Pages

GHIBAH MEMUTUS SILATURAHMI

Senin kemarin di kelas profesi sedang heboh membahas argumen terkait figur yang menjadi buah bibir.

Ketika heboh terdengar omongan miring mengenai seseorang, teman-teman lain yang awalnya tidak paham, akhirnya harus mendengar.

Jujur, saya beruntung memiliki teman-teman (yang biasanya kami duduk dalam barisan kursi yang sama dan yang paling sering diajakin bertukar pikiran) baik dan bijaksana. Terus terang, kami sebenarnya risih ketika di sekeliling kami terdengar beragam ghibah mulai A sampai Z. Akhirnya, selasa kemarin, mbak yang biasa kami panggil "ibu" (soalnya usianya lebih tua dan udah punya dua anak serta lebih dewasa daripada semua) serta "tante" (mbak yang udah punya anak satu tapi masih agak muda usianya) memberikan nasehat kepada kami.

Benar juga. Apa sih yang kami ketahui? Padahal, tidak begitu dekat dengan orang tersebut meski memang orang tersebut pernah berbuat salah.

Beberapa dari kami yang kontra dengan omongan miring tersebut sungguh sangat kecewa. Kecewa karena ghibah tersebut ternyata disebarkan oleh teman baik dari orang yang menjadi buah bibir. Seperti kisah dalam sinetron Jilbab I'm in Love yang sering kami nonton tiap maghrib. Kok ada ya yang udah lama berteman bahkan bersahabat, tapi sering su'udzan bahkan tega membuka aib temannya sendiri kepada teman/orang lain yang sama sekali belum mengenalnya.

Menurut kami, jika memang apa yang dibincangkan tentang orang tersebut adalah benar, tidak seharusnya diberitahukan pada orang lain. Saya juga hampir saja termakan oleh ghibah itu kalau saja tidak ada teman-teman baik dan bijak seperti si ibu dan si tante yang menguraikan nasehat mengenai hal tersebut kemarin. Saya pun berpikir ulang, memang betul bahwa kita tidak boleh seenaknya men-judge seseorang hanya karena salah satu sikapnya yang kurang baik.

Seharusnya, kita saling mengingatkan
Bukan dengan menusuk dari belakang
Seharusnya, kita saling mengajak untuk berbenah diri bersama
Bukan dengan menyudutkan satu atau beberapa pihak yang tersalah
Seharusnya, kita bisa melihat orang yang memiliki salah tersebut dari sudut pandang lain
Memang, sikapnya tak mengenakkan hati
Namun, bukankah lebih baik jika tidak diadakan ghibah disertai kebencian yang mendalam sampai ingin menjauhinya
Jika sudah menjauh, bisakah kita bayangkan bila berada di posisinya

Saya pernah merasakan hal itu
Mengalami saat berada di posisi terpuruk, menjadi buah bibir ketika masih sekolah
Dijauhi teman-teman hanya karena satu oknum yang menyebarkan berita salah tentang saya
Rasanya sakit? Tapi, saya berusaha untuk terus memaafkan bahkan berani meminta maaf pada orang yang sudah memfitnah saya. Mungkin, saya kurang mengoreksi diri sehingga terjadilah fitnah itu atau mungkin waktu sekolah dulu, saya pernah menyakiti hati yang memfitnah. Semua bisa saja diselidiki makna di baliknya asalkan mau tekun mengoreksi diri.

Tak habis pikir...
Mengapa belakangan ini banyak terjadi ghibah?

Dari uraian ini, saya bisa menyimpulkan agar kita lebih selektif dalam mencari teman.
Bukan berarti kita memblokir diri dari semua teman.
Kita tetap harus menghormati teman atau siapapun yang ada di sekitar kita
Namun, untuk bersahabat, sebaiknya pilihlah teman yang benar-benar sholeh, bukan sekadar baik
Sebab, teman adalah cerminan tentang siapa diri kita
Kita bisa dinilai dari siapa teman kita, dengan siapa kita bergaul dan berbincang setiap harinya
Jadi, jangan asal pilih teman dekat deh ya

Kita juga harus berhati-hati ketika mempunyai teman (biasa) yang hobinya menceritakan aib orang lain. Sebab, tidak dimungkiri, suatu hari, nama kita bisa saja akan menjadi salah satu bagian dari ghibahnya. Ini ada kok dalam hadits (hehe saya lupa bunyinya).

Semoga kita bisa menjaga lisan kita ya
Sungguh, manusia itu tempatnya khilaf dan salah
Saya pun manusia jadi sangat mungkin untuk berbuat salah dan khilaf
Yang terpenting adalah, ketika berbuat salah, kita berani menyelami diri, mengakui, mengoreksi dan berbenah (berubah).

EDISI RINDU

Tak terasa sudah 11 bulan menetap di Malang, meninggalkan tanah kelahiran, kota Parepare. Kerinduan itu makin membuncah ketika beberapa waktu lalu melihat ada begitu banyak perubahan di tempat saya mengajar dulu, STAIN Parepare.

Mahasiswa/i yang pernah belajar bersama kelas saya mengalami banyak perubahan baik yang sangat signifikan. Semenjak saya resign, salah satu mahasiswa di kelas Kesehatan Mental saya dulu ada yang berhasil tembus ke program Dai Muda Indonesia di MNC TV. Walaupun tidak berhasil jadi juara, namun antusiasme dari masyarakat Parepare, Makassar dan Sulawesi sangat tergambar jelas ketika Fajar (nama mahasiswa tersebut) pulang pasca tereliminasi dari Dai Muda. Meskipun tidak maju sebagai pemenang, berkat ketenaran Fajar sebagai salah satu Dai Muda di Parepare, alhamdulillah preman-preman pasar dan sekelompok "penjahat" yang dulu beraksi di Parepare mau berguru dan belajar bersama Fajar di masjid tiap usai shalat subuh. Subhanallah.. barakallah.. Saya sendiri takjub melihat perubahan positif tersebut.

Hal kedua yang berubah adalah Guidance Club BKI (Bimbingan Konseling Islam). GC ini pertama kali dibuka ketika saya juga diminta untuk pertama kali menjadi mentor di STAIN sebelum resmi mengajar sebagai dosen. September 2012 lalu itulah pertama kalinya saya bertemu dengan mereka. Sejak saya mengajar sebagai dosen, mulai Januari 2013, GC makin meredup. Bukan karena sengaja ditutup, tapi makin hari pesertanya makin hilang. Yang bertahan hanya beberapa orang saja. Alhamdulillah, sejak saya resign, semangat GC bangkit. Lagi-lagi berkat bantuan Fajar. Ah, Fajar lagi... Dia memang salah satu mahasiswa terbaik di kampus itu, yang menurut saya mempunyai kapasitas intelektual melebihi teman-temannya yang lain sehingga lebih tanggap dalam hal problem solving. Sampai sekarang, mereka masih mengirimkan kabar seputar kajian GC pada saya. Kami juga berteman di grup BKI di BBM. Semoga saja keakraban ini akan terus terjalin deh ya, aamiin.

Kemarin pun, waktu saya sedang chat di BBM dengan mereka, ada yang nyeletuk, ngedoain saya segera dapat jodoh. Hehehe ya ya ya...alhamdulillah didoain baik-baik sama para kesayangan. Bahkan ada mahasiswa (cowok) yang--entah dia bercanda atau serius--meminta pada saya agar dijadikan pager bagus ketika saya nikah nanti. Hehehe.. yaa ampuuun... mereka itu seperti adik-adik saya, tak peduli cewek maupun cowok, kalau sudah ketemu saya, seperti anak kecil, ngegodain gak ada habis-habisnya. 

Saya juga bersyukur, perkembangan keterampilan mereka makin meningkat. Menurut kabar yang saya terima, insyaAllah saat ini mereka sedang menggarap project film pendek dengan tema yang nggak jauh dari BKI. Mereka rencananya pengen survey permasalahan remaja di sekitar Parepare lalu memuatnya dan membahasnya dalam sebuah film (semacam dokumenter) untuk keperluan GC dan kampus. Kami juga sempat diskusi di BBM mengenai temanya.

Dari semua hal itu, saya sungguh nggak nyangka, ya Rabb... saya ngerasa jadi istimewa karena masih dilibatkan oleh diskusi mereka, sekalipun saya sudah tak lagi duduk sebagai dosen mereka. Kemarin, mereka juga sempat nyeletuk terus, berharap agar saya kembali mengajar di sana. Bukannya tak mau, namun saya sampaikan niatan bahwa saya di sini juga sekalian ingin mencari jodoh. Hehehe.. Ya Rabb... Nggak tahu kenapa tapi selama saya kuliah di Malang waktu S1 dulu sampai saya balik dan menetap di Malang lagi, saya jadi ngerasa rezeki saya lebih banyak di sini. Sejak resign dan pindah, buku-buku saya diterima sama penerbit (nggak ditolak lagi), sejak saya resign, saya jadi merasa lebih baik. Ah, sugesti mungkin tapi inilah yang saya rasakan.

One day, kalau saya sudah nikah, saya pengen ngajak suami main ke Parepare, njenguk kampus yang pernah menerima kehadiran saya, njenguk mahasiswa/i yang sangat saya rindukan sekaligus melepas rindu pada tanah kelahiran. Oh Parepare.... pantai, seafood, sahabat-sahabat terbaik, rumah (yaa walaupun udah dibeli orang sih) rinduuuuu semua itu.

Saya sangat berterima kasih pada semua sahabat, rekan-rekan dosen senior dan mahasiswa/i yang dulu pernah memberikan kesempatan pada saya untuk belajar, bercanda dan menangis bersama mereka.

Terima kasih semua..
Terima kasih Allah...
Nikmat-Mu ini sungguh indah...
Punya orang-orang terkasih rasanya seperti dicintai oleh seribu malaikat, ya merekalah malaikat-malaikat itu :)

CURHAT ANAK MAPRO DI KELAS FILSAFAT

Pagi tadi kami kuliah filsafat ilmu tambahan.
Nah si ibu dosen tuh sambil menerangkan materi terakhir, beliau bercerita banyak.
Nama dosen kami Bu Ida. Anak Bu Ida kan punya PR tapi kasihan banget karena pulang sekolahnya udah maghrib jadi ga bisa ngerjain PR sekolah karena udah capeeek dan ngantuk berat. Padahal PR itu dikumpul hari ini. Jadi Bu Ida berbaik hati bantu ngerjain tugas puteranya.
Tugasnya tuh susaaah, disuruh wawancarain orang yang pernah hidup dalam masa penjajahan sebelum kemerdekaan. Beruntung Mamanya Bu Ida masih hidup dan beliau dulu masih ingat apa aja yang terjadi di zaman penjajahan meski masih kanak-kanak.

Dari cerita ortu Bu Ida, kami jadi bener-bener ngerasain betapaaa kasihan banget dan dibodohi oleh penjajah.

Jadi, zaman dulu itu yang namanya orang bersekolah itu cuman bisa dihitung jari. Para penjajah memblokir akses pendidikan bagi orang pribumi. Alhasil, masyarakat Indonesia dulu hampir gak ada yang cerdas.
Salah satu pembodohan yang dilakukan penjajah dulu padahal cuman hal sepele yang berdampak besar. Jadi, ketika penduduk mendengar suara pesawat melintas, mereka disuruh untuk keluar dari rumah dan bersembunyi ke tempat yang jauh. Alasannya agar aman dari bahaya yang mungkin saja datang. Seketika pesawat/helikopter penjajah melintas, masyarakat manut-manut aja gitu. Mereka berbondong keluar dari rumah menuju tempat persembunyian. Ketika sudab gak terdengar suara pesawat, mereka baru diperbolehkan pulang. Namun, apa yang terjadi? Mereka mendapati lumbung padi dan hasil panen lainnya ludes. Meski demikian, lucunya mereka tidak mengeluh, melainkan pasrah. Akhirnya, mereka pun harus bersusah payah menanam dari awal lagi. Kejadian inj terjadi setiap mereka telah selesai panen. Jadinya mereka tuh gak pernah bener-bener ngerasain hasil panen sendiri dan malah makan ares. Ares? Dimakan? Itu doaang?? Ngenes banget gak sih?
Ckckck... selama kurang lebih 350 tahun kita dijajah. Selama 5 turunan itu pula, bangsa kita menderita. Bangsa Eropa dan Amerika semakin bebas memeras sumber daya alam Indonesia. Contohnya saja Eropa yang hanya merasakan 1 kali musim panas hanya dalam 3 bulan tiap tahunnya. Dengan udara dingin seperti itu, mereka tentu membutuhkan penghangat. Salah satunya adalah minuman aja. Minuman jahe. Lahan di Eropa kan gak bisa ditanami rempah kayak jahe. Sehingga untum memenuhi kebutuhan itu, cara termudah adalah dengan memanfaatkan negara tropis: Indonesia.
Iya ya. Kita ini aslinya kaya raya loh. Segala macam bisa tumbuh di tanah air kita. Kita punya banyak pantai, pegunungan, lahan yang subur. Tapi sayangnya gak diimbangi dengan sumber daya manusia yang memadai.
Oleh karena itu, sebagai seorang ilmuwan atau orang berpendidikan kayak kita-kita ini, harusnya tidak menyia-nyiakan potensi yang kita miliki. Manfaatkanlah itu untum memajukan bangsa kita. Gampangnya, dimuai dari diri kita dulu dan dimulai dari hal paling kecil.
Hendaknya, ilmu yang kita miliki mampu membantu pembangunan sistem peradaban bangsa kita. Selain itu, sebagai generasi muda, kita juga harus selalu mawas diri terhadap pengaruh brainstorming dari budaya Barat yang sama sekali gak selaras dengan falsafah hidup kita yang merupakan orang beradat ketimuran dan beragama.
Yuk kita bareng-bareng memajukan bangsa ini dengan potensi yang kita punya. Sebagai penulis, yuk kita sebarkan ilmu yang bermanfat melalui jari jemari kita. Ilmu yang positif akan memberikan perubahan hidup dan cara pandang yang juga positif.

CURHAT ANAK MAPRO: HIDDEN WAR?

Menjelang siang, baru satu jam ngerjain tugas take home UTS kualitatif, baru satu nomor dan itu jawabannya puanjaaaang semuaaaa (ibu dosen emang niat banget gitu yaa nyuruh kita menulis). Biar gak suntuk, saya mau sharing bentar sekalian update blog.

Isinya lagi-lagi curhat sih. 

Ini bermula dari presentasi kami di kelas. Kemarin pagi, saya sama seorang teman kebagian jatah presentasi metpen bagian pengumpulan data. Nah, pas giliran saya yang ngejelasin, emang saya niatkan tuh dari awal, jelasin panjang lebar, lebih detail dan lebih lengkap biar semua bisa paham jadi gak banyak yang nanya. Eeeeeh.... nggak tahunya, di sesi diskusi, kami berdua diborong oleh banyaaak pertanyaan dari banyak orang.

Untungnya, kami berdua mampu survive, hehe..maksudnya bisa menjawab semua dengan baik. Nggak sia-sia dong ya bangun jam setengah tiga pagi nge-print terus prepare presentasi. Nah, dari sekian banyaknya penanya, ada seorang teman yang pertanyaannya itu hanya masalah teknis saja. Itupun dipertanyakan sampai berbusa-busa. Kami berdua masih dengan kepala dingin berusaha menjelaskan, bahwa kami memang salah dalam menyajikan salah satu slide sehingga membuat persepsi beberapa teman jadi ambigu. Namun, anehnya, sebagian kecil dari mereka yang ambigu itu malah bingung dengan pertanyaannya sendiri.

Rekan saya di presentasi kali itu pun sudah panas, hampir aja buku itu melayang, katanya. Haha... saya pun, sudah berkali-kali meluruskan dan memohon maaf kepada penanya untuk satu kesalahan teknis yang sebenarnya itu tidak menjadi persoalan besar. Naah... ketika sudah dijelaskan berulang kali, si penanya tadi bilang gini, "Udah paham sih,,, tapi..." 

Sampai teman-teman yang lain ada yang turut memberi masukan. Kami tampung. Ada pula yang berkomentar gini, "Saya nggak habis pikir dengan mereka itu. Kok sikap mereka seperti itu ya. Tahu sudah paham, tapi masih saja mencari-cari kesalahan padahal itu sudah jelas diakui oleh kelompok presentasi bahwa itu adalah kesalahan teknis. Kenapa diperdebatkan panjang lebar padahal masih banyak pertanyaan yang lebih berbobot daripada itu?"

Yaa..sudahlaah...
Selepas presentasi, kami berdua sih senyum dan ketawa-ketawa aja. Fenomena yang lucu. Lucu sekali. Bukannya mengejek, tapi yaa ngapain juga coba mendebatkan apa yang sebenarnya tidak perlu dibesar-besarkan? Kalau saja posisinya, penjelasan kami yang salah dan fatal terkait materi, naaah itu baru deh sebuah kesalahan besar. Bukan juga kami meremehkan kesalahan kecil. Tapi, posisinya, kami berdua pun sudah minta maaf dan sebenarnya itu juga tidak perlu dimintain maaf sih karena gaya penulisan kami dalam slide presentasi mengikuti aturan dalam buku. Ini tuh cuma soal gaya penulisan.

Yaa ampuun sampai heboh yaa...
Ibu dosen juga sudah menjelaskan dan bisa menerima gaya penulisan kami. Kami juga menyampaikan bahwa memang sebaiknya penulisannya ditata lagi untuk penomorannya biar ada klasifikasi yang jelas. 

-----
Saya akhirnya jadi kasihan pada mereka yang terlalu sensitif seperti beberapa penanya tadi. Dengan sikap demikian, jadi banyak teman lain yang kurang respek terhadap mereka. Ada juga yang berargumen bahwa mereka sedang mencari-cari kesalahan. Yaaa apapun itu, mereka tetap teman kami. Saya pribadi juga terkadang kurang setuju dengan sikap mereka, namun bukan berarti harus membenci dirinya kan? 

Bukan hanya pada kasus ini saja, tapi masih ada beberapa peristiwa di kelas yang memang sempat menyulut komentar buruk dari teman-teman lain terhadap mereka dan itu secara terang-terangan loooh diucapkan. Bayangkan gimana sakitnya dikomentarin pedes, negatif dan mengejek dirinya secara terang-terangan? Yang ngomong teman lawan jenis pula!
-----

Psikolog memang manusia
Tapi, jangan menjadikan itu sebagai alasan untuk berbuat keburukan
Di manapun dan kapanpun, etika dan moral akan selalu menjadi ujian terberat kita
------
Semoga lain waktu, gak akan ada lagi deh kejadian kayak gini.
Kasihan kan kalau belum jadi psikolog tapi udah banyak cap negatifnya
Walau mungkin konteksnya bercanda, sebaiknya jangan berlebihan deh
Kalau timbul permusuhan, gimana?
Sayang, kan?