Pages

SURAT CINTA DARI-MU

Ya Rabbi
Pagi ini, aku telah mendapatkan surat cinta dari-Mu
Surat yang menggertakkan gerahamku
Surat yang membuat lisan dan hati tiada berhenti menyebut asma-Mu
Surat yang jujur saja... membuat air mataku berlomba jatuh satu per satu
Walau tak dapat membendungnya, tapi dalam hati aku bersyukur telah menyingkap tabir rahasia-Mu
Kuatkan aku ya Rabbi...

Ya Rabbi
Ikhtiar panjangku belum berakhir
Tapi, terima kasih atas pelajaran kekecewaan yang Engkau beri hari ini
Tidak ada yang bisa mengubah semua kecuali keputusan-Mu
Dan inilah keputusan itu
Memang benar, apa yang aku sukai belum tentu baik menurut-Mu
Terima kasih karena itu tandanya Engkau masih menyayangiku dengan adanya hikmah ini
Ya, ini lebih baik
Lebih baik kekecewaan itu berkunjung di awal sebelum terlambat
Daripada di pertengahan, banyak yang akan terlukai

Ya Rabbi...
Berilah kesabaran untuk tetap melangkah
Setiakanlah aku untuk mencintai apa-apa yang Engkau ridhai
Mungkin, Engkau akan memberiku sesuatu yang tidak pernah terpikir sebelumnya
Insya Allah ya Allah...
Aku akan berusaha belajar untuk menerima pilihan-Mu nanti
Aku akan belajar memupuk kebahagiaan dengan apa yang Engkau ridhai untukku

Ya Rabbi
Bimbing aku untuk terus istiqamah memantaskan diri di hadapan-Mu
Agar ketika Engkau telah menjatuhkan pilihan terbaik itu, aku akan merangkulnya dengan penuh suka cita
Bantu aku untuk bergerak meninggalkan apa-apa yang tidak Engkau takdirkan untukku
Bukan untuk melupakan, melainkan memaafkan apa-apa yang tidak Engkau kehendaki bagiku

Terima kasih ya Rabbi
Hari ini akan kucatat sebagai peristiwa yang sangat berharga
Bantu aku...
Bantu aku untuk memulihkan semua dari awal lagi
Engkaulah sebaik-baik pelindung
Lindungilah aku dari apa-apa yang buruk bagiku
Engkaulah sebaik-baik penolong
Hanya kepada-Mu, aku serahkan segala urusanku

BUKU KEEMPAT: CANDY RENDY


Judul: Candy Rendy (novel)
Penulis: Paresma Elvigro
Genre : Fiksi-Romance (Dewasa)
Penerbit: Sheila Fiksi (Imprint Andi Publisher)
Editor: Yasintha Vita Wahyuningsih
Setting: Elizabeth Pipit
Desain Cover: Yisar
Korektor: Venan
Jumlah halaman: ii + 302 hlm
Ukuran: 13 x 19 cm
Edisi: I, cetakan tahun 2015
ISBN: 978-979-29-5046-5
Harga normal: 55.000
-------------------------

Sinopsis:

Sepeninggal Rendy, Vigra berjuang untuk move on, menghapus dukanya akan kehilangan Rendy. Spontan Vigra berkata, "Dulu aku tak pernah punya alasan mengapa aku menyukaimu. Tapi, sekarang aku tahu mengapa begitu sulit untuk move on karena perhatian sederhana yang kamu beri. Itulah yang membuatku belum bisa melupakanmu."

Ada saat di mana kita tak cukup kuat memutuskan sesuatu

Move on bukanlah tentang memikirkan cara apa yang tepat untuk melakukannya dan bagaimana melupakannya. Tapi, tentang seberapa besari kesiapan seseorang untuk segera melakukannya dan seberapa besar hati untuk memaafkannya.

Ingin move on tapi selalu saja bertemu secara tak sengaja dengan seseorang yang ingin dilupakan itu adalah peristiwa yang membingungkan. Seseorang juga bisa gagal move on bukan karena suatu hal besar, tapi bisa saja karena hal sederhana. Apakah hal sederhana itu? Yuk ikuti kisah serunya dalam novel ini. Apakah Vigra mampu move on dari Rendy?
-----------------------------------------------------------------------

Alhamdulillah, setelah satu tahun menunggu, akhirnya selesai dicetak juga. Baru kemarin siang dikirimin sama penerbit. Ya syukurlah, sampai juga di rumah. 

Ini novel debut pertama saya. Isinya sebagian besar memang fiksi tapi semua tokoh adalah orang-orang yang dikenal kecuali tokoh figurannya. Jadi, sebelum kalian baca, jangan berprasangka dulu ya. Heheh... Entar kalau berprasangka duluan, waaah bisa kacau. Bisa-bisa saya dilemparin sepatu nanti :D. Ini cuma fiksi. Settingnya memang nyata. Tokohnya juga tokoh nyata, tapi ceritanya nggak 100% benar (walau memang inspirasinya berasal dari kisah pribadi). Lebih dari itu adalah hasil dari imajinasi saya saja. Kalau nanti ada yang nyeletuk, "Kok tokoh utamanya kayak proyeksi diri si penulis ya?" Jujur, karena masih awam banget di bidang novel, jadi saya bingung mau ngambil tokoh dari mana. Jadi, saya ambil sebagian ciri-ciri saya saja, itupun nggak semuanya asli diri saya dan nggak sepenuhnya asli ceritanya.

Jujur aja, novel ini pun sebenarnya recovery dari judul asli yang dulu yaitu Dandelion. Draft awal memang sudah sering ditolak, apalagi waktu saya tawarkan ke penerbit yang kece-kece tapi ditolak terus. Kemudian, saya koreksi dan revisi. Jadilah Candy Rendy. Tapi, setelah itu saya endapkan selama hampir setahun. Baru ketika keberanian muncul lagi, saya tawarkan ke yang lain. Proses ta'aruf dengan berbagai penerbit yang sangat panjang dan berliku itu akhirnya membuahkan hasil. Dikhitbah sama penerbit Andi di imprint Sheila Fiksi. Dan... jujur aja, ini adalah novel yang ketika udah dipinang, nggak saya harapkan bisa terbit. Saya sempat berharap untuk menariknya kembali tapi... apa boleh buat, surat perjanjian udah dilayangkan oleh penerbit. Kenapa demikian? Karena bagi saya, ini novel kalau di kehidupan nyata, aslinya lebih mellow ceritanya. Jauh beda sama yang di novel. Di novel ini, saya superior-kan untuk nutupin inferioritasnya hehehe. Biarlah. Kenyataannya cukup saya dan Allah aja yang tahu. Karena sudah terbit, so, selamat menikmati!

Mungkin akan ada banyak kritikan (masukan) dari para pembaca nanti. Ya, saya terima dengan senang hati. Soalnya, setelah saya baca berulang-ulang, sepertinya memang novel itu banyak kekurangannya, terutama di eksekusi ending yang menurut saya kurang pas. Tapi, mau gimana lagi. Waktu nulis itu, memang ending-nya nggak dipaksakan, cuman alur menuju tamatnya cerita itu yang masih belum lihai. Lompat-lompat. Haduh, saya saja sampai bingung, mau diuraikan panjang-panjang fasenya nanti malah 300 halaman lebih. Jadi, sebagai pemula di bidang novel, saya parah aja, hahaha (ya ampuun ini jangan ditiru). Saya perlu banyak belajar lagi. 

Karena banyak kekurangan, saya jadi belum bisa berani seterusnya menulis novel. Selain itu, saya juga masih suka nulis di bidang nonfiksi sih, khususnya yang berkaitan sama psikologi dan islam. Banyak ide sih untuk meleburkan dua tema itu dalam sebuah novel. Hanya saja, saya belum piawai. Yaa, ini tantangan deh buat saya kapan-kapan kalo nulis novel lagi ya. Kalau untuk personal branding, hehe saya memang maunya dikenal sebagai penulis nonfiksi di dua kolaborasi tema itu tadi sih.

Ya, sudahlah hehe
Novel ini udah terbit guys! Jadi, kalian bisa mengaksesnya di toko-toko buku terdekat di kota kalian yak ^_^. 
Euum, untuk buku ini, saya nggak ngadain Giveaway ya. Mohon maaf. Soalnya, saya udah punya janji ke beberapa orang buat ngehadiahin novel ini. Udah pada di-booking sementara stok bukti terbit yang dikasih ke saya cuman 6 biji. Nggak mencukupi banget untuk diadain GA resmi. Lagipula, tiap ngadain GA, nggak ada yang mau ngasih sponsor haha jadi nggak enak juga kalo hadiahnya cuman dikit. Saya juga lagi nggak punya dana lebih buat beli tambahannya.

BAHAYA TIDAK DISIPLIN

Dictionary Definition of the Word Discipline Royalty Free Stock Photo
from IStockPhoto
Menjelang akhir Desember lalu, semakin lama, banyak mahasiswa datang terlambat. Setiap hari aktif kuliah, saya pikir justru sayalah yang akan datang terlambat sebab jarak rumah ke kampus cukup jauh. Butuh waktu 40 menit bagi saya untuk menempuhnya. Setiap hari, saya selalu mempersiapkan diri dan selalu berangkat satu jam sebelum jam kuliah. Itupun, saya selalu berjalan cepat ketika sudah sampai di parkiran karena jarak antara gedung pascasarjana dan parkiran cukup memakan waktu. 

Padahal, para mahasiswa tersebut mayoritas ngekos di depan kampus. Butuh waktu hanya 2 menit saja untuk menyeberang dan kira-kira 8-10 menit berjalan sampai ke gedung kuliah. Namun, ketika jadwal masuk kuliah jam 08.00, mereka selalu membiasakan diri persiapkan diri 5 menit sebelum jam tersebut kemudian berangkat. Tidak jarang, makin hari, makin banyak yang molor. Berangkat jam 8 dan tiba di kelas, dosen sudah mulai memberikan pengantar kuliah.

Lebih parah dari itu, pernah dosen mereka menegur secara halus. Dosen pertama bahkan memberikan petuah panjang lebar bagi yang datang telat. Lalu, dosen kedua malah menyinggung secara terang-terangan dengan berkata, "Kok makin hari, makin tidak disiplin ya?" Ekspresi beliau memang tersenyum (karena beliau murah senyum) tapi saya paham bahwa sebenarnya beliau sangat kecewa terhadap segelintir mahasiswanya.

Saya berkaca pada diri sendiri. Malu rasanya seandainya saya terlambat masuk. Lebih-lebih kalau saya ada di posisi mahasiswa tersebut yang suka datang telat itu, mau jadi apa saya? Saya berpikir, mengapa jarak yang begitu dekat dengan kampus justru membuat orang semakin menunda keberangkatannya? Hanya karena dekat, aturan lain pun disepelekan.

Saya juga pernah mengalami masa-masa ketidakdisiplinan yaitu ketika SMP dan SMA. Khususnya tidak disiplin pada jadwal shalat alias tidak shalat tepat waktu (suka nunda-nunda). Sampai suatu ketika, saya terlambat bangun dan melaksanakan shalat subuh kesiangan. Selepas itu, saya menangis. Menangisi diri saya yang begitu bodoh karena sudah menyia-nyiakan waktu. Menangisi satu pahala yang gagal saya dapat dari-Nya. Menangis karena mungkin keterlambatan tersebut disebabkan banyaknya dosa-dosa saya di hari sebelumnya. Saya menyesal dan sejak saat itulah, saya bertekad kuat untuk berubah.

Mengapa disiplin begitu penting?
Mengapa ketidaksiplinan itu sangat berbahaya?
Karena sekali kita menerapkan hal kurang baik, lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan.
Kebiasaan untuk tidak disiplin, akan menimbulkan bencana berupa perilaku suka menunda.
Kebiasaan menunda, akan menyebabkan kemalasan.
Sikap malas yang dibiasakan, akan membuat kita semakin melonggarkan aturan yang berlaku.
Lebih dari itu, kita akan gagal mencapai impian/cita-cita yang seharusnya bisa lebih cepat diraih.

Dalam Islam sendiri, disiplin itu sangat penting. Disiplin dalam Islam dapat diartikan sebagai wujud ketaatan dan kepatuhan. Salah satu pelajaran disiplin ini dapat kita lihat dalam firman Allah yang berbunyi, "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur`an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs. an-Nisâ`: 59).

Selain patuh dan taat, disiplin juga dapat diartikan secara luas yaitu sikap tanggung jawab terhadap tugas yang diamanahkan pada kita, kontrol diri kita terhadap penggunaan waktu, kesungguhan kita untuk menjalankan bidang yang ditekuni dan lainnya. Disiplin juga berarti komitmen untuk senantiasa menaati perintah dan menjauhi larangan Allah swt, baik pada saat sedang sendirian maupun saat ada orang lain yang mengawasi.

Dalam surat Al-Ashr pun Allah sampai berjanji, "Demi masa! Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran."

Satu detik dalam putaran waktu sering kita sepelekan. Akhirnya, saat ingin menargetkan sesuatu, kita lupa bahwa satu detik yang lalu tidak kita gunakan semaksimal mungkin. Kita lupa bahwa satu detik yang lalu, kita tidak melakukan apapun untuk merealisasikan target tersebut. Dan.... akhirnya, penyesalan datang... selalu di belakang.

Jika kita mampu menyadari kesalahan itu, segeralah memperbaikinya. Sesungguhnya mengoreksi diri itu lebih baik.

“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab oleh ALLAH Swt kelak. Bersiaplah menghadapi Hari Perhitungan yang amat dahsyat. Sesungguhnya hisab pada Hari Kiamat akan terasa ringan bagi orang yang selalu menghisab dirinya ketika di dunia.” [Al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh Jami’ at-Tirmidzi].

Ketika kita tidak disiplin, semua pintu rezeki akan menjauh dari kita
Ketika tidak disiplin, secara tidak langsung kita menunda menaiki tangga untuk mencapai impian/cita-cita
Ketika tidak disiplin, setan akan semakin senang membuntuti kita dengan kata "tapi dan tapi".

Mulai sekarang, yuk kita belajar mendisiplinkan diri

Mulai dari yang ringan-ringan dan mudah dulu sebagaimana yang tertulis dalam QS Al-Baqarah: 286, 
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya."

Mulai dari sekarang
Jangan ditunda lagi
Ketika ditunda, pasti kita akan menyesali

Semoga kita semua senantiasa di bawah perlindungan Allah azza wa jalla aamiin...

PENGALAMAN MENJADI PENULIS PEMULA

Sayangnya, saya sangat terlambat untuk memulai karir sebagai penulis. Sebenarnya, saya sudah sering mengikuti perlombaan menulis (menulis novel dan puisi) waktu SMP dan SMA. Tapi, tidak ada satupun naskah yang lolos saat itu. Saat kuliah, saya juga pernah mengikuti lomba menulis untuk dikirimkan ke redaksi jurnalistik kampus. Tidak juga lulus.Sampai akhirnya saya benar-benar sibuk dengan kuliah. Saya tidak perlu menjelaskan betapa sibuknya menjadi mahasiswa psikologi yang penuh dengan praktek dan praktek.

Baru setelah lulus kuliah 2012 lalu, saya mulai mencoba menulis lagi. Waktu itu, saya masih bekerja sebagai motivator di kampus yang sama (belum diangkat sebagai dosen honorer). Saya hanya mengajar satu kali seminggu. Jadi, banyak waktu longgar. Karena saya sangat senang membaca apapun termasuk melalui situs internet, saya akhirnya memberanikan diri untuk mengikuti lomba menulis. Waktu itu, saya pertama kali berkenalan dengan banyak grup penulis indie dan Self-Publishing. Dari situ, pikiran saya terbuka lagi dan semakin banyak ilmu yang direguk mengenai kepenulisan. Saya ikut perlombaan yang mereka selenggarakan. Alhamdulillah, sudah banyak antologi indie yang saya hasilkan bersama mereka.

Langkah saya tak berhenti di situ saja. Saya merasa harus keluar dari zona nyaman itu. Akhirnya, saya putuskan untuk menulis buku sendiri. Berbekal dari pengalaman/curhatan pribadi saja. Alhamdulillah proses menulis buku perdana dimulai bulan November 2012 dan selesai awal Januari 2013. Naskah tersebut berjudul Kriuk Note For Single Fighter. Saya coba tawarkan ke berbagai penerbit mayor. Terhitung sudah lebih dari 10 kali mengajukan. Tak ada yang meminang. Saya teringat dengan kisah J.K. Rowling yang berkali-kali ditolak tapi toh bisa berhasil. Saya tidak mau menyerah begitu saja.

Ada sih satu agensi tapi mereka menawarkan bentuk ebook. Batin saya berkecamuk. Ada keyakinan sendiri dalam hati bahwa saya pasti bisa menerbitkan buku seperti buku konvensional pada umumnya. Dengan berat hati, saya menarik kembali naskah itu. Saya revisi lagi. Judulnya pun saya ganti menjadi Catatan Kriuk untuk Si Single. 

Berbulan-bulan saya membenamkannya dalam file PC. Barulah pada September 2013, saya memperoleh info dari imprint salah satu penerbit yang sedang mencari naskah nonfiksi Islami. Alhamdulillah, saya coba ambil kesempatan itu. Saya pasrah saja dengan hasilnya: diterima atau ditolak. Setelah lama menanti, konfirmasi dari penerbit BIP (imprint Qibla) menghampiri. Alhamdulillah, balasannya membuat saya terharu sekaligus mengucap syukur. Rasanya seperti dilamar oleh seorang pangeran shaleh hehe. Naskah CKUS pun diterima dan diedarkan ke toko buku sejak awal Januari.

Saya tidak menyangka, respon terhadap buku tersebut cukup baik. Saya merasakan keberkahan yang sangat besar dari buku tersebut. Sempat saya berpikir, apakah baik jika saya menumpahkan curhatan ini pada orang lain? Sebagai seorang jomblo dari lahir, tentu banyak sekali kekhawatiran sejak menuliskan kisah-kisah lama itu. Tapi, alhamdulillah apa yang saya takutkan justru tidak terjadi. Para pembaca yang mayoritas anak-anak sekolah menyukainya. 

Setelah saya resmi mengajar sebagai dosen pada Januari 2014, bersyukur saya masih punya waktu untuk menulis. Saya akhirnya kembali memperoleh inspirasi untuk menulis buku kedua. Inspirasi tersebut saya tangkap ketika tidur. Ya, saya memang sering menemukan hal-hal menarik ketika mata mulai terpejam. Sebenarnya ini memang buku kedua tapi terbitnya di urutan ketiga. Buku yang saya tulis setelah CKUS berjudul Syabab. Prosesnya cukup lama karena bahasannya sangat banyak. Butuh banyak waktu untuk mencari referensi dan membagi waktu dengan rutinitas lain. Tidak jarang, saya dilanda writer's block. Saya kemudian mengatasinya dengan cara yang sederhana. Tidur, membaca lebih banyak, menonton, beribadah dan bercengkerama dengan mahasiswa/i saya. Dari cara-cara itu, pikiran saya fresh kembali. Jadi, ketika sudah membaik, saya tidak langsung menunda untuk melanjutkan tulisan. Sebab bagi saya, menunda hanyalah akan membunuh kedisiplinan terhadap impian yang ingin saya capai.

Akhirnya, buku Syabab diterima dengan baik di penerbit yang sama. Lalu, saya kemudian menangkap inspirasi untuk menulis novel. Novel itu memang tidak mudah bagi saya sehingga terjadi penolakan beberapa kali. Kembali saya endapkan lalu memikirkan hal lain. Muncullah ide menulis buku nonfiksi lagi. Lagi-lagi berasal dari pengalaman pribadi tentang bullying. Naskah berjudul Secangkir Kopi Bully memang belum rampung hingga saya harus resign di awal tahun 2014 karena hendak pindah rumah ke Malang. Barulah ketika di Malang, saya menyelesaikan naskah itu. Finally, nasibnya juga baik dan diterima oleh imprint Quanta dari penerbit EMK.

Alhamdulillah, saat ini sudah ada 3 buku dan sementara ada 1 novel yang antre terbit lalu sekarang di sela kesibukan sebagai mahasiswi Magister di jurusan yang sama, saya kembali menyicil draft buku kelima. Bagi saya, cita-cita menjadi penulis hebat belum berakhir. Saya masih harus terus berjalan, tak peduli gersang maupun badai. Yang penting saya menulis dan terus menulis sampai saya menuju pada kesempurnaa: kematian.

Well, begitulah perjalanan saya sebagai penulis pemula. Saya berharap bisa tetap istiqamah berbagi kebahagiaan dengan menulis kepada orang lain. Karena menulis itu sangat membahagiakan, jadi saya akan terus menulis sampai akhir hayat hidup saya. Sehingga, ketika saya dipanggil ke hadirat-Nya, saya akan dikenang sebagai penulis. Aamiin. Nah, inilah ringkasan dari pengalaman saya sebagai penulis pemula. Bagaimana denganmu?

(jumlah: 789 kata)



SUDAH WAKTUNYA BELAJAR INVESTASI

Gold Bars on the floor of a vault
by getty images

Setelah dipikir-pikir, memang sudah seharusnya mikirin masalah keuangan.

Jujur aja saya lemah dalam persoalan hitung-menghitung. Tapi, suatu saat saya akan menjadi seorang istri dan ibu. Nggak lucu kalau saya nggak pandai mengatur keuangan dan nafkah dari suami.

Menengok tahun lalu, ketika memperoleh royalti pertama yang lumayan besar. Saya sampai lupa menyisihkannya untuk check-up kesehatan dan juga...untuk disimpan. Di tahun tersebut, saya masuk kuliah. Jadi, beberapa bagian saya pakai untuk biaya kuliah termasuk biaya sehari-hari di kampus.

Menyesal? Sudah nggak ada gunanya menyesal.

Sekarang, saya harus pandai menyimpan uang.

Ini sebagai wujud usaha perbaikan diri lanjutan sebelum saya menikah.

Mumpung royalti berikutnya masih deposit (belum diambil), jadi mulai sekarang, saya berniat untuk belajar investasi. Ah, kata-kata saya mungkin terlalu tinggi kali ya kalau pakai kata investasi itu. Oke, saya rendahkan sedikit. Saya berniat untuk menyimpan sebagian hasil dari penjualan buku-buku saya nanti.

Seorang teman kelas saya masa S1 ada yang bekerja di ANTAM. Beberapa minggu lalu di Path, saya melihat statusnya. Di mejanya berserakan beribu-ribu koin emas para investor. Saya pun juga sudah tanya-tanya sana-sini. Ya, saya ingin investasi emas. Alasannya kenapa? Euum, saya kurang pandai menjelaskan soal investasi tapi setelah baca-baca, investasi emas itu cukup menguntungkan karena harga emas setiap tahunnya meningkat.

Hal minus saya saat ini memang belum punya simpanan pasti. Semua masih dipergunakan untuk kuliah. Pemasukan pun minus.

Tapi, hal plus-nya adalah, dengan keadaan minus tersebut, saya mampu bertahan untuk menekan biaya konsumtif lainnya. Apa aja itu? Setidaknya, saya super hemat dalam konsumsi kebutuhan pribadi seperti perawatan wajah (bedak, facial dll). Alhamdulillah, saya membeli produk perawatan wajah tiap setahun sekali. Kayak bedak dan pembersih gitu bahkan bisa bertahan sampai satu setengah hingga dua tahun. Selain itu, sekarang, saya juga sudah mulai ngirit beli pulsa. Jadi, bila nggak ada perlu apa-apa, nggak akan SMS sana-sini. Kalau untuk telepon pun, bisa dibilang saya adalah orang yang sangat jarang menelepon. Jadi, untuk biaya BBM dan pulsa internet yaa manfaatkan fasilitas wifi di rumah dan kampus.

Ah, walaupun demikian, saya harus tetap menyisihkan uang untuk simpanan hari tua.

Saya nggak tahu apa yang akan terjadi.

Kalau nanti saya berumah tangga dan semisal...suami saya punya harta pribadi lalu ada kemungkinan untuk pisah harta (memisahkan harta pribadi masing-masing), sementara saya nggak punya apa-apa, lalu terjadi seseuatu yang di luar kuasa, saya bisa apa? Nah, makanya mencegah itu selalu lebih baik daripada mengobati. Belum tentu, semua harta suami akan dihibahkan seluruhnya kepada istri karena suami juga punya tanggungan lain. Sedangkan nafkah suami pada istri, tentu lain persoalan. 

Bismillah...
Semoga tahun ini atau tahun depan bisa terwujud
Semoga bisa membeli emas Antam sebagai simpanan
Dan semoga bisa tetap konsisten menabung untuk akhirat juga
Mudah-mudahan, kelak bisa menjadi istri yang bijak dalam mengatur keuangan keluarga 
aamiin... ^_^


IP SEMESTER 1

Alhamdulillah. finally setelah ujian berakhir.

18 SKS telah tertunaikan...

Sebentar lagi lanjut ke semester dua dengan beban SKS yang lebih banyak...

Pastinya akan menguras tenaga dan pikiran...

Tapi, saya yakin mampu melalui dan menghadapinya...



Alhamdulillah, untuk sementara ini, nilai di KHS cumlaude. Tapi, masih ada satu nilai mata kuliah yang belum disetor dosen. Dua di antara 18 SKS tersebut, ada dua nilai B.

Di UMM itu sebenarnya ada B+. Tapi, kali ini mau nggak mau cuman dapat B. Pertama, mata kuliah karya ilmiah. Semua mahasiswa di kelas Mapro 2014 memang dikasih nilai B karena belum ada yang mengikutkan jurnal ilmiahnya ke dalam proceeding atau masuk dalam daftar jurnal internasional (sesuai peraturan kampus). Jadi, dikasihlah nilai B secara sama rata. Okelah, it's not bad at all lah. Insya Allah, semoga semester II besok pada mata kuliah Karya Ilmiah II, kami semua bisa tembus jurnal internasional ataupun proceeding di seminar sehingga nilainya bisa berubah jadi A. Aaamiiin ya Rabb. Kedua, nilai Statistik. Saya akui lemah di penghitungan rumit jadi wajar bila dapat nilai B. Batin saya, akhirnya mata kuliah yang paling nggak saya sukai itu berakhir sudah.

Harapan saya, semoga semester selanjutnya hingga akhir, nilai tersebut bisa saya pertahankan. Mudah-mudahan ilmu yang sudah saya pelajari di semester satu nggak akan hilang begitu saja dan bisa saya amalkan kelak saat jadi the real Psychologist.

Semangaaaat ^_^

HUMANISME TAK SEINDAH DIBAYANGKAN

Subuh tadi, saya di-tag sebuah kajian oleh salah seorang sahabat. Nah, di sini saya akan meng-copast kajian tersebut ya. Saya copast agar kalian bisa paham dengan penjelasan ilmiah yang langsung diuraikan oleh ahli yang menyampaikan. Kalau pakai bahasa saya, nanti amburadul.

Oke, Sebelumnya, saya cuman mau bilang. Pesan ini khusus untuk para ilmuwan psikologi atau calon psikolog (muslim). Dalam kajian psikologi, kalian pasti akan menemukan beragam teori ini dan itu. Ada Freud dengan psikoanalisanya, Skinner dengan Behaviorismenya, Bandura dengan Social Learning-nya dan Maslow dengan humanistiknya. Selama belajar di psikologi, pasti sangat sedikit dari kita yang paham tentang asal-usul sebuah teori. Selama di bangku kuliah pun, penjelasan mengenai teori juga tidak terlalu mendalam karena lebih mementingkan praktiknya. Jadi sekarang, penting banget bagi para calon psikolog untuk nggak mengkiblatkan diri hanya pada satu teori.

Beberapa waktu lalu, saya pernah mendengar cerita dari dosen. Di Indonesia sudah ada satu tokoh yang mendalami Psikoanalisa. Beliau benar-benar expert hingga dijuluki sebagai ahli Psikoanalisa versi Indonesia. Ya, memang nggak ada salahnya sih kalau kita mau fokus pada satu hal sehingga kelak bisa expert di kelasnya. Tapi, untuk kajian psikologi sendiri, saya akui, nggak ada teori yang benar-benar mutlak. Ya, itu karena objek kajian psikologi terdiri dari segala sesuatu yang sifatnya tidak pasti. Manusia terdiri dari berbagai komponen pembentuk sehingga dalam pengukurannya pun akan selalu ditemukan berbagai ketidakpastian. Nggak kayak ilmu eksak di mana 1+1=2. Oleh karena itu, sebagai calon psikolog terutama yang muslim, perlu diingat bahwa kita punya pedoman sendiri yaitu Islam yang berlandaskan Al-Qur'an dan Hadits. Kita pun hidup di Indonesia yang kental dengan adat ketimurannya. Jadi, tidak semua teori yang berasal dari negara Barat bisa diadopsi dan diterapkan secara menyeluruh karena konsep pemikiran Barat kebanyakan tidak menyertakan konsep Ketuhanan di dalamnya. So, harus hati-hati.

Berikut ini mari kita simak kajian mengenai Humanisme yang dibawakan oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi (Pimpinan Redaksi Majalah Islamia dan Direktur di Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS)).

HUMANISME
Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi

Saya punya pengalaman menarik, waktu itu dalam suatu acara bersama para wali murid sekolah anak saya di kawasan Aston Birmingham tahun 1998. Setelah kenalan dengan saya salah seorang ibu-ibu bertanya “Anda belajar apa?” saya jawab “Theology”. Ups if you want to have a friend don’t talk about religion and politic” katanya.
Mendengar theology ia seperti terkejut dan menjadi tidak bersahabat lalu meninggalkan saya. Lama saya termangu dan bertanya-tanya. Ada apa dengan agama? Mengapa agama tidak jadi alat persahabatan? Saya terus memendam pertanyaan itu selama saya di Inggris.
Kini saya baru mengerti. Sensus tahun 2001 di Inggris menunjukkan sedikitnya 15.5% penduduknya tidak beragama. Survei Kementerian Dalam Negeri Inggris tahun 2004 menyatakan 22% penduduknya tidak percaya pada agama. Survei yang lain menunjukkan 30-40% penduduk Inggris mengaku ateis dan agnostik, dan 65% nya pemuda. Polling Ipsos MORI bulan November 2006 membuktikan 36% penduduk Inggris menganut paham humanisme dalam soal moralitas. Itulah sebabnya mengapa di Inggris orang lebih banyak konsultasi ke the British Humanist Association daripada ke pastur di gereja. Ibu-ibu wali murid itu mungkin seorang humanis.

Humanisme ternyata seumur peradaban Barat. Istilah humanisme tercipta tahun 1808. Aslinya bahasa Italia umanista, yang berarti guru atau murid sastra klasik. Tapi cikal bakalnya dapat dilacak dari Yunani kuno, Romawi dan Renaissance abad ke 14. Semangat mengkaji filsafat, seni, sastra klasik sangat tinggi. Keyakinan mereka pada kekuatan individu dan kemampuan manusia untuk menentukan kebenaran cukup kuat.
Lucunya, paham yang mencibir agama itu datang dari dalam agama. Adalah kardinal Pelagius (354-420) yang mulai berwacana bahwa manusia punya kapasitas untuk berkembang sendiri tanpa Tuhan. Bisa tahu baik buruk dengan akalnya.

Mula-mula Jerome dan St. Augustine yang mengkritik. Tapi ketika Pelagius tidak percaya pada doktrin dosa warisan (original sin) dan menolak doktrin predestinasi Calvinisme ia dianggap melawan gereja. Roma dan the Council of Orange tahun 529 akhirnya men“fatwa”kan ide Pelagius itu sesat. Tapi waktu itu belum ada kelompok liberal yang membela Pelagius dan men”tolol”kan petinggi Roma, seperti liberal disini yang men”tolol”kan MUI.
Anehnya, meski difatwa sesat wacana Pelagius terus menghiasi perjalanan sejarah Katholik abad pertengahan, mengiringi dendang Humanisme Renaissance, dan memotivasi Liberalisme modern. Protestan yang kata Weber memendam jiwa kapitalisme itu langsung bersahabat dengan humanisme. Sebab worldview humanisme, Protestan dan kapitalisme sejalan.

Perkawinan Kristen dan humanisme seperti tidak tertahankan lagi. Humanisme Kristen (Christian Humanism) akhirnya lahir, tapi seperti ada kelainan genetik. Teologinya dirubah menjadi berorientasi kemanusiaan. Anak cucu Pelagius pun bermunculan.

Teolog Belanda Erasmus, pengarang Inggris dan juga penganut Katholik Roma Thomas More, penulis Perancis Francois Rabelais, sastrawan dan cendekiawan Itali Francesco Petrarch and Giovanni Pico della Mirandola adalah humanis Kristen tulen.

Zaman pencerahan dan rasionalisme di abad ke 18 serta kebebasan berpikir abad ke 19 telah memoles humanisme menjadi berwajah modern. Pergumulan antara agama, modernisme dan humanisme terus berlangsung. Awalnya humanisme berteduh di rumah agama. Tapi kemudian meninggalkan dan memaki agama.

Di Inggris perkawinan humanisme dan agama awalnya masih bisa dipertahankan. Organisasi humanisme paling awal bernama Humanistic Religious Association didirikan di London tahun 1853. Namun, ketika buah perkawinan itu membesar di zaman pencerahan dan rasionalisme di abad ke 18 dan 19, ia berwajah modernis dan meninggalkan agama.

Perkumpulan humanis bernama the British Humanist Association tidak lagi memakai sifat “religious”. Claire Raynes, wakil Presidennya, mengaku seperti pindah rumah ketika bergabung dengan organisasi Humanisme itu. Alasannya, dalam humanisme tidak ada intimidasi seperti dalam agama.

Sewaktu Salman Rushdi menulis The Satanic Verses tidak ada yang sadar bahwa agama sedang dihabisi seorang humanis sekuler. Dalam sebuah acara Nightline TV ABC pada 13 Februari 1989 terus terang dia nyatakan “…saya tidak percaya pada mereka yang mengklaim tahu seluruh kebenaran dan mencoba memaksa dunia ini agar ikut kebenaran itu.” Lebih jelas lagi dalam pernyataannya di New York Review tanggal 2 Maret.

Jadi dia sebenarnya telah berada di luar agama dan menjadi sebagai humanis sekuler. Dan melalui karyanya Satanic Verses “Saya mencoba memberi visi sekuler dan humanis terhadap agama besar ini (maksudnya Islam)”, katanya dalam New York Review 2 Maret 1989. Di Barat anak yang telah dewasa memang berhak minggat dari rumah. Orang beragama berhak murtad.

Di Amerika humanisme seperti anak nakal. Organisasi pertamanya (berdiri Februari 1877) tidak sudi memakai kata “religious”. Pemrakarsanya F.C.S. Schiller didukung oleh Charles Francis Potter dipengaruhi oleh doktrin pragmatisme William James.

Organisasi yang didirikan Paul Kurtz mantan editor majalah The Humanist jelas-jelas bernama the Council for Secular Humanism. Demikian pula Humanist Society of New York yang didirikan Charles Francis Potter tahun 1929 juga sekuler.

Penasehatnya Julian Huxley, John Dewey, Albert Einstein dan Thomas Mann. Ini disusul oleh kelompok-kelompok seperti the Council for Democratic and Secular Humanism dan the American Rationalist Federation dan sebagainya. Doktrinnya filsafat naturalisme yang menolak semua supernaturalis. Modalnya akal dan sains, alat penyebarannya adalah demokrasi. Dan semua itu demi kepentingan kemanusiaan.

Di era globalisasi dan teknologi modern disaat mana agama kehilangan otoritasnya, humanisme talak tiga dari agama. Fenomenanya terlihat ketika Potter bersama istrinya Clara Cook Potter berani menerbitkan buku aneh (tahun 1930) berjudul Humanism: A New Religion.

Disinilah humanisme tidak hanya pindah rumah dari agama tapi sudah menjadi rival agama. Ini tidak hanya mensekulerkan agama, tapi meng-agamakan paham sekuler. Inilah agama yang tidak lagi berhubungan dengan Tuhan. Tidak aneh jika kemudian “Fatwa” tentang kemanusiaan kini direbut humanisme.

Dari awal humanisme memang sudah berwatak sekuler. Tapi resmi berwajah sekuler ketika berdiri the Council for Secular Humanism oleh Paul Kurtz mantan editor majalah The Humanist. Karena sekularisme inklusif dalam modernisme, humanisme modern dan humanisme sekuler sama saja.

Garda depannya adalah kelompok-kelompok seperti the Council for Democratic and Secular Humanism dan the American Rationalist Federation. Doktrinnya filsafat naturalisme yang menolak semua supernaturalis. Andalannya akal dan sains, demokrasi dan kepentingan kemanusiaan. Paul Kurtz dan Potter mungkin sudah lama berwacana bagaimana menghabisi agama.

Babak-babak marginalisasi agama oleh humanisme modern dan sekuler terus berlangsung. Ketika globalisme dan teknologi modern bangkit kekuasaan agama jatuh. Humanisme religius pun kehilangan watak religiusnya.
Namun watak humanisme yang sejak awal telah menggugat agama itu akhirnya tidak dapat menutupi identitasnya. Humanis adalah ateis. Faktanya semua aktifis humanis tidak sungkan lagi mengklaim dirinya ateis dan agnostik. Robert G. Ingersoll, seorang humanis sekuler terang-terangan berkata: “Kini saya yakin hantu (ghost) dan tuhan (god) adalah mitos. Aku bebas berpikir dan berbuat apa saja… aku bebas! Bagi humanis sekuler tidak perlu lagi teriak "hallelujah!" Jika ia Muslim pasti ia benci dengan yel Allahu Akbar.

Lucunya humanisme religius sama-sama menanda tangani Manifesto Humanist I & II tahun 1933 dan 1973. Tapi kedua manifesto itu dihegemoni humanisme sekuler. Sementara Humanisme Kristen sudah dikuasai oleh Unitarianisme dan Universalisme. Suatu organisasi keagamaan liberal dibawah gereja the Unitarian Universalist (UU) Amerika Utara. Kini kelompok Unitarian yang liberal ini telah dianggap telah keluar dari Kristen.

Puncaknya kemenangan humanisme sekuler terjadi tahun 2008. Pemerintah Inggris pada tanggal 8 Mei 2008 menyetujui Undang-undang Kriminal, Keadilan dan Keimigrasian. Undang-undang itu mengandung amandemen untuk menghapus larangan penistaan agama.

Hak istimewa gereja dan agama tidak sesuai lagi dengan masyarakat Inggris modern. Undang-undang ini benar-benar bertujuan menjaga masyarakat beserta hak-hak mereka, dan tidak melindungi pemikiran dan kepercayaan mereka dari kritik.

Meski demikian, buku Potter berjudul Humanism: New Religion, masih dicibir kalangan gereja di Amerika. Mereka membuat artikel plesetan berjudul Humanisme: The Atheist's Religion! Bibelnya: Manifesto Humanism; Obyek sembahannya: Manusia; Pendeta dan Misionarisnya: Para pendidik; Seminarinya: Guru-guru sekolah; Gerejanya: Universitas. Mungkin “jihad” nya adalah “memerangi” agama.
Akhirnya manusia sudah bukan makhluk Tuhan, tapi hasil evolusi. Tidak ada kehidupan sesudah mati. Prinsip hidup humanis sangat simple: makan, minum dan kawinlah sepuasmu karena mungkin besok akan mati. Lakukan apa saja asal kamu suka. Seks, lesbi, homo, kawin cerai, bunuh diri, aborsi eutanasia adalah hak asasi dan tidak ada yang berhak mencampuri anda.

Cara perang melawan agama itu mudah. Manifesto Humanisme di Amerika Selatan pada 7 Mei 2005 mendeklarasikan kembali lagu-lagu Yunani “Humans are the measure of all things". Jika pluralisme agama memindah pusat orbit dunia agama (world of religion) kepada satu Tuhan, humanisme memindahkan orbit segala sesuatu dari Tuhan kepada manusia.

Tuhan bukan lagi pusat dan ukuran segala sesuatu. Salah laku dalam hal seks, lesbi, homo, kawin cerai, bunuh diri, aborsi, eutanasia dan lain-lain kini tidak lagi diukur dari agama. "Baik buruk”, kata Betrand Russell yang ateis itu, “adalah kualitas milik obyek yang terpisah dari opini kita.” Sebab, ukuran moral adalah obyektif bukan subyektif atau normatif.

Pantas! Takbir yang diikuti dengan menjotos hidung sampai berdarah adalah kekerasan. Tapi mutilasi tanpa takbir dianggap tindak kriminal biasa. Merazia tempat maksiat dengan takbir demi nahi munkar melanggar HAM.
Tapi, razia polisi demi keamanan dan tanpa takbir adalah biasa. Artinya jangan bawa-bawa agama untuk kemanusiaan, apalagi berbentuk kekerasan. Pokoknya agama dipasung agar tidak masuk ke ranah publik dan humanisme diusung agar menjadi agama publik. Ukuran moralitas bukan agama tapi publik. Moralis tidak harus religius.

Disini sayup-sayup mulai terdengar Christian Humanism kini diterjemahkan menjadi Muslim Humanis. Dengan bahasa fiqih mereka berfatwa “Syariat bukan untuk Tuhan tapi untuk manusia, maka ukurannya juga bukan Tuhan”, “Tujuan (maqasid) syariat lebih penting dari syariat” artinya “Kemanusiaan lebih penting dari syariat”, “Konteks lebih penting daripada teks”.

Tidak! Memang tidak ada yang salah dalam agama. Tapi agama telah kalah dari Humanisme. Manusia tidak lagi untuk Tuhan, tapi Tuhan untuk manusia. Moralis tidak selalu harus religius. Sila ketuhanan boleh jadi nantinya diganti dengan sila kemanusiaan. Sebab, disini ilmuwannya sudah berani berfatwa “Syariat bukan untuk Tuhan tapi untuk manusia”, kemanusiaan lebih penting dari syariat.

Kini ukurannya bukan syariat tapi insaniyah atau basyariah. Dulu saja Tertulian secara pejoratif mengeluh "What has Jerusalem to do with Athens?" (maksudnya apa gunanya agama bagi akal). Mungkin keluh kesah Tertulian itu akan berubah begini: Apa yang bisa dilakukan agama jika semua demi manusia?.

Kini waktunya kita menyoal diri (muhasabah) apa gunanya agama jika kita hanya ingin surga (dunia). Apa gunanya qalbu jika syahwat sudah menggebu? Saya akhirnya paham mengapa penganut humanisme itu tidak bisa ngopi bersama sambil bicara agama dan Tuhan. Karena mereka telah merasa jadi tuhan.

Gimana? Sekarang udah jelas, kan?

Semoga kita bisa lebih bijak dalam menuntut ilmu. Menuntut ilmu nggak setengah-setengah, melainkan secara menyeluruh.

Semoga kita bisa jadi psikolog muslim yang tetap berpegang teguh pada agama yaa. Aamiin ^^

Sumber: Fanspage Ust. Adian Husaini dan hamidfahmy.com

SECANGKIR KOPI BULLY ADA DI PERPUS AUSTRALIA


Baru setengah jam lalu buka sosmed, especially Twitterland. Wooo... *shocked and also feeling thankful. There are 4 notifications: from my editor, publisher and also NLA Jakarta Office.

Alhamdulillah, terima kasih ya Allah. Terima kasih buat Elex Media Komputindo khususnya imprint Quanta-nya. Entah gimana kronologisnya, buku Secangkir Kopi Bully kini udah bisa diakses di National Library of Australia (NLA). 


Bagi temen-temen yang ada di Australia dan lagi nyari buku tentang bullying, sok atuh mampir baca-baca ke perpus nasional. Dari perpus, bisa nyari bukunya di katalog website NLA langsung dengan subject berikut:


Nah, ini link dari NLA -nya (bisa langsung klik pada gambar banner di bawah ini)

 -

Bismillah, mudah-mudahan bukunya bermanfaat dan ngasih keberkahan juga kebaikan buat yang baca.

KATA DOSEN, SAYA ADALAH....


Terkadang, kita memang perlu menutup telinga dari bisikan dan perkataan orang lain yang tidak tahu-menahu soal diri kita.
Terkadang, kita juga perlu menutup telinga dari apa yang diucapkan orang lain melalui ucapannya tentang kita. 
Terlebih bila itu sifatnya judgment, bad critics dan sejenisnya.
Apa yang dipikirkan orang lain soal kita, itu bukan urusan kita.
Jika kita terus berkaca pada orang lain, lalu kapan kita bisa memahami diri kita lebih mendalam?
Jika kita terus bertopang pada penilaian orang lain terhadap kita, kita mungkin akan menjadi boneka. Boneka yang akan terus melihat kesempurnaan sebuah penilaian dari kacamata orang lain.

Tapi, terkadang hukum Johari Window juga berlaku bagi sebagian orang
Bagi mereka yang justru tak paham akan diri sendiri
Sebaliknya, orang lain lah yang justru lebih paham tentang dirinya
Atau bagi mereka yang paham akan diri sekaligus dipahami dengan baik pula oleh sekitar
Tidak ada salahnya dia bertanya pada orang lain, apa yang terjadi pada dirinya
Karena dengan bantuan sekitar, dia bisa memulai langkah kecil untuk melihat ke dalam diri, 
Siapa dia sebenarnya

----
Beberapa hari lalu, saya iseng saja membuka-buka timeline stories Facebook tahun-tahun lawas. Pada salah satu status di tahun 2010, saya menemukan sebuah kalimat. Itu saya tulis sendiri--mungkin setelah saya mengalami kejadian hari itu. Tapi, saya sendiri bahkan sudah lupa kapan tepatnya itu terjadi dan bagaimana bisa terjadi.

Status tersebut menceritakan bahwa kata dosen filsafat, saya ini adalah seorang yang optimis. Sering mengharapkan hal yang mustahil, tapi pada akhirnya sering pula bisa meraihnya.

Sejenak setelah saya membaca itu, saya mencoba mengorek ingatan tapi gagal. Professor Sam, begitulah kami memanggilnya. Kata orang, filsafat itu adalah ilmu yang harus diwaspadai karena rawan akan paham-paham sekuler, liberalis, komunis hingga atheis. Meskipun mata kuliahnya filsafat, tapi beliau tetap melandaskan nilai-nilai Islam di dalamnya. Jadi, selama belajar filsafat, beliau juga sering memberikan tausiyah yang menyejukkan hati. Beliau juga memberikan referensi dari buku yang ditulisnya sendiri yaitu buku Filsafat Agama Islam. Sebagian besar materi yang diajarkan memang mengajak kami untuk menyelami peradaban dan perkembangan Islam.

Kembali soal ucapan beliau. Saya berkaca lagi pada diri. Coba mengukur sendiri, apa iya saya memang seperti yang ditebak oleh beliau? Lalu, saya pun mengiyakan. Tapi, saya tidak selalu seperti itu. Bukan berarti kadang optimis kadang pesimis. Ini hanya soal penempatan sikap, apakah saya harus benar-benar optimis ataukah mengurangi sedikit sikap tersebut untuk menyisakan ruang bagi rasa pahit. Semata-mata itu untuk proses introspeksi diri.

Mungkin tepatnya bukan sering. Kadang-kadang saja. Terkadang, saya bisa menjadi seseorang yang optimis. Saya selalu tertantang oleh hal-hal mustahil, mulai dari yang kecil dan bisa saya tangani sendiri sampai pada hal yang harus melibatkan harapan pada kuasa Tuhan.

Semakin ke sini, saya jadi berpikir kembali. Terlalu optimis juga tidak baik. Jadi, ada kalanya saya sadar diri. Apa yang saya harapkan, harus ditunjang dengan usaha yang maksimal. Bukan hanya mengandalkan harapan apalagi angan-angan.


Setelah banyak pengalaman dilalui, saya kadang berpikir lagi. When people made a positive judgment, saya anggap itu sebagai doa untuk diri saya juga dirinya. Bukan berarti kita menuruti apa kata orang lain. Mungkin, kita juga bisa memenangkan apa yang dipikirkan orang lain atas kita.

Jika ada orang baik yang menilai saya baik, mudah-mudahan itu menjadi doa agar saya sungguh-sungguh menjadi orang baik
Jika ada orang baik yang menilai saya optimis, mudah-mudahan itu bisa menjadi doa agar saya semangat dalam menghadapi segala ketidakpastian dalam hidup.
Bukankah hidup terdiri dari rangkaian misteri?
Misteri itu adalah sebuah tantangan yang perlu dikupas satu per satu.
Tidak ada salahnya jika kita mencoba optimis pada ketidakpastian di sekitar kita
Dengan begitu, saya pikir, saya bisa lebih giat berusaha agar doa-doa itu bisa terwujud
Setidaknya usaha itulah yang saya sebut sebagai bentuk optimis
Karena tidak ada yang tak mungkin, jika Tuhan telah berkehendak
Kun Fayakun!
Itu yang saya pikirkan. 

Namun...
Kalaupun kenyataan ternyata tak sesuai harapan
Saya tidak perlu mengendurkan semangat
Dengan optimis versi ini
Setidaknya, saya memiliki keyakinan 
Yakin bahwa rencana Tuhan jauh lebih indah daripada apa yang telah terjadi sebelumnya
Hanya soal waktu
Hal mustahil itu pasti akan terungkap