Pages

RASA TAKUT PADA ANAK

Assalamu'alaikum

Menjawab request-an berikutnya yaitu dari Mak Dhona Chandra. Mohon maaf bila terlambat karena lappy baru sembuh.

Oke, pertanyaan dari Mak Dhona seperti ini: 

Mak...bahas gimana supaya anak gak suka takut...misal sama hantu dan lain-lain.Dirumah sih gak suka nakut-nakutin, tapi di sekolah banyak temannya yang suka cerita hantu gitu. Mo disegerakan menempati kamar sendiri tanpa harus ditemani dulu Mak

Jadi, langsung saja ya jawabannya.

Eum, kalau dari artikel dan buku yang pernah saya baca, rasa takut pada anak atau pada orang dengan usia berapapun itu merupakan hal wajar. Rasa takut ini bahkan sangat dibutuhkan sebab merupakan salah satu bagian dari ekspresi emosi yang alamiah pada seorang manusia. Dengan rasa takut, manusia bisa lebih waspada dan juga sebagai sirine untuk bertindak melindungi diri dari kecaman bahaya pemicu rasa takut itu. Kalau ada orang yang nggak pernah merasa takut, berarti emosinya perlu dipertanyakan.

Namun, rasa takut atau ketakutan ini akan berbahaya apabila tidak tertangani. Jika ketakutan itu makin berlanjut, bisa jadi, si anak malah akan mengalami fase fobia (rasa takut yang tidak wajar).

Sebenarnya, masih ada banyak hal atau data yang perlu dikumpulkan mengenai detil ketakutan yang dialami pada anaknya Bunda Dhona. Kalau dari tulisan beliau di atas, Di rumah nggak ada yang suka nakut-nakutin tapi di sekolah banyak temannya yang suka cerita hantu. Nah, dari sedikit penjelasan ini, bisa ditarik problem bahwa rasa takut yang dialami si anak ini disebabkan oleh adanya penularan dari lingkungan.

Teman-teman anak di sekolah suka ceritain soal hantu, nakut-nakutin atau ngagetin dari belakang atau bentuk lain, jika ini terjadi berulang-ulang dan terus-menerus dalam periode panjang, maka orangtua kudu waspada terhadap rasa takut pada anaknya.

Kalau virus dari teman-temannya itu udah sering dibawa ke dalam rumah. Di rumah pun si anak suka takut-takut sendiri atau berperilaku seperti orang dengan sindrom paranoid, bisa jadi ini tidak wajar. Cara untuk mendeteksinya, sangat mudah. Tinggal diobservasi aja perilaku anak setiap hari di rumah dan di tempat lain. Kalau sudah ada indikasi adanya rasa takut yang tidak wajar, ortu harus bertindak cepat. 

Misalnya nih, di sekolah, si anak ini suka ditakut-takutin pake karet gelang, balon, bola atau benda-benda nyata lainnya, lalu saat anak melihat kembali benda-benda tersebut di rumah dan sama takutnya saat di sekolah, berarti ada pertanda rasa takut anak disebabkan oleh trauma pada benda-benda tertentu. Kalau anak takut karena suka diceritain soal hantu atau sesuatu yang tak bisa dilihat secara kasat mata, ini juga kudu diwaspadai karena ketakutan pada hal yang tak nampak malah bisa mempengaruhi fungsi lain kayak pendengarannya juga. Eum maksud saya, hantu itu kan gak nampak di mata. Tapi, kalau orang udah takut hantu, biasanya juga malah jadi sensitif dan curigaan pada suara-suara. Khawatirnya, malah berkembang sebuah halusinasi.

Solusinya gimana? Tentunya peran orangtua sangat dibutuhin. Caranya dengan memberikan dukungan dan empati. Kalau si anak sudah memunculkan tanda-tanda ketakutan, ortu kudu gesit, tanyakan pada anak, apa sih yang bikin dia takut. Kalau dia nunjuk sesuatu yang menjadi sumber ketakutannya, coba dicek dulu, benda atau hal macam apa sih yang ditakutin. Kalau itu bukan sesuatu yang berbahaya, coba pelan-pelan dijelasin pada anak itu tuh nggak apa-apa. Kalau perlu, dekatkan dia pada sumber rasa takut tersebut agar bisa mencermati dan menyelidiki sendiri, sebenarnya apa sih itu. Kalau anak enggan kompromi, jangan paksa anak untuk menjelaskan.

Ortu juga sebaiknya jangan menambah-nambahi atau memperburuk situasi. Biasanya ortu kan suka tuh ngelarang-larang anak ini itu. "Eh, jangan main kucing, ntar digigit. Eh, Adek jangan lari-lari, ntar jatuh, ntar dikejar hantu loh!" Perkataan persuasi negatif kayak gini sebaiknya kalau bisa jangan dilakukan.

Cara selanjutnya, kalau si anak udah takut keluar rumah karena ingin menghindari hal yang ditakuti, coba kasih waktu anak untuk rehat dan tenang sejenak. Setelah itu, pelan-pelan latih anak untuk mengurangi rasa takutnya. Contoh kecilnya, kalau awalnya anak juga takut ke kamar mandi sendiri, nggak apa-apa, ortu menemani sekali dua kali. Tapi, selanjutnya, pas nganterin anak ke kamar mandi, coba pelan-pelan tinggalin dia sendiri. Besoknya, coba ajarkan anak agar dia ke kamar mandi sendiri. Bisa dengan cara menjelaskan dulu bahwa di kamar mandi atau di ruang manapun dalam rumah itu tuh nggak akan membahayakannya. Baiknya lagi, mengajarkan dengan cara memberi contoh. Jadi, ortu ngasih contoh real perilaku kepada anak. MInta anak untuk menyimaknya dengan tenang. Ini memang tidak bisa sekali, tapi kudu telaten, sabar dan berkali-kali.

Selain itu, pastikan untuk selalu bangun komunikasi yang lancar dan positif pada anak. Kayak contoh tadi, jangan suka melarang-larang anak untuk melakukan ini itu. Kalaupun si anak punya dorongan untuk melakukan hal yang benar-benar berisiko/berbahaya, jangan pakai kalimat larangan, tapi ganti dengan kalimat positif.

Selanjutnya, jangan membatasi ruang gerak anak. Jangan mentang-mentang dia takut terus nggak mau diajak jalan-jalan keluar rumah dan ortu juga ikut-ikutan mengiyakan. Besok-besok, ketika emosi anak sudah mereda, ajaklah ia untuk lebih mengenal dunia luar. Sebaiknya jangan terlalu lama mengajak anak keluar rumah. Kalau terlalu lama, biasanya risiko mengalami hal membahayakan malah lebih mungkin terjadi. Yaa secukupnya saja waktunya.

Apabila cara-cara yang saya uraikan ini belum membantu, dan anak masih saja mengalami ketakutan yang makin tak wajar, maka sebaiknya ortu segera mengontak ahli terdekat dalam kota. Segera konsultasi dan bawa anak ke dokter, psikiater atau psikolog terdekat untuk memastikan atau mengetes apakah ketakutan anak sudah berkembang pada fase fobia ataukah belum/tidak. 

Nanti setelah dikroscek atau dites dan di-anamnesisi, psikiater atau psikolog akan memutuskan dengan menawarkan treatment yang tepat untuk si anak tersebut. Kalau sudah ada kecenderungan fobia, biasanya akan dikasih treatment CBT (terapi kognitif-behavior) untuk "menyembuhkan" fungsi kognitif, psikis dan perilaku anak dalam keadaan normal kembali. Kadang ada juga sih yang pakai hipnoterapi, cuman itu masih langka dan tidak sembarang psikolog yang bisa ngasih. Biasanya memang ada ahli hipno dengan gelarnya tersendiri. Atau mungkin akan diberi alternatif solusi lainnya, semua tergantung pada kondisi atau tingkat keparahan problemnya.

Jadi, Bunda Dhona, kalau mau lebih jelas lagi, jika memang cara-cara minimalis tidak dapat cukup membantu, maka lebih baik, segera bawa langsung anak ke psikiater/psikolog ya agar bisa lebih jelas dan tahu, kira-kira anak harus diberi terapi atau gimana-gimananya.

Mohon maaf bila ada kekurangan karena masih tahap belajar. Terima kasih :)



Best regards,