Pages

Artikel: Kisah Yang Menyentuh Hati, Kenapa tidak Punya kendaraan beroda empat?

penasaran, Kenapa tidak Punya kendaraan beroda empat?


Tampang bingung. Itulah ilustrasi yang mampu dilukiskan di wajah seorang bocah 6 tahun, ketika melihat kemudian-lalangnya kendaraan di jalan. Bocah itu seakan tidak memperdulikan hilir pulang kampung orang-orang yang melaluinya bahkan terdapat beberapa orang yg hampir menendangnya. dia pun seakan tak suka  waktu beberapa orang yg lewat memasukan uang receh ke pada kaleng yg sengaja pada simpan di depannya.

“sudah bisa berapa Ujang?” sapa seseorang wanita umur 40 tahunan yg mengagetkan si Ujang. Si Ujang menengok perempuan   yg nampak lebih tua dari umur sebenarnya. perempuan   itu tiada lain ialah ibunya yang sama-sama membuka praktek mengemis kurang lebih 100-200 meter asal tempat si Ujang mengemis.

“Nggak tahu ibu, hitung aja sendiri,” jawab si Ujang sambil melihat kaleng yg terdapat pada depannya. Tanpa menunggu, perempuan   yang dipanggil Emak itu merogoh kaleng yg terdapat di depan si Ujang. lalu isi kaleng tadi ditumpahkan ke atas kertas koran yang menjadi alas mereka duduk.

“lumayan Ujang, bisa membeli nasi malam ini. Sisanya buat membeli kupat tahu besok pagi.” kata si Emak sembari tersenyum lebar, karena rezeki malam itu lebih poly dari hari-hari umumnya.

“bunda…” kata si Ujang tanpa menghiraukan ucapan ibunya, “koq orang lain punya kendaraan beroda empat? Kenapa Emak nggak punya?” Tanya si Ujang sambil menatap paras ibunya.

“Ah, si Ujang mah, aya-aya wae, boro-boro punya kendaraan beroda empat, saung aja kita mah nggak punya.” istilah si Emak sembari tersenyum. Si Emak lalu membungkus uang yang sudah dipisahkannya buat besok dengan sapu tangan yg telah lusuh serta dekil.

“Iya, akan tetapi kenapa mak  ?” Rupanya jawaban si Emak tidak memuaskan si Ujang.

“Ujang …. Ujang….” istilah si Emak sambil tersenyum. “Kita tidak punya uang banyak buat membeli kendaraan beroda empat.” istilah si Emak mencoba menjelaskan. tetapi nampaknya si Ujang belum puas jua,

“Kenapa kita tak punya uang poly bunda?” tanyanya sembari melirik si Emak.

“Kitakan cuma pengemis, jikalau orang lain mah kerja kantoran jadi uangnya poly.” istilah si Emak yang nampak akan berkecimpung. seperti biasa sehabis surya tenggelam si Emak membeli nasi menggunakan porsi agak banyak menggunakan tiga pangkas tempe atau tahu. Satu pangkas untuk si Emak sedangkan dua pangkas buat si Ujang anak semata wayangnya.

Sekembali membeli nasi, si Ujang masih menyimpan pertanyaan. Raut paras si Ujang masih nampak galau.

“terdapat apa lagi Ujang?” istilah si Emak sambil menyeka keringat pada keningnya.

“Kenapa Emak nggak kerja kantoran saja?” tanya si Ujang menggunakan polosnya.

“Siapa yg mau ngasih kerjaan ke Emak, Emak mah orang bodoh, tidak sekolah.” Jawab si Emak sembari membuka bungkusan yg dibawanya.

“Udah …, sekarang makan dulu mumpung masih hangat!” istilah si Emak sembari mendekatkan nasi ke depan si Ujang. Si Ujang yang memang sudah lapar pribadi menyantap kuliner yg terdapat pada depannya.

“Kenapa Emak nggak sekolah?” tanya si Ujang sambil mengunyah nasi plus tempe.

“Orang tua Emak nggak punya uang, jadi Emak nggak bisa sekolah.”

“Ujang bakal sekolah nggak?” kata si Ujang sambil menatap mata si Emak penuh harap.

Emak agak gundah menjawab pertanyaan si Ujang. Lamunan Emak menerawang mengingat kembali mendiang suaminya, yg sudah mendahuluinya. Mata si Emak mulai berkaca-kaca. sebab gelapnya malam, si Ujang tidak melihat butiran bening yg mulai menuruni pipi perempuan   yg dipanggil Emak tadi. sebab tidak kunjung dijawab, si Ujang bertanya lagi

“jika Ujang nggak sekolah, nanti kayak Emak lagi dong. Iya kan bunda?”

Pertanyaan Ujang makin menyesakan dada si Emak. Siapa yg ingin punya anak menjadi pengemis, namun si Emak bingung wajib  berbuat apa. Si Emak cuma melanjutkan menghabiskan nasi sembari menunda tangisnya. Akhirnya si Ujang pun membisu sembari mengunyah nasi yg tinggal sedikit lagi. Deru mesin kendaraan beroda empat menemani 2 insan pada pinggir jalan yang sedang menikmati rezeki Allah SWT yang mereka dapatkan. Diterangi lampu jalan mereka pun mulai berbenah buat merebahkan diri. di ketua si Ujang masih penuh pertanda tanya, mau jadi apa dia kelak. Apakah akan sama mirip Emaknya saat ini?