kudu disangoni. Tapi bukan duitnya yang saya banggain, melainkan kerja keras dan kebaikan serta perhatian mereka semua.

Setelah 2010 lalu, saya kehilangan Mbah sepersusuan yang dekeeet bangeeeet sama saya daripada yang lain, sekarang saya masih bersyukur, masih bisa lihat Mbah dari kedua orangtua. Masih bisa maen-maen sama mereka, curhat-curhat kepo gak jelas. Mereka itu juga teladan yang baik. Kalau oma-opa jaman sekarang banyak yang rewel dan njelimet, mau ini itu, naah mereka tuh beda. Mbah-mbah zaman dulu kayak Mbah kami tuh karena terbiasa hidup sederhana, jadi gak neko-neko. Kadang, saya kasihan juga kalo liat di rumah mereka makan cuman itu-itu doang. Saking sederhananya looh, makan puhung aja udah alhamdulillah walau sebenarnya mampu banget beli ini itu. Kadang, kalo Mbah mampir ke rumah, terutama Mbah kung, saya masakin apa aja deh yang ada, biar mereka gak cuman makan itu-itu doang. 

Heuum.. insya Allah, libur lebaran nanti, kami bakal berbondong-bondong silaturahmi ke desa lagi hoho.. Ampuuuun yaaa silaturahminya itu door to door, mulai pagi sampeee terbenam matahari masih lanjut saking banyaknya kerabat. Pada disambangi semua. Tapi, saya selalu wanti-wanti ngurangi makan "jajan" soalnya pada manis kan. Nah, saya kalo bertamu, selalu minta air putih doang, daripada minum fanta, sirup atau sejenisnya, paling cuman sekali, abis itu di rumah selanjutnya nggak.

KONDISI PSIKOLOGIS ANAK KORBAN PERCERAIAN ORTU

Ini adalah request dari Bunda Arifah Abdul Majid.




Jadi pertanyaannya:
  1. Gimana kondisi psikologis anak yang orangtuanya bercerai?
  2. Sejauh mana orangtua (khususnya sang mama agar bisa berperan sehingga kondisi psikis anaknya bisa tetap baik?
Well, kita coba bahas satu per satu ya.

Kebetulan, skripsi saya dulu temanya tentang perceraian. Salah satu subjek saya adalah seorang ibu single parent sama sepreti Bunda Arifah ini. Subjek saya itu tidak menikah lagi karena usianya telah menginjak 40 tahun. Jadi, saya coba membahas permasalahan Bunda Arifah dari pendekatan penelitian saya ya. Kurang lebih tidak jauh berbeda.

Dari hasil penelitian saya, bagi pasangan yang bercerai kemudian telah memiliki anak, maka anak digolongkan sebagai korban. Proses perceraian ini akan sangat memberi pukulan telak pada kedua belah pihak. Sementara anak, jika ortunya bercerai di usianya bayi, maka anak tersebut tentu tidak tahu menahu dan baru aka nmenyadari ketika remaja. Jadi, beban pikiran anak terhadap perceraian ortunya setelah ia tahunya pas remaja itu tidak terlalu berat dan besar. Beda jika ortu si anak bercerai ketika ia telah berusia remaja. Kondisi emosional mereka yang notabene sudah labil, akan semakin tidak terkendali ketika ortunya bercerai, apalagi perceraian tersebut tidak berlangsung secara baik-baik. 

Situasi yang kacau ini akan memberi efek frustrasi hingga depresi bagi si anak. Ke depannya, anak akan membuat definisi mengenai siapa figur ibu dan siapa figur ayah. Misalkan, si anak tahu kalau sang ayah yang menceraikan ibunya dan sering terlibat pertengkaran atau "peperangan fisik" dengan sang ibu, maka anak akan mendefinisikan seorang ayah sebagai seseorang yang tega dan semena-mena terhadap perempuan. Maka, belief yang berkembang tersebut akan terus mengendap dan terinstal dalam otak si anak dan bisa mempengaruhi sikap dan perilakunya terhadap figur laki-laki. Sama halnya jika ibunya yang ada di posisi menggugat cerai lalu si anak lebih memihak pada ayahnya, anak pun akan mengembangkan ketidakpercayaan terhadap sang ibu karena dianggap jahat terhadap sang ayah.

Untuk masalah yang terjadi selama proses penyesuaian ini jauh lebih rumit dan complicated dibandingkan saat proses perceraian. Masalah penyesuaian yang menempati rating paling tinggi berdasarkan banyak penelitian itu adalah masalah dalam proses penyesuaan diri terhadap trauma emosional. Ini berlaku bagi ortu (pihak yang bercerai, terutama perempuan/ibu/istri) dan anak. Kondisi emosi orangtua yang down juga akan memberi pengaruh pada kondisi emosional sang anak (terutama mereka yang udah remaja dan tahu bahwa ortunya cerai/menyaksikan sendiri perceraian ortunya). Biasanya ditandai dengan perasaan bersalah, sedih yang berlarut-larut dan kecewa. Jika tidak teratasi, akan berlanjut pada fase depresi. 

Kalau untuk anak yang ortunya bercerai ketika ia masih bayi, kondisi emosionalnya tentu beda-beda tiap individu. Kalau pada masa bayi, tentu kita nggak bisa mendiagnosa atau memprediksi gimana sih kondisi emosionalnya waktu ortunya cerai. Pun dengan anak yang masih dalam rentang usia kanak-kanak, mereka pun masih belum paham.

Biasanya, mereka baru akan bertanya saat udah remaja. Sederet pertanyaan tentang siapa ayah/ibunya, kenapa nggak tinggal dalam satu rumah, kapan bercerai, kenapa bercerai dan lainnya akan digemborkan. Jadi, untuk mengantisipasi drop-nya emosional mereka, ortu hendaknya membicarakan perihal perceraian tersebut terhadap sang anak secara baik-baik. Yakinkan bahwa mereka tetap punya ibu dan ayah, walau sudah pisah rumah, tapi peran ibu dan ayah tak akan berubah sampai kapanpun.

---
Jadi, untuk masalah kondisi psikis anak korban perceraian ortu, tergantung dari masing-masing anak ya, Bunda. Ada anak yang bisa menerima dan memahami meski ortunya bercerai sejak ia kecil. Tapi, untuk ortu yang cerainya ketika anaknya udah remaja, pada umumnya, kondisi emosi anak akan bertambah labil dan bila ortu tidak peduli dan tidak pernah bertanya, maka remaja tersebut akan mengembangkan perilak destruktif, melawan ortu, membangkang dan tindak kriminal serta keras kepala (ini sama seperti anak subjek penelitian saya waktu skripsi).

Soal peran ortu, bila sang ibu single parent yang tinggal dengan anak ditambah ibunya bekerja, maka sang ibu harus mampu memenej waktunya dengan sangat baik. Kalau bekerja, sebisa mungkin manfaatkan waktu sepulang kerja, malam hari dan weekend dengan anak. Yaah bangunlah quality time dengan anak meski harus curi-curi waktu. Berikan perhatian pada anak. Jangan lupa untuk selalu membuka diskusi atau berikan kesempatan agar anak mau curhat tentang segala unek-uneknya kepada sang ibu, entah itu soal sekolah atau tentang masalah pribadinya. Terus, kalao ayahnya masih hidup, hendaknya ngatur jadwal pertemuan ibu anak dan ayah bareng-bareng dalam satu waktu luang. Setidaknya agar anak merasa nyaman bahwa ortunya peduli kepadanya.

Yang penting komunikasi, perhatian, kasih sayang dan kepercayaan harus tetap terjaga dan dijalin dengan baik. Dengan begitu, beban psikis yang dirasakan anak tidak terlalu berat.

Eum, untuk kasus remaja yang ortunya bercerai memang agak sulit mengatasinya, apalagi remajanya mulai memunculkan perilaku "suka melawan", nggak mau dengerin apa kata ortu, dan semaunya sendiri atau minta kebebasan yang berlebih. Untuk masalah yang lebih serius kayak gini, sebaiknya langsung dikonsultasikan kepada ahli terdekat di kota Bunda ya. Bisa ke psikiater, konselor atau psikolog. Ajak anak untuk mengadakan pertemuan langsung. Nanti bila perlu, ahli akan memberikan tindak lanjut, apakah akan diberikan treatment terapi perilaku (bila berdampak pada buruknya perilaku anak) ataukah hanya perlu konseling keluarga saja dengan melibatkan kedua ortu yang sudah bercerai beserta anak.

Demikian dari saya. Mohon maaf bila ada kekurangan. Bagi yang punya masukan lain, monggi di-sharingkan, karena di sini nggak ada yang benar atau salah. Kita berbagi pengetahuan dan pengalaman sebagai pelajaran untuk melangkah lebih baik. ^__^

Best regards,




RENUNGAN MALAM INI

Malam minggu, waktunya merenung.

Mengulur beberapa bulan dan tahun ke belakang, begitu banyak salah, dosa, rasa kecewa, bahagia dan lainnya.

Barusan, saya liat salah satu TL gitu. Yaaa.. lagi-lagi soal jodoh yang dibahas. Tapi, bukan soal itu yang ingin saya bahas.

Saya jadi berpikir ulang. Dulu ketika masih kuliah, orangtua sempat menyarankan agar saya bekerja di Bank. Tapi, saya menolak.


Ketika lulus kuliah, beberapa hari setelah wisuda, salah satu tante saya (adik Bapak) memberikan tawaran. Seorang temannya adalah manajer atau apaa gitu jabatannya di Bank. Dan, saya dikasih tawaran untuk kerja di sana karena kemungkinan diterimanya cukup besar (mungkin karena ada link orang dalam kali ya). Tapi, saya menolak.

Ketika sempat pulang ke Parepare, teman-teman SMA pada silaturahmi ke rumah pas mereka semua libur Idul Fitri. Kemudian, di tengah-tengah obrolan, semua teman saya udah pada kerja dan udah ada yang lanjut S2. Lalu, secara tak langsung, saya dipojokkan dengan kehadiran tamu Bapak. Beliau sepemikiran dengan ortu yang menyarankan saya agar bekerja di Bank. Saya hanya diam. Diam karena menolak.

Penolakan demi penolakan sudah saya lakukan.

Sampai suatu ketika, ada lowongan dari Pegadaian, saya coba ikuti. Di tengah proses pendaftaran, sebuah kendala pun juga membuat saya menolak. Kendala itu adalah hanya karena harus memberikan foto tanpa jilbab. Saya tak ikhlas. Saya menyerah daripada harus menyerahkan pas foto tanpa jilbab hanya untuk supaya mempunyai pekerjaan.

Berbulan-bulan rasanya mampet. Reuni pun sering dipojokkan. Tapi, untungnya sahabat terbaik tak demikian. Mereka justru memberikan doa dan support.

Saya tetap rajin istikharah dan shalat malam.

Lambat laun, Allah memberi jawaban. Mengantarkan saya pada apa yang sesungguhnya paling saya inginkan.

Akhirnya, saya memutuskan untuk memanfaatkan waktu panjang itu dengan menulis dan membuka kembali blog yang sudah usang ini. 

Energi saya kembali, lebih banyak dari biasanya. Saya merasa lebih hidup. Punya teman baru walau dunia maya. Bisa mengeksplor kemampuan menulis dari hari ke hari.

Hingga saya memutuskan untuk menyerah menulis dalam bentuk indie grup.

Karena saya ingin yang lebih besar. Ingin menembus penerbit yang sebenar-benarnya. 

Alhamdulillah, di waktu panjang karena tak punya pekerjaan itu, saya berhasil membuat satu naskah perdana. Naskah CKUS itu. Naskah yang sudah berkali-kali ditolak ketika pernah saya kirimkan tahun 2013 lalu. Tapi, naskah itulah yang menyemangati saya untuk menulis kembali.

Ya, saya menulis lagi walau belum ada yang diterima. Satu novel... berlanjut dua novel. Di sepanjang 2013 itu saya habiskan untuk menulis total 3 buku dengan 1 naskah buku beserta revisiannya. Walau ditolak mentah-mentah, hati saya tetap utuh, tidak luka bila dibandingkan saat dipojokkan dan dibanding-bandingkan dengan teman-teman yang sudah punya pekerjaan.

Kemudian, Allah memberi hadiah lain.

Dari seorang adik tingkat semasa kuliah, saya berkenalan dengan kakaknya.

Ternyata kakaknya adalah pegawai di sebuah kampus seberang rumah saya.

Lagi nyari dosen muda.

Tapi honorer.

Entah mengapa, saya yang sama sekali tak pernah ada hasrat untuk jadi guru, akhirnya menerima tawaran itu.

Saya diterima dengan baik.

Saya diminta mengajar informal di Guidance Club.

Saya punya teman baru.

Mereka semua sanga respek dan ramah.

Saya merasa hidup kembali.

Dan, saya menyadari, bahwa dengan berbagi, saya bisa lebih bersemangat.

Saya pun mengiklaskan diri untuk membagikan ilmu psikologi yang saya punya di prodi Bimbingan Konseling Islam STAIN Parepare

Saya masuk mengajar tepat di setengah tahun terakhir 2012 lalu

Saya bahagia, lebih dari yang orangtua saya perkirakan.

Meski masih juga menganggap saya tak bisa apa-apa, tapi saya terus yakin dan berusaha.

Allah, terima kasih...

Kau memberiku kesempatan

Saya pun mendapatkan kontrak untuk mengajar sebagai dosen di kelas tepat pada awal 2013

Saya punya anak didik

Dua kelas tiap semester yang saya pegang

Alhamdulillah, saya bahagia

Dan, tidak lama kemudian, Allah mengabulkan resolusi saya, harapan saya yang terendap hampir karam

Naskah CKUS diterima

Saya bahagia, akhirnya bisa menembus penerbit menjadi penulis yang bisa dilihat dunia, paling tidak minimal Indoensia dulu

Dan, kemudian 2014, waktunya saya resign dari pekerjaan

Sedih bergelayut tapi saya harus pindah

Saya pun pindah ke Malang, mengikuti orangtua

Maksud saya bukan untuk merengek ortu, tapi di kota yang lebih besar dari Parepare, setidaknya saya akan punya banyak kesempatan, khususnya di bidang kepenulisan

Alhamdulillah... saya diundang sebagai pembicara

Alhamdulillah.. novel saya pun diterima, satu naskah baru juga diterima

Saya bahagia

Sisa satu naskah terakhir, saya tunggu konfirmasinya

Saya yakin, juga akan diterima

Ya, keyakinan yang besar itulah yang selalu membuat saya semangat dan secara tanpa sadar, keyakinan itu pula yang membuat harapan saya terkabul

Allah semakin dekat

Saat ini, orangtua sedang galau

Tapi mereka mengizinkan saya lanjut S2 Profesi, Klinis yang saya akan ambil seperti konsentrasi S1 dulu

Dua setengah tahun, waktu yang ditetapkan oleh HIMPSI

Lama ya

Dan, ortu galau, kapan jodoh saya akan datang

Saya sempat galau

Tapi, sekarang saya sudah pasrah

Entah mengapa, hati saya berkata, ada seseorang di luar sana yang akan datang pada saya

Haha

Mimpi itu, saya juga tidak percaya sepenuhnya

Tapi, di sisi lain, hati saya yakin

Orang itu sedang mengamati saya lekat-lekat tapi saya tidak tahu

Ya, siapapun dia, kalau memang dia jodoh saya, semoga Allah mudahkan

Saya ikhlas jika harus menikah di sela-sela kuliah

Itu tandanya harus memenej waktu kan?

Memang tak mudah, tapi akan saya upayakan



Heumm.. panjang ya curhat saya

Ya sudahlah..

Intinya, malam ini saya mau berterima kasih pada Tuhan

Terima kasih Ya Rabbi

Terima kasih Allah

Engkau sangat baik... pada hamba-Mu ini

Jika apa yang hamba harapkan kemudian belum juga dikabulkan di dunia, maka izinkanlah agar terkabul kelak di akhirat

Hamba menyandarkan sepenuh raga dan jiwa serta hati hamba pada-Mu


MENGHADAPI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Alhamdulillah tab Psych Request memperoleh respon yang positif dari teman-teman. Terima kasih bagi yang udah request tema psikologi untuk dibahas ya. Mohon kesabarannya untuk menanti jadwal antrean postingannya. 

Bagi yang ingin request silakan langsung cek ke link ini ya : Psych Request
----
Oh ya, postingan kali ini, kita akan diskusi bareng-bareng seputar request-an Bunda Gracie Melia mengenai anak ABK. (Karena beliau yang pertama kali merespon namun komennya sempat gak muncul dan ditulis ulang, jadi untuk menghormati, maka saya dahulukan). Beliau adalah super duper mommy yang berjuang demi sang putri, Aubrey atau yang biasa dipanggil Ubii. Beliau pernah diundang ke Kick Andy Show. Makanya, awalnya rada familiar gitu hehe. 

Saya tampilkan ulang ya reqiest-an Bunda Ges.




Jadi, inti dari pertanyaan Bunda Ges, yaitu:

  1. Apakah benar anak ABK itu tumbuh dengan karakter minder dan semau gue karena terbiasa dituruti keluarga?
  2. Bagaimana pola pengasuhan orang tua terhadap anak ABK?
  3. Bagaimana pendidikan yang baik untuk membesarkan ABK agar dapat survive di tengah masyarakat dengan pribadi yang baik pula?
Sok, mari kita bahas satu-satu ya.

Bismillahirrahmanirrahim.

SIAPAKAH ANAK ABK ITU?

ABK. Dalam bahasa pelayaran, itu singkatan dari Anak Buah Kapal. Tapi, sekarang kita bahas bukan ABK itu.. ABK, dalam bahasa psikologi merupakan singkatan dari Anak Berkebutuhan Khusus atau dulunya disebut sebagai anak dalam kelas inklusi. ABK ini adalah anak-anak yang berbeda dari yang normal/rata-rata. Para ABK membutuhkan penanganan khusus berkaitan dengan gangguan perkembangan yang dialaminya.

Nah, klasifikasi ABK itu gak cuman melulu Autis atau RM (Retardasi Mental). ABK itu digolongkan sesuai dengan gangguan yang dialami, di antaranya klasifikasi Fisik (yang mengalami gangguan  kesehatan fisik atau motorik), gangguan bahasa dan bicara, gg. kognitif, gg. pendengaran, gg. penglihatan, gg. sosial dan emosi, gg. belajar dan sebagainya.

Jadi, ngehadapin anak ABK ini sebenarnya rada susah-susah gampang bin kepo gitu karena tidak semudah menghadapi anak normal. Oleh sebab itu, para orang tua maupun guru yang memiliki anak/murid ABK sangat membutuhkan metode, pelajaran, pengetahuan serta peralatan khusus demi membantu kelancaran perkembangan anak itu sendiri.

FAKTOR PENYEBAB ABK

Oh ya, Bunda Gracie itu punya komunitas Rumah Ramah Rubella. Setelah mengamati, dalam grup tersebut, banyak orang tua yang memiliki anak ABK dalam klasifikasi fisik atau yang mengalami gangguan kesehatan fisik.

ABK yang mengalami gangguan fisik seperti kebanyakan kasus dalam komunitas RRR ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain karena adanya gangguan genetika seperti kelainan kromosom, infeksi selama kehamilan, usia kehamilan yang riskan, abortus, keracunan selama kehamilan, preclampsia atau lahir prematur dan masih banyak lagi.

Tidak hanya selama kehamilan, anak menjadi ABK juga bisa saja terserang oleh faktor eksternal kayak adanya infeksi bakteri setelah kelahiran, kekurangan gizi, keracunan makanan, kecelakaan dan lain-lain.

Selain faktor fisik tersebut, tentu dapat pula terjadi akibat faktor-faktor psikis yang sudah sering kita dengar.

CIRI-CIRI ABK KARENA KELAINAN FISIK

Karakteristiknya biasanya sebagai berikut:

  • Dari segi kognitif, anak ABK tentu memiliki kemampuan kognitif yang berbeda-beda. Ada ABK yang mengalami gangguan perkembangan namun fungsi kognitifnya bekerja dengan baik dan intelegensinya di atas rata-rata. Ada pula yang sudah mengalami gangguan perkembangan, malah ditambah dengan fungsi kognitif yang makin lama makin merosot dan tingkat intelegensinya di bawah rata-rata.
  • ABK dengan hambatan medis/kelainan fisik ini biasanya sangat sensitif. Mereka yang gangguannya tergolong parah malah seringkali mengalami kesulitan dalam hal berperilaku. Jadi, maksudnya, kadang ada anak ABK yang merasa sulit untuk mengkomunikasikan maksud dan keinginan mereka kepada orang lain/orang tua/guru sehingga banyak yang salah tanggap.
  • Secara emosional sendiri, pada umumnya anak-anak ABK memiliki konsep diri yang rendah atau cenderung negatif. Contohnya seperti minderan dan menarik diri dari pergaulan/lingkungan.
  • Secara sosial, ABK dengan gangguan medis ini sama seperti ABK klasifikasi gg. psikis, namun biasanya mereka yang mengalami gg. di fisik dan psikis akan cenderung lebih sulit berinteraksi. Jadi, ABK jenis ini sangat membutuhkan orang untuk membantunya dalam bersosialisasi.
JAWABAN PERTANYAAN BUNDA GES

Kalau ditanya, apa iya sih, anak ABK itu suka minderan dan punya sikap semau gue? Kalau menurut teori sih kebanyakan mengatakan seperti itu. Namun, saya tidak selamanya berpihak pada teori. Dulu, saya pernah magang di SLB Pembina Lawang. Saya dan beberapa teman sefakultas barengan melakukan observasi dan asesmen serta treatment sederhana untuk beberapa target ABK. Nah, waktu itu, saya dan seorang teman juga mendapat kesempatan untuk membantu guru mengajar sekaligus mengobservasi perilaku 4 anak ABK SD (satu kelas itu isinya emang cuman 4 karena emang gitu sistemnya, anak ABK itu gak bisa ditempatin di kelas besar karena mudah sensitif). Saya dan teman-teman juga sempat ngasih les sekaligus treatment latihan untuk murid SMP yang tuna rungu, RM dan disabilitas belajar. Saya pun sering sharing dengan rekan sesama alumni psikologi mengenai konsep kepribadian anak ABK. 

Sejauh dari pengamatan saya, sifat minder dan pribadi rendah diri itu memang ada dan sudah termanifestasi dalam diri mereka. Namun, selama proses tumbuh kembangnya, kalau misalnya mereka memperoleh wadah seperti ortu serta pendidikan yang baik, maka konsep diri negatif itu akan terkikis sedikit demi sedikit. Jadi, tidak selamanya konsep diri yang rendah itu bisa digeneralisasikan untuk semua ABK (itu sih menurut saya) karena tergantung dari kemampuan si anak dalam melewati setiap fase perkembangannya serta disebabkan oleh banyaknya faktor eksternal itu sendiri.

Lalu, gimana caranya agar anak ABK gak jadi tukang minderan? Ini akan coba kita bahas bersama-sama denga pola asuh ortunya ya.

Kalau dibilang, ABK itu suka semaunya sendiri, tidak semuanya juga seperti itu. Kalau untuk kasus autis, kita tahu sendiri kan, autis itu suka tenggelam dan heboh dalam dunianya sendiri dan kurang responsif terhadap sekitarnya. Untuk kasus pada gangguan lain, memang ada anak yang memunculkan tanda-tanda layaknya anak autis. Tapi, ada juga yang begitu karena faktor lingkungannya. Itu kembalikan lagi pada sikap dan cara ortu memperlakukan mereka.

Biasanya, orangtua yang tahu bahwa anak yang dilahirkannya mengalami gangguan, reaksinya selain shock, biasanya akan bersikap berlebihan. Berlebihan di sini maksudnya, terlalu men-spesial-kan anak tersebut. Dikit-dikit, nggak boleh ini itu. Ya emang sih, ABK itu butuh penanganan khusus, namun seharusnya sikap ortu pada mereka tidak perlu berlebihan. Salah satu kunci yang sering kami (orang2 psikologi) pakai saat berhadapan dengan ABK itu adalah menganggap dan memperlakukan ABK setara/sama layaknya anak yang sempurna/normal.

Nah, hal di atas ini kita semua bertolak pula pada gimana sih pola asuh yang baik buat ABK. Kalau dalam Islam sendiri, ibu itu adalah madrasah utama dan pertama buat anak-anak mereka, nggak peduli anaknya ABK atau tidak, ibu tetaplah berperan penting di sini.

Dalam beberapa kasus tertentu, ada ibu yang dari awal menolak kelahiran anaknya karena ketahuan ABK. Ketika anaknya sudah lahir, sang ibu ini malah mengabaikan dan tidak mengurus mereka. Akibatnya, dari hari ke hari, anak ini tidak akan melewati fase perkembangan dengan baik. Lebih dari itu, sikap pengabaian (avoidant) dari ortu tersebut menyebabkan anak mengembangkan kepribadian yang negatif dan bisa terus negatif hingga remaja dan dewasa.

Jadi, kunci pertama dari pola asuh yang baik untuk anak ABK, ini pernah saya dengar dari kisah-kisah ibu yang punya ABK. Mereka selalu menekankan proses penerimaan di awal adalah cara pertama yang sangat perlu diperhatikan oleh para ortu. Sikap penerimaan ini akan menjadi pengantar bagi sang ibu untuk memberikan penanganan optimal dan memahami tumbuh kembang anak ABK-nya. Gimana caranya agar bisa nerima anak itu apa adanya satu paket penuh? Memang untuk fasenya sendiri, butuh proses. Awalnya kebanyakan ibu yang tahu anaknya lahir cacat/abnormal akan mengalami shock atau tekanan yang sangat hebat terutama pada perasaannya. Jika shock ini tidak tertangani dengan baik, maka akan beralih pada fase di mana ibu akan memunculkan sikap tidak percaya. Misalnya dengan sering mengatakan, "Tidak. Anaka saya tidak sakit. Dokter pasti keliru memeriksa. Tidak mungkin!" Jika ini juga tidak tertangani maka akan berlanjut pada fase penolakan di mana dalam hal ini, sang ibu akan mulai sering mengabaikan anak, tidak mau menyusuinya apalagi ngurusin yang lain-lain. Tapi, ini lebih parah dari tindakan avoidant para ibu yang terkena sindrom baby blues ya. Setelah ini juga tidak tertangani, maka ibu akan mengalami fase tawar-menawar, di mana ia akan menimbang-nimbang, nerima anaknya atau dibuang aja, atau dikirim ke panti asuhan aja. Di fase ini, ibu akan mengalami kebingungan. Ibu yang masih bisa hamil, biasanya akan cemas kalau mau punya anak lagi. Lebih-lebih ibu yang tidak bisa hamil lagi misalkan. Ketika fase ini juga tidak mendapat solusi, maka lama-kelamaan episode depresi pada ibu akan berkembang. Kalau sudah masuk fase depresi, ini paling bahaya sebab jika tidak terobati juga, maka akan masuk pada fase sindrom skizofrenia (orang awam biasa nyebutnya gila).

Di luar sana, fase-fase itu akan sangat banyak variannya sesuai dengan situasi yang dialami para ibu dengan anak ABK. Tapi, cara terbaik agar mudah menerima keberadaan anaknya tersebut, seharusnya sudah dipersiapkan sebelum masa kehamilan. Jadi, sebelum memutuskan untuk hamil, hendaknya sang ibu mempelajari segala do and don't selama hamil, harus tahu juga tentang gejala-gejala kelainan yang mungkin akan menyerang selama fase hamil terutama pada trimester-trimester awal itu yang sangat rentan (gitu sih kata dokter). Jadi, dengan persiapan pengetahuan yang memadai selama hamil serta tindakan antisipatif terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi, setidaknya akan meminimalisir tegangan atau tekanan yang dialami sang ibu pada saat mendapati kenyataan melahirkan anak abnormal. 

Selanjutnya, pola asuh yang perlu diterapkan sebenarnya nggak jauh beda dengan yang biasanya dilakukan para ibu dengan anak normal. Sang ibu hendaknya tetap menumbuhkan dan memperlihatkan sikap dan sifat berkasih sayang kepada anak-anaknya. Pada dasarnya, anak yang lahir itu adalah fitrah. Salah satu fitrah yang telah Tuhan berikan adalah rahman dan rahim, adanya sifat kasih sayang dalam diri masing-masing manusia. Jadi, jika orangtuanya bersikap lemah lembut, maka sang anak juga akan merasa nyaman. Sebaliknya, jika sang ibu melenceng dari fitrahnya, maka anak juga akan ikut melenceng. Tahu sendiri kan, kalau anak itu adalah copy cat terbaik dari figur ortunya.

Next, masih soal sikap ibu dan juga ayah. Perhatian yang diberi pada anak hendaknya jangan teramat berlebihan. Misalnya karena tahu anaknya cacat nggak punya kaki malah dilarang untuk bermain di luar rumah. Bukankah anggota tubu itu cuman sebuah alat bantu? Jadi, untuk apa resah berlebihan? Kalau ortunya suka ngelarang ini itu yang nggak masuk akal, anak nggak akan pernah bisa belajar untuk mandiri. Yap, anak ABK, seperti yang sudah dituliskan tadi, kudu diperlakukan seperti anak yang sempurna. Semakin ortu melarang dengan dalih kekurangan apalagi nyebutin kelemahan itu terang-terangan di depan anak, maka anak akan semakin minder, gak PD dan, semakin menari diri dari lingkungan dan akan semakin bergantung/dependent pada ortunya. Bagaimana melatih anak agar mandiri? Nah, sekarang kan udah banyak tuh sekolah atau komunitas tertentu yang memang nyediain fasilitas untuk tumbuh kembang ABK. Jadi, manfaatkanlah saran itu dengan sebijak mungkin. Sayang banget kalau anak ABK justru diperlakukan sebagai anak yang berkekurangan (meski nyatanya emang punya kekurangan yang gak normal). Anak ABK juga butuh dikembangin kreativitasnya, jadi ortu gak perlu takut berlebih. Semakin ortu menampakkan kecemasan anaknya gak bakal bisa ini itu, anak akan semakin ciut dan ngembangin kepribadian inferior looh nanti.

Oh ya satu lagi, bila punya anak, gak peduli itu ABK atau normal, upayakan dan sebaiknya memang menghindari penggunaan jasa baby sitter. Sebelumnya udah pernah saya bahas sih pada postingan tersendiri di blog ini mengenai dampak jasa baby sitter. Kalau punya anak ABK apalagi, keterlibatan ortu secara full time sangat dibutuhkan. Dulu waktu tinggal di Parepare, saya punya tetangga dengan anak autis plus RM. Si anak ini nggak pernah lepas dari pantauan orangtuanya. Ini bukan untuk mengekang ya, tapi mengawasi untuk memantau gimana perkembangan anak setiap hari, setiap detik. Saya juga punya dosen psikolog juga. Beliau pernah memberi saran (juga melakukan sarannya itu). Beliau meski  seorang pekerja juga tapi nggak pernah pake baby sitter. Kalau berangkat ngajar, palingan dititipin sama sanak saudara (sebaiknya begitu daripada ke orang lain). Ketika beliau punya waktu longgar full time maka dimanfaatkan untuk mencatat setiap inchi perubahan anaknya baik itu perilaku, verbal dan kognitifnya dengan terjun langsung sebagaimana observer dan assesor. Kalau di psikologi ada salah satu cara observasi yaitu dengan menggunakan teknik diary recorded. Jadi, tiap fase tumbuh kembang dan perilaku anak dicatat semua dengan detil dalam diary tersebut. Ketika sang ibu/ortu sedang bepergian tanpa membawa anak, anak tersebut hendaknya dititipin ke orang terdekat sembari nitipin diary tersebut untuk tetap diisi setiap harinya. Bila perlu, didokumentasikan dengan foto atau video malah lebih baik. Jadi, ketika ortu lagi pergi, mereka setidaknya tidak terlalu cemas karena akan tetap mengetahui proses perkembangan anaknya dari bukti rekaman atau diary itu.

Nah, ini juga jangan lupa, tetap rajin untuk membawa anak konsultasi ke dokter/psikiater atau psikolog untuk tahu perkembangan fisik serta psikisnya.

Berbicara mengenai pendidikan yang baik untuk ABK ini agak berbeda dengan masalah pola asuh. Kalau dalam pola asuh, ortu hendaknya memperlakukan selayaknya anak normal, maka dalam pendidikan, mereka punya wadah dan fasilitas tersendiri. Sekarang udah marak beredarnya sekolah inklusi atau SLB khusus untuk anak ABK. Untuk fungsi kognitif sendiri, seperti yang udah dijelasin tadi, ada memang anak yang kognitifnya nggak bisa berkembang dengan pesat atau signifikan. Oleh sebab itu, mereka kalau ditaruh di sekolah umum, kadang susah untuk beradaptasi dengan tugas-tugas murid normal. Kecepatan dan ketepatan ABK dalam berhitung misalkan itu tuh nggak secepat dan sebaik anak normal. Seperti waktu saya ngajar anak ABK pas magang, ternyata emang gitu. Kalau anak normal, dikasih tahu atau diajari satu dua tiga kali udah bisa, udah mahir, udah bisa sendiri, tapi ABK beda. Mereka khususnya yang mengalami gg. belajar apalagi malah jauh lebih butuh waktu banyak untuk ngajarinnya. Harus step by step karena mereka yang nggak mudah untuk fokus. Harus pelan-pelan dan sabar. 

Apa lantas nggak boleh anak ABK masuk sekolah umum? Kalau untuk ABK dengan gangguan kontemporer itu bisa aja masuk sekolah umum, tapi lihat sejauh mana kemampuan dan perkembangan mereka. Biasanya baru bisa dilepas ke sekolah umum saat beranjak SMP atau SMA. Itu juga harus melalui serangkaian tes secara berkala, baik itu tes kepribadian, kognitif dan lainnya. Tapi, untuk ABK permanen (yang gangguannya gak bisa sembuh-sembuh atau gangguannya menetap) maka sebaiknya dimasukkan sekolah khusus SLB atau home schooling. Risikonya mungkin, anak akan mengalami hambatan pergaulan sosial karena teman-temannya ya cuma sesamanya sedang sama anak normal suka dijauhin. Tapi, untuk mensiasatinya, kalau si anak punya sepupu yang usianya sebaya dan normal, nah sering-seringlah ajak anak untuk bergaul dengan sepupu-sepupu atau saudaranya yang normal. Keluarga juga harus diberi pengertian sebelumnya bahwa nih anak ABK loh jadi kudu hati-hati ngehadapinya. Apabila pergaulan ini berjalan lancar, maka ke depannya nggak ada hal yang perlu dirisaukan. Banyak kok para ABK dewasa yang sudah menikah dan punya anak tapi mereka yang memang sudah menunjukkan kemampuan hidup yang signifikan baiknya. Memang sih risiko diturunkannya gangguan itu ada, tapi karena rantai itu tidak bisa putus sepenuhnya karena adanya pernikahan, maka ketika mereka berperan sebagai orangtua, mereka harus tetap memperhatikan do and don't terhadap anak. Tapi, sebaiknya jangan nikah dengan yang sama-sama punya kerentanan apalagi yang parah, entar anaknya malah bisa mengalami gangguan yang dua kali lipat lebih parah dari orang tuanya.

Saya juga punya tetangga ABK, udah dewasa sekarang. Tapi, sejak SMP putus sekolah karena kognitifnya terhambat. Akibatnya jumlah temannya berkurang (dan dia hanya punya teman saya saja). Waktu kecil pun suka diejek. Jadi, bagi anak normal atau orang tua yang anaknya normal, mohon jangan pernah mengejek keberadaan mereka. Mereka juga butuh diterima agar bisa berkembang dengan baik di masyarakat. Caranya? Salah satunya adalah dengan mengadakan sosialisasi tentang ABK itu sendiri khususnya di wilayah yang terpencil. Di kota besar pun rupanya masih banyak yang menolak keberadaan mereka sih. Ya, intinya penerimaan itu sih yang paling penting dan utama. Kalau lingkungan udah paham, seharusnya bisa menerima. Jika orang lain sudah bisa menyadari dan menerima, maka para ABK yang udah remaja dan dewasa ini nggak akan merasa kesulitan untuk beradaptasi lagi. 

Eumm beda lagi dengan para ABK yang masuk dalam golongan gangguan sangat parah. Mereka biasanya hingga dewasa itu masih butuh penanganan, bahkan sampai mereka menghembuskan napas terakhir. Jadi, mengenai perlakuan itu semua tergantung pada klasifikasi ABK itu sendiri, pada tingkat keparahan seberapa dan apakah bisa ditangani ataukah selamanya memerlukan tinjauan dan treatment khusus.

---

Demikianlah bahasan mengenai ABK untuk menjawab request Bunda Gracie, ibunya si Ubii unyu :D hehe.

Jika ada kekurangan mohon dimaafkan ya. Apabila ada kekeliruan, mohon ditanggapi agar saya segera memperbaiki postingan ini. Jika ada sudut pandang lain, monggo di-share. Ini semua saya peroleh dari pengamatan selama kuliah di psikologi dan selama berhadapan dengan para ABK. 

Terima kasih,

Best regards,



SILAKAN REQUEST YA

Teman-teman KRIUK mohon maaf ya, udah lama banget saya tidak posting yang berbau pure psikologi. Jadi, untuk tetap istiqamah posting psikologi (sesuai dengan tema blog ini), maka saya membuka lowongan hehehe... maksud saya, membuka kesempatan untuk teman-teman semua. 

Bagi yang mau request tema psikologi apa buat saya bahas gitu, monggo silakan langsung klik dan komentar di postingan ini : "PSYCH REQUEST"

Mau request tema postingan, sharing seputar kasus psikologi atau nanya-nanya bagi yang masih awam seputar psikologi, monggo pinara', langsung capcus di link aktif atas ya.

Kamsahamnida ^__^ ditunggu partisipasinya

I MISS YOU GUYS

^__^ Sejak lulus kuliah, saya mulai merasakan ada mozaik-mozaik yang hilang satu per satu dari diri ini. Teman-teman baik. Bukan hilang karena passed away atau lainnya. Kami semua sudah punya jalan masing-masing. Tapi, kebanyakan sahabat-sahabat terbaik sudah pada menikah semua. Jadi, harapan untuk bisa reuni agaknya sulit untuk terlaksana.


Tahun kemarin, teman sesama rohis menikah. Tahun ini, salah satu sahabat baik di Parepare yang biasa saya panggil soulmate juga baru saja menikah 4 Juni lalu. Sebelumnya ada pula beberapa teman kelas semasa SMA yang menikah. Tidak lama lagi, teman kuliah saya yang sampai sekarang masih suka saya ajak jalan pun akan menikah tapi tahun depan baru akan diresepsikan, katanya.

Alhamdulillah... Akhirnya, mereka telah menemukan gerbang menuju hidup yang baru. Tinggal beberapa di antara kami termasuk saya yang masih stay di garis sama. I mean, still single. Belakangan ini, Mama dan Bapak suka nanyain atau nyinggung, "Punya pacar, nggak?" Entah sebelumnya mereka nggak denger atau gimana kalau saya nggak mau pacaran. Eh.. mereka bilang, kenapa nggak boleh? Yaah.. saya paling malas untuk berdebat soal prinsip. Jadi, saya hanya selalu menjawab, "Nggak mau. Nggak mau pacaran." Dan selebihnya saya lanjutkan dalam hati, "Saya ingin menikah tanpa pacaran. Saya butuh sendiri untuk terus memperbaiki diri."

Saya merindukan mereka semua. Karena status mereka yang telah berubah menjadi "married", seringkali saya kesulitan menghubungi. Walau hanya sekadar SMS, seringkali pesan saya terabaikan. Saya mafhum saja. Bagi mereka yang sudah punya anak atau sedang hamil, tentu harus fokus pada urusan anak. Meski begitu, sejujurnya, saya ingin mereka bisa merespon. Saya ingin mereka mengangkat telepon. Saya ingin mendengar suara mereka. Saya ingin mereka membalas pesan saya walau hanya sekadar menjawab, "Baik-baik saja." Sulitkah? Atau, apakah memang demikian ketika sudah menikah maka urusan keluarga adalah hal yang paliiiing utama sehingga untuk urusan pertemanan terpinggirkan? Tapi, saya juga bersyukur, di antara mereka yang cuek bebek, masih ada satu atau dua yang mau merespon sehingga saya bisa tahu kabar terbaru dari mereka.

Ya, saya mencoba untuk memahami rutinitas mereka sebagai istri sekaligus calon ibu. Mungkin, saya berpikir demikian hanya karena saya belum merasakan menjadi seperti mereka. 

Sahabat-sahabatku, baik-baiklah di sana ya
Meski aku sulit menghubungi dan menjangkaumu
Meski sesekali atau berulang kali kau menolak pesanku,
aku paham mungkin kamu sedang dalam situasi sulit

Semoga nanti, kapan-kapan kita bisa berjumpa lagi ya
Sebelum jiwa kita kelak akan berpisah selamanya,
semoga kita masih bisa bertemu
Aku rindu kalian
Sangat rindu
Kecupku untuk kalian para Istri dan Ibu baru ^_^

Semoga kalian bisa menjadi istri yang berbakti dan shalehah untuk suami
Semoga kalian menjadi ibu yang teladan bagi anak-anak
Semoga kalian menjadi menantu dan anak yang baik dan berbakti pula pada mertua dan orang tua

Aamiin

BEDAH BUKU #CKUS BERSAMA SMPIT AL USWAH BANGIL


Maaf ya, baru bisa posting hari ini. Pagi ini di rumah juga bakal ada acara ntar malam. Jadinya, saya harus nyuri-nyuri waktu sebelum bantuin Mama masak buat acara RT ntar malam (begini deh kalo ortu dilempari tongkat estafet jadi ketua RT, hedeeuh malas banget, rempongisme *well, cuek aja dah -_-).

 Oke. Sabtu, 31 Mei 2014 silam, saya diundang pihak sekolah SMPIT Al Uswah Bangil untuk ngisi event bedah buku. Ya udah deh. Pas hari H, saya dijemput sama panitia (Mbak April yang biasa saya panggil Ummi April *hehe nakal ya adek tingkat macam apa saya ini :D beserta suaminya, si "Pakdhe" Alif). Kenapa saya panggil Pakdhe, laa Mas Alif-nya minta dipanggil gitu ya wes hehehe. 


Estimasi dan ekspektasi awal, kami bakal hadir paling nggak jam 10-an di Bangil. Gak tahunya, Ya Allah... muaceeeeeeet parah di jalan, terutama daerah Singosari-Lawang. Mbak April dan Pakdhe Alif jemputnya dari Bangil ke rumah saya. Nggak ada jalur lagi selain lewat Lawang. Oke, jam 9-an gitu, mereka sudah sampai ke rumah. Kami pun pamitan sama ortu saya buat berangkat. Nggak tahunya pas ke Bangil-nya, kemacetan makin menjadi-jadi. Mulai dari daerah Karanglo hingga Singosari pemirsaaah... Bisa dibayangin nggak tuh, lampu merahny luamaa sementara lampu ijonya hanya berkisar 10 detik-an. Belum lagi, mobil hanya bergerak sekitar 2-5 cm per sekian detik. Kami udah coba nyari jalan, sampai mobil pun nyoba masuk kompleks perumahan. Hendak nrabas, nggak tahunya jalan layang itu hanya dapat dilalui oleh motor. Iya, karena lorong tembusan situ tuh cuma muat dilewatin motor. Akhirnya muter balik lagi ke Karanglo. Terus, setelah hampir 1 jam terjebak macet, kami pun mulai berhasil memasuki daerah Singosari. Kemacetan terjadi pada jalur arus balik ke Malang. Syukurlah, jalur keberangkatan kami nggak segitu macet. Lihat kiri-kanan di jalur balik itu ampuuuun mobil sampai nggak bisa gerak, stay di tempat doang di bawah matahari yang mulai terik. Akhirnya, sampai Lawang, di jalan layang, ternyata juga kena macet. Tapi, gak separah pas di Karanglo tadi. Alhamdulillaah... satu jam terbuang sia-sia di jalan tapi kita udah berhasil lewatin Lawang menuju Pandaan sekarang.

Mbak April sampai bolak-balik nelepon pihak sekolah. Gimana, jadi dilanjutin apa nggak nih acaranya. Mereka malah kasihan sama saya kalau ditunda lagi, takutnya di lain waktu, saya malah nggak bisa. Iya, sih memang karena saya juga lagi ngecek jadwal tes masuk S2 di kampus. Tapi, saya itu kasihan sama pihak sekolah, terlebih pada siswa-siswi yang udah nungguin sedari pagi tadi. Mereka bahkan ada yang mau perform, kalau acara di-cancel, kasihan mereka udah capek-capek latihan.

Finally, kami pun tiba setelah memasuki waktu Zuhur. Kami bertiga makan dulu di warung padang. Enak banget tuh masakannya. Bumbunya nendang banget. Nggak salah deh, Mbak April milih tempat makan enak walau hanya warung padang.

Setelah makan, kami putar balik ke sekolah. Siswi-siswi udah pada ngumpul. Saya dan Mbak April shalat Zuhur dulu. Karena takut nggak sempat Ashar, jadi Mbak April nyaranin saya untuk meng-Qashar shalat Zuhur dan Ashar. Ya udah deh. Habis shalat, saya balik lagi ke depan ruang guru. Saya pedekate sama beberapa siswi. Ada yang cuanttiiik banget. Ada yang udah add FB saya, ada yang lucu dan macem-macem.

Sekitar pukul 1 siang, acara pun dimulai. Saya sempat dag dig dug, tapi untungnya dikasih sofa buat tempat duduknya. Saya mulai nyolokin flashdisk untuk materinya. Trus, Siswi yang MC pun mulai bacain susunan acara.

Acara pertama, perform Tari Saman oleh siswi Al-Uswah. Saya nggak sempat foto sih, soalnya saya lihatnya dari belakang. Mereka ngehadap ke peserta. Ya udah, saya senyum-senyum sambil ikut tepuk tangan aja. Keren banget. Saya aja dari dulu rada susah plus kurang berani ngapalin lagu dan gerakannya yang banyak dan panjang itu.

Dalam hati, saya takjub sekaligus terharu. Saya pikir, ketika acara, saya langsung ngasih materi. Eh, nggak tahunya, ada persembahan buat nyambut kedatangan saya. Hihi... terima kasih ya Mbak April dan semuanya. Terima kasih buat upaya kalian.

Setelah Tari Saman, moderator, si Mbak Mila (guru di situ) bacain CV saya. Habis itu, ya wes, saya langsung ngasih materi. Bercanda sama temen-temen di sana. Asli, saya ngantuk banget. Saya sempat stuck, mikir mau ngomong apa ya. Bukan karena grogi, tapi karena ngantuk maksimal. Untungnya, temen-temen yang jumlahnya sekitar 30-40 an itu pada naruh atensi semua. Agar gak ngebosenin, saya pun nyelipin sedikit cuplikan kisah-kisah juga.

Habis ngasih materi, ada selingan nasyid dari para cowok-cowok kece alias murid putranya. Meski lagi-lagi lihat dari belakang, tapi mereka keren. Ada yang beat box juga hehe,, seru. Setidaknya meminimalisir kantuk saya.

Saat sesi pertanyaan, banyak yang malu-malu. Tapi, lucu juga, ada yang nulis pertanyaan di kertas trus dikasih ke Mbak Mila untuk disampaikan ke saya tanpa harus tahu identitas mereka. Ada sih yang nanya langsung, 3 orang sama Mbak Mila. Hoho.. mereka aslinya punya masalah seputar pergaulan dengan lawan jenis gitu tapi nggak berani ngungkapinnya. Takut ke-gep gitu.

Oke lah. Saya pun mulai jawab semua pertanyaan. Usai acara, kami semua langsung bubaran tapi masih stay di ruangan itu. Saya dikasih cinderamata berupa lukisan wajah saya. Hihi... tapi kok nggak mirip yaa sama aslinya hehe. But, thank you so much buat temen-temen putri dan juga Pak Guru bernama Mas Agus yang nyempetin ngelukis wajah saya trus dikasih ke saya. Nanti, kalau kamar di rumah baru saya udah jadi, insya Allah saya pajang tiga-tiganya.

Habis itu, siswi-siswi pada nggerundel di deket saya. Malu-malu kucing awalnya, tapi eeeh... nggak tahunya ngeluarin HP semua dan kamera mau minta foto bareng. Oke kita semua yang ada di ruangan kecuali murid putra pada foto bareng, pun dengan beberapa guru.


Setelah sesi foto berakhir, muncullah beberapa siswi ngeluarin buku
tulis untuk minta tanda tangan. Ya ampuuun.... kok berasa kayak artis padahal bukan artis ya. Yang tadinya cuman beberapa minta TTD+lamat sosmed dan+no.HP, tahu-tahu semua murid putri yang lain pada ikutan ngeluarin buku buat minta juga. Ya, udah, saya nggak ngitung lagi berapa tuh semua. Hufft, saya jadi kebayang lihat artis yang beneran artis pas lagi dimintain TTD gitu kasihan juga ya, sampe desak-desakan. Malah di tengah-tengah itu, ada yang sampe rebutan, "Eh.. saya dulu.. saya dari tadi ngantre." Sampai, ada yang udah dari tadi nyodorin buku, tapi karena diserobot, akhirnya dia paling akhir. Maaf ya, saya juga nggak fokus lagi, ya udah deh.

Usai itu, kami semua bener-bener bubar. Di balkon, saya lesehan sama beberapa siswi yang belom pulang. Ohya, waktu kami ngobrol selepas saya shalat Zuhur, ada yang nanya saya lahir di mana. Terus, saya kan mau jawab Sulawesi Selatan, Parepare. Eh.. malah ada yang nyeletuk, "Ha, lahir di Swedia, Mbak?" Hahaha ckckck... mereka itu sengaja apa gak denger ya. Sul-sel kok ya malah dibilang Swedia. Hehehe...

yang dapat doorprize. pic by own collection
Nah, pas duduk di balkon itu, beberapa siswi nggerundel lagi buat minta foto selfie. Ampuuun... mereka ternyata nuarrsssiiiis poool. Oke lah, saya turutin. Saya hitung-hitung, kayaknya fotonya ada hampir 10 kali, cuman mungkin yang diambil hanya beberapa biji doang. Wkkkk... dasar kalian ini... :D

Di akhir, ada dua peserta, 1 putri, 1 putra yang dapat doorprize buku #CKUS gratis

Yuup, begitulah sekilas cerita saya pas bedah buku di Bangil. Alhamdulillah, terbayar sudah hutang saya pada temen-temen Al-Uswah. Sisa satu bedah buku lagi yang dipromotir Mbak April and suaminya. Insya Allah next destination ke Asrama Haji Surabaya tanggal 9 Juli 2014, tepat di bulan Ramadhan. Semoga nggak macet lagi ya. Kalau macet kasihan pesertanya. Soalnya, diperkirakan, peserta yang ikut Camp Ramadhan dari tgl 7 dan 8 Juli itu ada 100 peserta remaja sekolah.

 Dan, bedah buku berikutnya, saya kudu prepare materi lebih eye catching lagi biar nggak ngantuk. hehe.. Oke sekian dari saya.

THE LIEBSTER AWARD (APAAN NIH?!)

Sekarang udah hampir waktu Isya. Beberapa jam lalu saya baru pulang dari kampus (lebih tepatnya habis maen ke kos temen depan kampus sih buat keperluan nyari hadiah untuk sahabatku yang kemaren nikah di Parepare). 
credit: Ade Delina Putri

Maghrib tadi saya buka lappy, online lagi. Saya emang liat sih ada postingan yang nge-tag saya di Facebook. Dari Ade Delina Putri. Jujur aja, saya sebenarnya lagi capek banget jadi cuek-cuek aja tadi dengan postingan itu. Setelah beberapa lama, rasa penasaran saya mulai muncul (dikit sih hehe). Akhirnya saya buka saja blognya Ade. Oalaaah... saya emang udah pernah baca sebelumnya di blog Wamubutabi tapi lagi-lagi nggak minat (maaf ya, nggak minatnya karena emang pikiran saya sekarang ini lagi terfokus pada masalah buku/calon buku. Seperti yang saya tulis di postingan sebelumnya, saya lagi nyari judul untuk calon novel saya *mumetdotcom).

Saya pikir, ini tuuuh kayak ajang perlombaan gitu. Hehehe.. saya salah kaprah. Pas baca blog Ade, ternyata Liebster Award tuuuh blog berantai untuk tujuan silaturahmi antarblogger. Oh.. oh... meski fokus saya lagi di tempat yang "lain" tapi saya coba aja ikutan. Sekalian silaturahmi sama blogger semua ^__^ *sugeng dawuh.

Jadi, syarat-syaratnya Liebster Award, sebagai berikut:
  1. Post tentang award di blog ini
  2. Ucapkan terima kasih kepada blogger yang mengenalkan pada award ini dengan menyertakan backlink ke blognya.
  3. Ceritakan 11 hal tentang diri anda.
  4. Jawab 11 pertanyaan yang diberikan.
  5. Pilih 11 blogger dan berikan mereka 11 pertanyaan tentang hal bebas yang ingin diketahui dari mereka.


Oh ya, sebelumnya, makasih yaaa Ade, udah nge-tag dan ngasih tongkat estafet ke saya hehehe.

Baiklah saya mulai saja ngejawab syarat-syaratnya ya :D

11 Hal Tentang Diri Saya
  1. Muslimah (tentunya perempuan berjilbab)
  2. Sangat suka warna hijau :D
  3. Salah satu orang yang tidak bisa/tidak suka/tidak mau makan daging sapi dan kambing. Ayam masih boleh, tapi lebih suka seafood karena dulu pernah hidup dan tinggal di daerah pesisir pantai (belakang rumah pantai).
  4. Rada pendiam soalnya punya kepribadian dominan introvert :)
  5. Suka nulis dan baca dari kecil
  6. Suka belajar apa saja tanpa ada yang nyuruh
  7. Kalau ada hal yang tidak disukai, saya langsung to the point pasang wajah cemberut dan rada marah tapi, kalo saya marah, biasanya gak bertahan lama... setelah beberapa menit langsung biasa aja sok innocent :D
  8. Gak begitu suka basa-basi (kecuali untuk keperluan konseling sangat butuh basa-basi dengan klien demi membangun rapport). Jadi, kalo ada yang mau nanya-nanya ke saya, langsung aja ucapin atau nulis pertanyaannya, gak perlu pakai pertanyaan basa-basi apalagi sambil nanya "Hai, udah makan belom? Gie ngapain?" Hedeuuh NO ALAY!!
  9. Tata bahasa saya jauh lebih baik dalam tulisan daripada lisan (kalo ngomong langsung kadang terdistorsi, ini salah satu efek samping kepribadian introvert. Bukan nggak bisa ngomong tapi kalo diajak ngobrol gitu, biasanya jawab seperlunya. Kalo diminta cerita/ngomong panjang lebar, biasanya ada detik di mana satu atau dua kata terdistorsi dan harus diulangi lagi biar lebih jelas. Kalo bicara di depan podium/khalayak ramai, biasanya butuh materi visual agar omongan saya terkontrol dan lancar hehe :D
  10. Penderita maag (kadang kumat kadang sembuh sendiri)
  11. Psychologist wanna be (insya Allah bentar lagi masuk S2 Profesi, mohon doanya ya hehe)
---
11 Pertanyaan yang Diberikan


1. Arti blog buat kamu?
Blog, buat saya adalah rumah kedua, tempat persembunyian saya sebagai seorang introvert yang suka rada malas ngomong. Blog juga tempat buat berbagi kepada orang-orang sekitar/di dunia maya. Blog juga menjadi sarana belajar menempuh makna kedewasaan diri (bukan pencarian eksistensi/aktualisasi karena secara kodrat saya udah eksis di kameranya Allah, hehehe :D)

2. Alasan kamu ngeblog?
Untuk melepas penat, berbagi pengetahuan yang saya miliki, curhat, nyari ilmu

3. Suka blog yang kayak gimana?
Blog yang simple.

4. Paling suka ngepost apa di blog?
Curhat mengenai nasib sebagai penulis pemula, curhat apa saja dan tentang psikologi

5. Punya janji apa sama blog? (misalnya janji sehari satu postingan. Atau apa terserah)
Janji untuk selalu update postingan walau nggak nargetin tiap kapannya, yang penting update hehe.

6. Ikut berapa komunitas blog? 
Komunitas blog? Kumpulan Emak2 Blogger doang :D

7. Apa arti komunitas blog buat kamu?
Tempat untuk silaturahmi dan saling berbagi ilmu dengan teman2 di komunitas itu

8. Menurutmu blog saya gimana? (mohon yang ini wajib ya hehe)
Isinya menarik :)

9. Adakah yang harus diperbaiki dari blog saya? Kalau ada, apa? (Sebutkan saja, walaupun mungkin banyak hehe)
Ade, mohon maaf ya, tapi jujur, saya lebih suka template blog Ade yang dulu. Yang baru-baru ini, saya susah baca tulisannya karena tambah kecil dan warna pink -_-. Saya diam-diam sering looh intip blog kamu walau nggak comment, tapi kalau bisa mohon template-nya yang mudah dibaca ya tulisannya biar nyaman :) makasih.

10. Suka pantai atau pegunungan? Beserta alasan ya.
Absolutely pantai dong.. Alasannya, klise but solely karena dulu saya pernah hidup dan tinggal di kota kecil pesisir. Belakang rumah saya deket dengan pantai. Dan, saya bahagia karena deket pantai = deket dengan banyak macam seafood ^__^

11. Mimpi-mimpi kamu yang sudah tercapai apa aja?
Alhamdulillah, mimpi yang terwujud udah berhasil jadi penulis *masih pemula tapi. Udah berhasil cumlaude dan dapat penghargaan mahasiswi terbaik di fakultas. Alhamdulillah, buku kedua dan novel saya (yang udah seriiiiing bangeeet ditolak) akhirnya bakalan terbit *lagi proses. Alhamdulillah, udah dikabulkan jadi dosen muda di usia 22 tahun tepat lulus S1 2012 kemaren. Alhamdulillah, Allah ngasih rezeki untuk lanjut S2 Profesi. Insya Allah, bentar lagi buka toko dan dapat modal untuk jualan pakaian muslim/muslimah with mommy tercinta di rumah :).
---
11 Pertanyaan Dari Saya
  1. Suka baca buku gak? Buku apa yang paling ngasih kesan bermakna untukmu, ceritain doong! :D
  2. Apa yang ada di pikiranmu ketika mendengar kata Psikologi?
  3. Suka nonton drama Korea gak? Film apa? Ceritain dong! Kalau gak suka, alasannya apa ya?
  4. Sebutin impian apa aja yang ingin kamu capai saat ini dan di masa mendatang!
  5. Seberapa penting "waktu" bagimu? Gimana kamu memanfaatkan waktumu sehari-hari?
  6. Kriteria calon/pasangan hidupmu kayak gimana? (sertai alasannya ya)
  7. Kalo kamu punya masalah, kamu lebih milih mana, langsung datang ke Psikolog/Konselor atau cuma curhat ke orang terdekat? Alasannya?
  8. Pernah ke RSJ gak? Kalo pernah, apa hal bermakna atau hikmah yang dapat kamu petik selama kunjungan ke sana? Kalo gak pernah, apa sih yang tersirat di benakmu ketika mendengar kata RSJ dan para skizofrenia?
  9. Makanan apa yang paling kamu favoritkan dan sebutkan alasannya ya!
  10. Kalo kamu disuruh memelihara binatang, binatang apa yang kamu pilih? Alasannya?
  11. Hal apa yang paling kamu sukai dan tidak sukai? Alasannya?
11 Blogger yang Saya Tuju
  1. Agha El Makruf 
  2. Ofi Tusiana
  3. Ayu Citraningtyas
  4. Asy-Syifa Halimatussa'diah
  5. Laila Muqaddasa
  6. Keke Naima/Myra Anastasia
  7. Sari Widiarti
  8. Meta Hanindita
  9. Yusnia Agus Saputri
  10. Ria Hidayah
  11. Dikpa Sativa


Demikianlah dari saya, bagi teman-teman yang udah saya sebutin, semoga berkenan ya membalasnya hehe. Kalo nggak, juga nggak papa, paling tidak, saya update blog. Makasih ^^

NYARI JUDUL BUAT DUA CALON BUKU

Kemarin, dua editor sekaligus ngirim email, nagih kelengkapan naskah dan revisian. Oke deh, udah saya kirim. Alhamdulillah, ada teman (lebih tepatnya adek tingkat) yang bantuin mikir *emang cerdas juga anaknya.

Saya jelasin dikit mengenai buku itu. Karena memang dia juga jadi kontributor kisah dalam calon buku adeknya CKUS itu, jadi gak papa lah ya minta bantuan dia lagi. Hehehe...

Setelah mengajukan 3 judul alternatif, akhirnya terpilihlah satu kata yang mewakili makna naskah yang saya tulis. Oke fix, sisa saya kirimkan deh revisian penuh sesuai dengan judul yang ada. Tak butuh waktu berjam-jam, sudah selesai dan saya kirim.


Teruuuss... yang sampe hari ini masih menghantui adalah calon novel saya. Duh, nggak tahunya Kakak admin dari penerbit minta judul alternatif buat nggantiin judul awalnya. Tema besarnya sih tentang move on. Tapi, saya sangsi juga kalo harus ngasih judul "Move On" gitu doang, ntar nggak ada bedanya sama buku-buku move on lainnya. Lalu, pagi ini saya belum juga dapat ide. Untunglah kakak editot itu baik hati mau ngasih waktu cuman buat judul doang, hehehe.

Hmmm.. semoga sepulang dari kampus nanti, saya udah dapat judul alternatif. Kalo nggak nemu juga, semoga temen saya mau bantuin mikir lagi, ngasih filosofi dan kata-kata unik lagi biar nanti saya petik dari penjelasannya.

Wish me luck!!!! Semoga revisiannya gak sia-sia. Semoga bukunya kalo udah terbit, bisa ngasih manfaat. Semoga juga bisa jadi buku rujukan untuk naskah yang Islami aamiin aamiin aamiin *ngehibur diri sendiri.

ACARA BEDAH BUKU SELANJUTNYA

Insya Allah akan ada bedah buku #CKUS di Camp Asrama Haji, Jl. Manyar Kertoadi, Sukolilo, Surabaya. Will be held on July, 9th 2014 (pas Ramadhan).

Untuk bedah buku selanjutnya, sebisa mungkin berangkat lebih awal sebab sekarang Malang, utamanya di daerah Singosari dan Lawang seringkali macet parah.



Dag dig dug juga tapi untungnya masih lama. Acara ini masih dipromotori oleh "Pakdhe" Alif, suami Mbak April. Kata beliau, entar pesertanya bisa jadi dua kali lipat dari peserta bedah buku Bangil kemarin. Insya Allah, estimasi awal, ada 100 peserta usia SMP/SMA. Saya juga kurang tahu pesertanya dari sekolah mana saja. Bisa jadi, pesertanya dari berbagai sekolah di Surabaya atau Jawa Timur mungkin. Entahlah. Yang penting, saya kudu prepare bahannya lebih maksimal lagi. Entar mau bikin PPT yang lebih eye catching lagi biar saya juga tambah semangat neranginnya (hehe maklum, saya ini lebih suka belajar secara visual dan auditori) biar nggak ngantuk gitu :D.

Masya Allah, semoga saya nggak gugup dan nggak ngantuk lagi ya pas ngasih materi hehe.

Masih ada sebulan untuk persiapan. Kata Mbak April dan sang suami, "Semoga nggak kapok ya. Ntar kan mau 'diculik' lagi." Heheh... saya justru berterima kasih sekali kepada mereka berdua. Kepada sahabat, kakak tingkat kuliah sekaligus murabbi saya Mbak April dan pada suaminya juga. Mereka berdua udah berbaik hati ngasih wadah buat bedah buku. Sebenarnya tujuannya satu sih, "dakwah". Itu. Saya benar-benar bersyukur dengan kebaikan hati mereka. Semoga Allah membalas mereka dengan balasan yang lebih baik, aamiin allahumma aamiin.

---
Oh ya, mohon maaf ya buat temen-temen yang SMS atau telepon pada saat saya lagi bedah buku. Juga, mohon maaf pada teman yang waktu itu pengen konseling atau curhat. Kalau nge-SMS atau nelepon pada saat sibuk, saya memang tidak akan mengangkat/membalas. Saya tipe orang yang kalau udah sibuk itu, bakalan autis dengan kerjaan sendiri. Jadi, fungsi pendengaran dan penglihatan saya akan terkunci hanya untuk hal yang saya tekuni ketika sibuk dan cenderung mengabaikan "suara-suara" lain. Jadi, mohon dimaklumi ya dan semoga kalian tidak marah. Entah buruk atau gimana, tapi jujur saya memang seperti itu. Sering, Mama saya pun ngomel kalau manggil-manggil saya pas lagi ngerjain tugas. Saya paling cuman bilang, yaaa atau apaa... setelah itu loose contact, kembali menyelam lebih dalam pada kesibukan hehe.

Bila ada urusan penting atau mau konseling or curhat saat bertepatan saya sibuk, mohon dikirim via email saja ya. Saya memang notabene, cenderung menolak untuk konsultasi/konseling serius via telepon atau SMS karena boros pulsa (kasihan yang SMS dan telepon saya ngalor ngidul panjang-panjang). Jadi, sebaiknya, via email saja agar saya juga lebih mudah membacanya sekalipun panjang.

Terima kasih

NGALOR NGIDUL TENTANG DISORDER

Mohon maaf ya karena belum update cerita pasa bedah buku #CKUS di Bangil Sabtu kemarin. Saya masih nunggu upload-an foto-foto kegiatannya dari temen-temen biar sekalian gitu hehe.

Oh ya, Sabtu kemarin, di sepanjang perjalanan berangkat dan pulang Malang-Bangil, Bangil-Malang, kami banyak cerita soal psikologi, khususny gangguan jiwa yang diderita oleh anak-anak. Di mobil, pas berangkat kami hanya bertiga. Saya, Mbak April dan Pakdhe Alif (suami Mbak April-maunya sih dipanggil pakdhe aja daripada Mas biar lebih keren *itu juga permintaan suami Mbak April hehe). Mbak April juga yang lebih banyak sharing tentang pengalamannya selama magang dan praktikum S2.


Mulai dari kisah anak-anak RM yang mana si anak ini perilakunya sangat aneh. Di sekolah nggak pernah bicara dan nggak mau bicara. Tapi, setelah Mbak April nyari anamnesanya ke keluarga anak tersebut, eeh... di rumah, si anak ini malah bertingkah seolah-olah hiperaktif, curi-curi perhatian orangtuanya. Awalnya sih anak ini tuh trauma sama gurunya, gitu kata ortunya. Tapi, dalam kisah yang dituturkan oleh gurunya malah berbeda. Jadi, sempat bingung juga, sebenarnya mana yang sangat bisa dipercaya. Sampai-sampai Mbak April kesulitan menegakkan diagnosis.

Belum lagi, anak-anak dengan gangguan jiwa yang ditempatkan di RSJ Lawang. Mendengar cerita Mbak April, nggak jauh beda dengan pengalaman temen saya yang sekarang lagi tesis. Parah. Di RSJ, kasus yang menimpa anak dan remaja lebih banyak karena masalah korban pelecehan seksual. Bahkan, ada salah satu pasien baru (cewek), masih remaja, cantik tapi akhirnya berujung skizofrenia (kalau orang psikologi nggak boleh bilang "gila", ntar disomasi kalo bilang gila). Dia ini korban patah hati, putus dari pacarnya plus korban pelecehan seksual juga. 

Ada pula pasien cewek yang sangat-sangat belia malah lebih parah lagi. Dia juga korban pelecehan seksual oleh beberapa pemuda. Jadi, ceritanya, anak ini punya riwayat kontrol diri yang kurang sehingga mudah terpengaruh dan mudah dihasut. Suatu ketika, ada pemuda yang mengajaknya jalan, dia menurut saja. Lalu, dibawalah dia ke sebuah sawah yang sepi. Pemuda itu melancarkan aksinya, menggagahi remaja ini. Dan, kalau menurut saya, tampaknya anak ini saking traumanya, dia punya gejala disosiatif. Nggak tahu apa yang menimpanya, terlihat seperti orang linglung, bingung mau pulang ke mana dan rumahnya pun tidak tahu. Setelah beberapa lama, barulah pihak Dinsos mengambilnya dari jalanan dan dirujuk ke RSJ. Teman saya pun pernah tanpa sengaja melihat (ini juga karena ulah pasien itu), kasihan... kasihan sekali. (Maaf) kelamin remaja cewek ini sudah hancur tak berbentuk. Astaghfirullah. Miris. Tapi, ketika diwawancarai gitu, remaja ini malah sering mengingat-ingat kejadian di mana dia pernah "ditiduri". Dia juga sering bertingkah aneh dengan memasukkan jarinya ke dalam mulut yang menurut ucapannya, dia sedang berfantasi menikmati "oral seks" dengan si pemuda (entah pemuda yang mana, saking banyaknya). Dia pun tertawa-tawa sendiri seolah merasa nikmat dengan apa yang pernah dialami. Dan, kebetulan ada mahasiswa kedokteran yang juga berkunjung waktu itu. Mahasiswa FK ini menawari untuk memeriksa perut pasien ini karena mungkin saja hamil mengingat cerita-cerita yang digelontorkan oleh pasien ini sendiri. Tapi, pasien ini menolak dengan keras. Yaaa, entah pihak rumah sakit sudah memeriksanya atau belum, tidak tahu juga. Tapi, semoga saja tidak ada hal buruk yang menimpa remaja malang itu deh.

Pasien-pasien remaja pun, kalau diobservasi lebih mendalam, ternyata mereka itu sangat agresif dan sebaiknya perlu menjaga jarak dengan mereka. Fantasi dan hasrat seksual mereka lebih besar. Jadi, jangan heran bila mendapati pasien itu berhubungan badan dengan sesama pasien (sesama jenis) di bangsal mereka suatu waktu. 

----

Selain cerita di atas, ada juga kisah mengenai sebuah tempat penampungan orang-orang dengan gangguan jiwa yang sangat eksklusif. Kalau dulu, kami masih bisa berkunjung atau sekadar wawancara ke sana. Tapi, sekarang, sudah dilarang. Di tempat itu, pasien-pasiennya memang berasal dari keluarga terpandang dan khusus. Jadi, tidak boleh sembarangan dijenguk. Pun, keluarga mereka sendiri justru hampir tidak pernah menjenguk lantaran malu. Jahatnya lagi, demi menutupi riwayat pasien, pihak dokter/psikiatri yang bekerja di situ pun membuat diangosis palsu (diagnosa aslinya tidak akan diberikan kepada siapapun di luar pihak tempat penampungan itu).Termasuk juga menyembunyikan alamat asli dan riwayat asli lainnya tentang pasien. Sehingga, mahasiswa yang dulu sempat magang di situ merasa sangat kewalahan dan kesulitan mendapatkan anamnesa dan menegakkan diagnosa. Alamat rumah yang diberikan pada mahasiswa pun palsu sehingga kesulitan untuk mencari keluarga pasien dalam rangka wawancara.

Banyak pula orangtua pasien-pasien jiwa yang cenderung tidak mau menerima keadaan sang anak. Sehingga, banyak pasien yang dianggap telah sembuh lalu dipulangkan ke rumah, lantas tidak betah, jiwanya makin terguncang dari sebelumnya dan kembali ke RSJ. Bahkan ada yang sampai bolak-balik RSJ berkali-kali. 

Family support pada akhirnya menjadi salah satu faktor terpenting. Orangtua boleh merasa terpukul, tapi tidak boleh menolak kenyataan bahwa sang anak mengalami gangguan kejiwaan. Mereka seharusnya bukan membuang anak-anak mereka ke RSJ atau tempat lain. Mereka seharusnya tetap mendampingi anak, menjenguk anak mereka dan memberi dukungan moril atau paling tidak melihat bagaimana kondisi anak-anak mereka. Kalau sudah membuang lalu menolak dan tidak mengakui sang anak, bagaimana nasib anak ini di masa depan? Apakah para orangtua itu tidak takut dengan azab Tuhan karena telah menelantarkan anak hanya karena "sakit"? Bukankah, anak itu adalah titipan amanah untuk para orangtua?

Skizofrenia itu bukanlah hal menjijikkan. Pasien dengan skizo juga kehadirannya bukan untuk dijadikan sebagai kelinci percobaan, dijauhi apalagi dicaci. Mereka tetap mempunyai basic needs. Mereka butuh makan, minum, tidur. Mereka juga butuh rasa aman. Mereka butuh dihargai dan dilindungi. Mereka pun butuh perhatian dan kasih sayang. Yang paling penting, dari dasar hati, mereka pun membutuhkan kesembuhan. Karena memang belum ada obat penyembuhnya, paling tidak memberikan support pada mereka bisa menjadi salah satu bantuan untuk mengurangi manifestasi gejala-gejala skizo. Paling tidak, dengan menghargai dan menerima keberadaannya, mereka bisa tetap tenang.